#21 Panic Attack

1.1K 151 8
                                    

Jisoo duduk dengan santai di depan balkon dengan secangkir teh hangat di temani oleh sang ayah. Mereka berjemur di bawah hangatnya sinar mentari pagi itu. Hamparan pepohonan hutan yang membatasi kerajaannya dan kerajaan sang kekasih terlihat jelas, istana milik Raja Ryuga pun samar-samar masih terlihat aman-aman saja.

"Sudah bersiap memimpin kerajaan ini?" tanya sang Ayah tiba-tiba.

"Aku sudah siap jika sudah memiliki pendamping hidup yah." Jisoo meminum tehnya sedikit kemudian merapikan rambut cepaknya.

"Lalu kapan pendamping hidupmu itu di perkenalkan pada ayah?"

"Ayah sudah kenal." jawab Jisoo tenang.

"Jennie?"

"Iya."

"Ayah tidak setuju." tolak Raja Theo dengan cepat.

"Tak apa, Ayah memang tak pernah menyetujui hubungan aku dan Limario kan?"

"Ayah tidak ingin kau juga mengulangi kesalahan Ayah dan Kakakmu, mengertilah Jisoo."

"Jennie hamil, yah." Raja Theo segera menatap ke arah Jisoo yang masih tenang-tenang saja.

"Jangan lagi.." dengus Raja Theo. "Jangan bilang kalau kau melakukan kesalahan yang sama dengan kakakmu."

"Tidak, aku tidak melakukan kesalahan yang sama." Jisoo mengambil cangkir tehnya dan berdiri. "Ayah restui aku dan Jennie, atau aku tidak ingin menjadi Raja untuk kerajaan ini."

"Kau berani mengancam ayah?" Raja Theo melihat kepergian Jisoo yang sama keras kepalanya dengan sang kakak.

"Aku memperingati Ayah." senyum Jisoo sambil berlalu.

***

"Jennie.." Limario mendongakan kepalanya masuk ke dalam kamar Jennie, gadis itu sedang berdiri menghadap ke arah jendela. "Jen.." panggil Limario lagi, tapi gadis itu enggan menoleh padanya.

"Jen.." Limario menyentuh bahu gadis itu, tapi ia masih terdiam, meskipun ia tau.

"Ada sesuatu yang harus kita bicarakan." suara berat Limario itu masih belum berhasil membuat gadis bermata sipit itu untuk menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Jen, aku.."

"Tak ada yang perlu di bicarakan." Jennie tersenyum saat air matanya mulai menetes deras membasahi pipinya yang sudah seperti sang adik.

"Jen.." Limario berusaha mencari kata-kata terbaiknya agar Jennie mau mendengarkan ucapannya.

"Aku butuh waktu untuk sendiri.." Jennie melipat kedua tangannya di dada dan menunduk saat tangisannya semakin menjadi.

"Aduh, anak orang aku buat nangis pula.." Limario mengepalkan tangannya dan menggigit tangannya sendiri. Ia sangat bingung dan tak tau harus memulai pembicaraan dari mana.

"Aku butuh waktu sendiri, Lim.."

"Jen, ini tidak bisa di tunda, kita harus bicara sekarang." Limario memaksa Jennie menghadap ke arahnya. Limario memeluknya dan membuat gadis itu tenggelam di dalamnya.

"Aku bilang, aku butuh sendiri!!!" Rose yang melihat kakaknya sendiri seperti itu merasa terenyuh, ia menangkap sorot mata Limario, suaminya itu menggeleng pelan saat ia hendak melangkah masuk.

"Aku tau kau butuh waktu sendiri, tapi tak baik jika kau terus-terusan seperti ini." Limario membuat Jennie membelakangi arah pintu kamarnya. "Tak baik marah-marah terus, kasihan keponakanku nanti." Limario hendak mengelus perut calon adik iparnya itu tapi Jennie dengan cepat dan kasar menepisnya. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik." Jisoo yang berjalan pelan, setibanya ia di istana itu pun menarik napas panjang dan mencoba menenangkan dirinya. Ia melihat kakaknya sendiri memeluk Jennie, ada rasa sakit, tapi itu yang Jennie butuhkan saat ini.

Ia segera pergi berkuda untuk menemui Jennie saat Rose memberitaunya lewat Falcon. Kekasihnya itu sudah kelewat putus asa saat Raja Theo dan ayahnya enggan melanjutkan hubungan mereka sama seperti kakak dan adik mereka. Tapi kepalang tanggung apa yang sudah mereka perbuat harus tetap di pertanggung jawabkan. Limario yang berusaha mencari cara agar hubungan sang adik baik-baik saja sudah kehilangan solusi terbaiknya.

"Akan aku gugurkan saja." jawab Jennie dengan tatapan kosong yang tak menatap ke arah Limario sama sekali. Ternyata pelukan itu tak membuatnya tenang, Limario berdiri di depan Jennie dengan gusar.

"Kau tau saat Rose pun berusaha berpikiran seperti itu? Aku menentangnya dengan keras, Jen. Dan sekarang aku menentangmu juga." ucap Limario dengan sabar.

"Ini anakku bukan anakmu!!" bentak Jennie, Limario segera memalingkan wajahnya saat air liur gadis itu tepat mengarah ke arahnya.

"Ini anak kita." Jisoo memeluk Jennie dengan erat dari belakang. Limario segera pergi sambil berbisik pada Jisoo.

"Hujan lokal.." dengusnya kemudian meninggalkan kedua orang itu.

"Bukan lagi.." Jennie menangis sejadi-jadinya saat Jisoo semakin erat memeluknya.

"Dengar. Aku akan tetap membawamu ke istana meskipun kita tidak di restui. Aku pun tidak keberatan jika aku tidak mendapatkan tahtaku." Jisoo membalikan tubuh Jennie menghadap ke arahnya, memegang kedua pundaknya dan menatapnya tajam. "Aku hanya keberatan jika aku kehilangan kau dan dia.." Jisoo mengelus perut Jennie pelan. Jisoo berlutut di depan Jennie dan menyenderkan telinga kanannya di perut kekasihnya.

Jennie hanya bisa mengelus kepala Jisoo pelan sambil sesekali meraba pipi putih pucatnya.

***

"Limario!!" Pangeran Limario segera bangun dari tidurnya dan tak menemukan Rose di sampingnya.

"Rose!" Ia segera berjongkok di atas kasur seperti monyet, ia kebingungan dan segera lompat dari kasur, keluar kamarnya dan mencari sumber suara yang memanggilnya. "Mana Rose?" saat ia menemukan seorang pelayan yang sedang sibuk.

"Nyonya sedang bersiap melahirkan, Tuan cepat pergi." Limario pun pergi belari mencari Rose tapi ia tiba-tiba terhenti.

"Aku harus pergi kemana?" teriaknya panik.

"Di kamar Nona Jennie." pelayan itu sibuk membantu persalinan Rose dan Limario berlari dengan piyamanya ke kamar Jennie.

"Rose!!" Rose yang sudah berkeringat dengan posisi siap melahirkan pun berusaha menatap ke arah datangnya Limario.

"Tolong ambilkan air hangat." suruh seorang ibu paruh baya. Tapi Limario bingung kepada siapa ibu itu menyuruh. Limario hanya terdiam tanpa bergerak atau berkata sedikit pun. "Heh kau!!"

"Aku?"

"Ambilkan air hangat cepat!!"

"Oh iya-iya.." Limario berlari keluar kamar mencari pelayan-pelayan yang bisa ia mintakan bantuan untuk mengambil air hangat. "Air hangat mana?" pintanya panik.

"Ini Tuan." ternyata mereka sudah mempersiapkan semuanya. Limario berlari lagi membawa air hangat itu untuk Rose.

Brukkkk..

"Jisoo!!" teriaknya saat air hangat itu tumpah semua ke tubuh mereka.

"Aduh, apa-apaan ini?" Jisoo yang membawa air minum pun jadi harus mengambilnya lagi.

"Bantu aku dulu!!" seorang pelayan sudah membawakan air hangat untuk Rose dan pelayan yang lain membawakan air minum untuk Jennie, tapi kedua lelaki itu malah bersiteru.

"Jennie juga sedang susah, tak bisa di tinggal." Jisoo dan Limario terus bersiteru meskipun mereka berdua membantu perempuannya masing-masing.

"Jennie kenapa? Kakak iparmu ini yang lebih susah, dia akan melahirkan. Kau ini bagaimana?" ternyata Jisoo ada di dalam kamar mandi kamar Jennie sendiri bersama Jennie.

"Morning sickness, mual-mual, aku jadi ikut mual juga.."

"Ahh.. Perempuan menyulitkan.." dengus mereka berdua.

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang