#11 Married

1.6K 148 11
                                    

"Astaga, Jisoo sudah merusak suratku." dengus Limario sambil menuruni tangga. "Aku butuh segelas air." gumamnya. "Bertengkar dengan adik sendiri juga melelahkan.."

"Kau tau, kabarnya Raja Ryuga akan mengerahkan banyak pasukan akibat kejadian pada Pangeran Limario tadi sore."

Percakapan dua orang penjaga di balik tembok yang sekarang menghalangi dirinya dan mereka terdengar perlahan karena istana sudah sepi.

"Raja Theo, bagaimana?"

"Raja belum memberi perintah apapun, tapi Wood Elf disini akan memberi pasukan juga. Raja Ryuga mengirimkan pasukan karena itu permintaan.."

"Kau sedang apa?" Jisoo yang datang tiba-tiba segera di tarik ke pelukan Limario, ia di sandarkan di tembok dan mulutnya di bekap oleh tangan kakaknya sendiri. Tatapan tajam segera melayang dari Jisoo tapi Limario malah berusaha kembali fokus menguping.

"Seperti ada suara.." kedua penjaga itu berjalan pelan menuju ke koridor tempat dimana Limario dan Jisoo saling berpelukan dan bersembunyi.

"Lapor!!" panggilan dari arah lain segera membalikan tubuh kedua penjaga itu dan tidak jadi masuk ke koridor.

"Ada apa? Kau ini mengagetkan saja."

"Ada panggilan pusat, semua penjaga berkumpul."

"Ya sudah ayo.."

"Hmm, siapa yang meminta Raja Ryuga mengirimkan pasukan lebih? Kau belum melanjutkannya."

"Putrinya yang kedua, Roseanne.." Limario langsung tersentak, perasaannya tak karuan saat mengetahui kiriman pasukan untuk menjaga dirinya itu bukan perintah Raja sendiri, melainkan dari Rose.

Jisoo yang masih di peluk dan di bekap sedari tadi berusaha meronta, ia mendorong pinggang Limario tapi tubuh kakaknya itu masih saja ada di depannya.

"Kalian berdua kenapa?" Thorin dengan bingung melihat kedua kakak beradik itu berpelukan di tangga sambil merapat ke dinding. "Mesra sekali kalian.."

Jisoo segera mendorong tubuh Limario menjauh.

"Dia minta di peluk olehku." Limario bicara asal sampai Jisoo geram dibuatnya.

"Sialan!!" tendangnya pada bokong kakaknya sendiri. Limario segera terjatuh dari tangga yang jaraknya tidak terlalu dengan tanah, untung saja pendaratannya mulus.

"Bodoh!!" dengus sang kakak sambil melangkah pergi. Thorin hanya bisa menggelengkan kepalanya saat kakak beradik itu memulai pertengkarannya seperti ini.

***

Suasana semakin mencekam ketika terror mulai berdatangan ke daerah Wood Elf. Terror bayangan pengganggu itu datang dari sosok yang tidak lain tidak bukan, Lloyd.

Tak ada korban jiwa memang, tapi bayangan-bayangan itu membuat banyak kegaduhan, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Menimbulkan percikan api, suara gaduh, efek sihir yang membuat seseorang hilang akal sementara dan lain-lain. Terror itu bertujuan memecahkan fokus pasukan yang menjaga Limario agar terpecah dan Lloyd bisa menyerang Limario lagi.

"Skenario lama.." Jisoo memotong sebuah bambu dengan pedangnya, 2 kali tebasan sampai bambu itu terbelah-belah.

"Kenapa kau jadi kesal begitu?" Limario mendengus menatap Jisoo dengan mata cokelatnya.

Kedua kakak beradik itu sedang terduduk di atas sebuah batu di pinggir danau berair hijau. Jisoo bermain dengan pedangnya sedangkan Limario hanya sibuk dengan batu gamping yang ia lempar ke danau. Sinar matahari senja menyorot tepat ke arah mereka, cukup indah untuk di nikmati bersama.

"Sebaiknya kau pulang saja ke Elvertale. Nyawamu setiap hari semakin terancam, nanti kalau kau mati, siapa yang akan Ayah rindukan?" ia menyarungkan kembali pedangnya dan duduk di samping Limario, menenggak sebotol anggur merah dan ikut memainkan batu gamping yang berserakan.

"Seharusnya kau saja yang pulang, lagian mengurus pasukan disini bukan tugasmu, tugasmu itu menemani Ayah di istana. Kau hanya membuang waktumu disini." Limario memperhatikan wajah Jisoo yang tertunduk tanpa berani menatapnya, kulitnya yang putih mulus dan rambut cepak cokelat lurus itu lebih mirip seorang wanita ketimbang adik lelaki baginya.

"Kau tidak merindukan Ayah?" tatapnya balik.

"Aku merindukan Ayah, sama seperti aku merindukan Ibu." senyum Limario tenang.

"Apa kau akan menikahi Rose sama seperti.."

"Tidak tau. Aku tidak tau. Tidak ada yang tau, baik aku, kau, Ayah, Rose sekali pun. Kami tidak tau." potong Limario cepat.

"Apa kau menyukai Jennie?"

"Sampai kapan kau akan berhenti menjadi orang yang so ingin tau, hah?"

"Aku hanya penasaran saja." Jisoo luluh dan melempar beberapa batu ke arah danau.

"Kami hanya teman, Jiji. Aku tau kau menyukainya."

"Kalau kau menikahi Rose, bolehkah aku menikahi Jennie juga?"

Limario menatap aneh setelah ucapan Jisoo yang mulai ngawur menurutnya. Ia berdiri dan turun dari batu.

"Aku tidak akan menikahi Rose, Jiji."

"Berhenti memanggilku Jiji!!" teriak Jisoo kesal dan melemparkan batu di tangannya ke tubuh kakaknya itu. "Kenapa kau tidak akan menikahinya?"

Limario terdiam dari langkahnya, cukup jauh sekarang jarak dia dan Jisoo.

"Kau tau kan, jika kami tidak bisa bersatu?" senyum Limario kemudian pergi meninggalkan Jisoo. "Lagi pula, kenapa kita jadi membahas ini?" seringainya.

"Benar juga, aku dan Jennie pun tidak bisa." dengus Jisoo.

"Kau mau disini terus? Kata elf disini, di dalam danau itu ada monster pemakan anak cengeng dan pemarah, ayo pulang!!" teriak Limario setengah berlari dan menertawakan Jisoo.

"Hei, tunggu!! Aku tidak mau di makan monster." rengeknya sambil mengejar Limario.

***

Raja Theo tidak ingin nyawa anak sulungnya semakin terancam saat menjalankan tugas yang sudah tidak bisa ia kerjakan lagi di Wood Elf. Dengan cepat, ia mengirimkan pasukan untuk menjemput Limario dan Jisoo untuk kembali pulang, biar panglima pasukan terbaiknya yang lain yang mengurusnya, begitu pikir Raja Theo.

"Hai Ayah.." senyum Jisoo lebar setelah ia turun dari Roger, Grey Wolf tunggangannya.

"Apa kabar, nak? Istirahatlah.." Raja Theo memeluk putra keduanya dengan hangat dan segera menyuruhnya beristirahat.

"Lim.."

"Hai, Yah.." Limario melepas helm besinya dan memberikannya pada seorang pelayan. Pipi chubbynya mulai terlihat saat ia mengembangkan senyumannya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja." jawabnya singkat. "Hei, siapkan kudaku." suruh Limario saat penjaga yang membawa helm serta baju zirahnya pergi.

"Kau mau kemana lagi? Kau baru saja sampai, kenapa tidak istirahat saja dulu?" Raja Theo menatap Limario dengan tajam.

"Aku mau main, mencari udara segar, sudah lama aku tidak bertemu dengan Roseanne." ia melangkah pergi untuk bersiap-siap.

"Aku melarangmu untuk menemuinya lagi, Theodorin Limario Manoban!"

"Terserah.." ia mengacungkan jari tengahnya pada sang Ayah, ini adalah perbuatan paling kurang ajar yang pernah ia lakukan.

"Dalam hitungan bulan, dia akan menikah dengan pangeran negeri seberang!! Jangan ganggu hubungan mereka!!" bentak Raja Theo keras, beberapa pelayan seketika terdiam dari pekerjaan mereka, mereka terkejut saat Raja Theo semarah ini pada putranya.

Langkah Limario terhenti, hatinya terasa sakit saat sang Ayah menekankan kalimat pernikahan itu di telinganya.

"Akan aku rebut gadis itu darinya.." geram Limario yang kemudian meninggalkan sang Ayah.

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang