Beberapa pelayan yang mondar mandir membereskan makan malam keluarga kerajaan pun terlihat sangat sibuk. Limario yang baru saja selesai makan memanggil seorang di antaranya.
"Tawanan itu sudah di beri makan?"
"Belum Pangeran." Limario mengernyitkan dahinya.
"Kenapa belum? Ini kan sudah jam makan malam."
"Baik Pangeran, saya akan siapkan makanan sisanya."
"Yang bilang harus memberi mereka makanan sisa itu siapa?" Limario berkacak pinggang dan siap memarahi pelayan itu.
"Raja Theo.." jawab pelayan itu ragu-ragu.
"Beri mereka makanan yang sama denganku saat aku makan tadi. Oh iya, untuk makanan tawanan pria, biar aku saja yang memberikannya."
"Baik Pangeran." pelayan itu pun mengambil piring dan makanan yang sama yang di makan oleh Limario, makanan enak dan mewah seperti biasa yang mereka makan sangat berbeda dengan makanan yang rakyat biasa makan. Daging kualitas premium, sayuran organik, dan bumbu-bumbu terbaik yang di gunakan.
***
"Apa perlu pengawalan?" Jisoo mengantarkan Limario ke depan pintu ruangan tahanan itu.
"Tidak, buka saja pintunya." Limario memegang nampan di tangannya dan masuk ke dalam perlahan. Pria bertubuh besar itu terdiam saat Limario duduk di meja kecil untuk 2 orang di dekatnya.
"Aku mengantarkan makan malam untukmu, makanlah." lelaki itu tak menaruh rasa curiga sedikit pun pada Limario, ia duduk perlahan di seberang Limario dan menarik nampan makan malamnya.
Jisoo masuk membawakan sebuah teko air dan gelasnya, tidak lupa susu untuk sang kakak.
"Ini air minumnya." Limario menuangkan air minum untuk lelaki itu dan menyimpannya di dekat susu miliknya. "Bisa kita bicara? Sambil makan saja, santai.." Ia meremas gelas susu cokelat hangat di tangannya, tak biasanya udara saat itu dingin sekali.
"Iya, Pangeran." lelaki itu makan dengan lahap, merasakan setiap kenikmatan yang ia suap.
"Sebenarnya, aku berniat melepaskanmu. Tapi aku memiliki 1 syarat untuk itu." lelaki itu menatap Limario dengan mulut penuh, ia menunggu Limario meneruskan perkataannya. "Jika kau mau, aku akan membebaskan kau dan 2 wanita itu, aku akan menjamin hidupmu selamanya, bagaimana?"
"Apa syaratnya?"
"Bawakan aku daun Elverdale sebanyak mungkin, maka kau akan hidup sebagai keluarga kerajaan atau hidupmu akan terjamin seumur hidup." Lelaki itu terdiam, ia seakan tak bisa mengucapkan kata-kata yang ingin ia ucapkan. "Kalau kau menolak, kau akan ku serahkan pada adikku, Jisoo, untuk tetap di hukum sebagai mana perintahnya saat ia membawa kau dan 2 wanita itu kemari. Aku beri kau waktu untuk berpikir atau kau mau langsung menjawabnya?" lelaki itu tak tau harus berkata apa. Jujur saja, dirinya ragu untuk mengiyakan permintaan Limario, tapi ia pun tak ingin hidupnya berakhir di kandang serigala peliharaan Jisoo.
Elverdale adalah sebuah tanaman yang semua bagiannya dapat digunakan untuk pengobatan, jika orang yang memetiknya berniat menggunakannya untuk kejahatan, ia bisa meracik tumbuhan yang langka ini untuk meracuni berbagai hal. Manfaatnya sangat terkenal di seluruh penjuru negeri, salah satunya adalah daun Elverdale, daunnya dapat di gunakan oleh Light Elf sebagai ramuan untuk membuat manusia menjadi abadi atau sejenis dengan Elf, berumur panjang tentunya.
Jaraknya tak jauh dari Elvertale, hanya 2 hari perjalanan, 1 hari menggunakan kuda atau serigala, 2 hari jika berjalan kaki. Tanaman Elverdale berada di kaki sebuah gunung, dekat dengan kerajaan dwarf, manusia dan elf. Sebenarnya jika ingin cepat Limario dapat menggunakan Popo untuk pergi kesana, tapi ia tak menyia-nyiakan tawanan yang bisa ia gunakan, jika ada penjahat biar mereka yang terbunuh bukan dirinya.
Lelaki bertubuh tegap yang baru selesai membereskan makan malamnya itu akhirnya buka bicara sambil menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Baiklah, aku akan mengikuti apa permintaanmu. Tapi apa aku tak dapat apa-apa?"
"Aku akan mengirimkan beberapa assasin, prajurit, dan semua keperluan untuk perjalananmu, penjagaan lewat udara, air dan darat. Aku bukan avatar jadi aku tidak akan mengirimkan pasukan api. Aku sangat mengharapkan daun yang kau bawa akan sangat banyak, bahkan bibitnya jika bisa, tumbuhan-tumbuhannya sekalian kalau bisa." Limario tak sabar ingin segera mendapatkan tumbuhan itu, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat karena terbawa suasana.
"Apa aku bisa mempercayaimu?"
"Tentu."
"Kapan aku harus berangkat?"
"Besok pagi, bagaimana?"
"Sendirian?"
"Kau akan membawa kedua wanita itu juga?"
"Hmm.."
"Bagaimana?"
"Biar aku pergi sendiri saja, biarkan mereka disini." Limario mengangguk mengerti.
"Baiklah, besok pagi. Kau siapkan diri, aku akan menyuruh mereka mempersiapkan barang-barang dan tungganganmu." akhirnya ia dapat tersenyum lega, karena ada orang yang mau mengorbankan dirinya pergi sejauh itu.
"Bagaimana? Dia mau?" Jisoo menerima nampan dari Limario saat ia menutup pintu kamar tawanan tadi.
"Tentu saja dia mau." Jisoo mengernyitkan dahinya, menggeleng tak percaya.
"Mungkin dia punya kekuatan super makanya mau menyetujui permintaanmu?"
"Memangnya sebahaya apa tempatnya itu?" dulu saat Jisoo masih remaja, ia selalu bepergian jauh bersama para assasin dan beberapa prajurit, ia bermain ke tempat yang berbahaya dan tak kenal waktu kapan akan pulang. Ia pernah membawa daun Elverdale untuk kerajaannya tapi itu dulu, entah sekarang, apakah masih sama tempatnya atau berubah.
"Tidak bahaya, tidak seram, hanya jauh saja. Penduduknya yang menyeramkan, mereka sombong dan galak, seperti anjing saja. Ya pastikan saja niatmu baik dan dia bisa sedikit menipu mereka disana besok."
"Aku tidak mengerti."
"Mereka kanibal."
"Hah? Jangan bercanda!!"
"Katanya.. Baru katanya itu juga. Aku tak tau pasti mereka kanibal atau tidak, tapi katanya.. Begitu."
"Oh katanya.." Nampan itu sudah sampai di dapur, Jisoo beranjak untuk mengambil air minum dan Limario mengambil sebuah pir dari meja makan.
"Ingat pesanku baik-baik ya." di sela-sela ia menenggak minumnya.
"Apa?"
"Jangan gagal." jawabnya singkat.
"Aku tidak akan gagal, aku tidak akan mengulangi kesalahan Ayah yang kedua."
"Aku harap begitu." Adiknya itu langsung saja pergi meninggalkan kakaknya yang masih duduk sambil sibuk dengan buah pir di tangannya. "Jisoo-ya!!" Jisoo menengok ke belakang dan terdiam.
"Bagaimana keadaan Jennie?"
"Kenapa?"
"Iya bagaimana?"
"Apanya?" Limario mendelik dan bangkit berdiri.
"Kau cari ribut hah? Ya bagaimana keadaannya, dia nya, kandungan nya, semuanya."
"Oh, baik." jawabnya singkat dan pergi lagi.
"Huuftt.."
"Kak.." Jisoo mengangetkan Limario dengan berdiri di depannya.
"Apalagi?! Heh.."
"Jangan buat Rose seperti Ibu ya."
"Jangan ingatkan itu padaku!"
"Berjanjilah.." Jisoo memalingkan wajahnya.
"Aku janji." Adiknya pergi lagi. "Kalau dia datang lagi, aku lempar pakai sapu." ia meraih sebuah sapu di dekatnya dan bersiap-siap jika Jisoo datang lagi. "Aku berjanji, tak akan membuat istriku seperti Ibu. Aku tak akan melakukan kesalahan Ayah." Limario jadi teringat akan kejadian itu, saat Raja Theo menggunakan ramuan daun Elverdale untuk sang Ibu, tapi malah merenggut nyawanya. Tak semua yang diberikan ramuan akan mendapatkan hasil yang baik, hidup abadi atau meninggal seketika, Limario tau betul akan itu, tapi melihat Rose mulai tua termakan usia? Dia belum siap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal Love
Fantasy[MATURE CONTENT] [PRIVATE AVAILABLE] "Kau tau jika mereka tidak bisa bersatu?"