Pagi sekali, shubuh pun belum terdengar adzannya. Mereka pun menaiki taksi menuju stasiun Sudirman Baru, Iham dan Anin ingin mencoba naik KRL Railink Bandara. Anin pun juga penasaran dengan KRL Bandara di Jakarta.
Sesampai di stasiun Sudirman Baru, Anin memesan dengan kartu debitnya dan membayar dua kursi, setelah mereka mendapat tiketnya, Iham dan Anin menempelkan tiketnya ke gerbang pintu masuk. Sistemnya sangat canggih layaknya di perkeretaapian Jepang. Jam 5 pagi, kereta pun akhirnya tiba. Iham bingung mengapa pagi-pagi sekali ke Bandara, penerbangan mereka padahal pukul 9 pagi.
Ternyata Anin ingin sarapan di Bandara bersama Iham...
Iham : Kamu yakin mau sarapan di Bandara? Mahal loh harga makanannya
Anin : Gapapa, aku pakai kartu kredit punyaku, kamu aku bayarin.
Iham : Lah? Gapapa emang?
Anin : Iya sayang, gausah takut repot gitu.
Perjalanan menggunakan kereta Bandara cukup lama, dan keretanya pun sepi. Iham dan Anin memilih duduk di kereta 4 yang kosong. Tidak ada siapapun. Hanya mereka berdua. Anin heran mengapa KRL Bandara sangat sepi. Iham mencoba untuk tidak berpikir aneh-aneh disaat kondisi sepi. Tapi Anin malah selalu senyum-senyum sendiri. Iham mulai berfirasat, sikap mesumnya Anin mulai muncul.
Iham : Hayoo mikir apa kamu.
Anin : Eh ketauan :3
Iham : Udah ih, ada CCTV tau.
Anin : Iyaa iyaa, wkwk.
Anin tetap saja iseng, mengelus tangan Iham. Tetapi Iham membiarkan Anin leluasa memegang badannya. Namun seketika, Iham tak berekasi. Iham memiliki firasat yang buruk, Iham teringat omongan Anin saat pertama kali ia menembaknya. Anin berbicara tentang tipe yang diinginkan oleh orang tuanya. Yang Anin sebutkan saat itu, adalah jauh dari fisik Iham. Orang tuanya menginginkan seorang pria berprofesi Pilot, bukan masinis. Namun Anin tetap memaksa agar Iham tidak takut dengan omongan tersebut. Iham terus berpikir, apakah akan diterima atau dipulangkan dari Palembang?
KRL Bandara pun tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka langsung mengambil tas mereka lalu bergegas untuk boarding di terminal 3. Anin mengobrol biasa dengan Iham, walau Iham masih kepikiran tentang omongan orang tuanya Anin. Mereka pun mencari restoran untuk sarapan terlebih dahulu.
Waktu begitu cepat, Iham dan Anin sudah berada di dalam pesawat untuk terbang ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Karena pikiran tadi masih terbawa, Iham akhirnya memejamkan matanya dan tertidur. Anin pun juga ikut tertidur karena kelelahan.
1 jam berlalu, mereka pun terbangun karena pesawat sebentar lagi akan mendarat. Akhirnya pesawat pun mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Iham dan Anin setibanya di Bandara langsung menaiki taksi di lobby menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah Anin, mereka sudah disambut kedatangannya oleh keluarga Anin.
Iham begitu mati gaya saat bertemu dengan keluarganya Anin di depan mukanya. Ayahnya Anin pun akrab mengajak Iham untuk mengobrol. Setelah Iham masuk ke rumahnya Anin, ia membereskan barang-barangnya. Karena sangat kelelahan, Iham melanjutkan tidurnya. Orang tuanya Anin akan menanyakan banyak hal tentang Iham.
Di sore hari, Iham bersiap untuk shalat maghrib berjamaah, dan kali ini Iham yang akan menjadi imam shalat berjamaahnya. Tanpa ragu, Iham pun maju setelah ia wudhu. Usai shalat berjamaah, Iham tak beranjak dari tempatnya.
Ayah : Iham, kenapa kamu disitu terus? Ayo ham, makan dulu sekeluarga.
Iham : Iyaa pak, makasih banyak, saya nunggu shalat Isya.
Ayah : Kamu yakin ngga makan dulu? Yaudah, kalo mau makan nanti tinggal bilang. Oiya, setelah shalat isya, nanti saya dan istri saya mau tanya-tanya tentang kamu.
Iham : Baik pak.
Iham semakin deg-degan, Iham berharap diterima, namun jika tidak mungkin sebuah takdir. Iham kembali menanamkan prinsip barunya lagi. Jika ia tidak diterima, esok pagi ia akan terbang ke Jakarta sendirian, dan ia berhenti untuk mencari cinta sementara.
Singkat waktu, mereka selesai melakukan ibadah shalat Isya. Iham pun berkaca, ia harus terima apa adanya tentang keputusan yang dibuat oleh orang tuanya Anin. Bismillah...
Saat sudah di ruang tamu, Anin ternyata tidak boleh duduk di samping Iham. Dan ia duduk di tengah kedua orang tuanya, dan disamping itu pula ada kakak dan adiknya.
Ibunya Anin mulai menanyakan profesi Iham, lalu Iham menjawabnya demikian. Semua terdiam, Anin menunduk. Dan setelah itu ibunya bertanya berasal darimana, Iham menjawab Jakarta. Pertanyaan terakhir yang membuat Iham akhirnya harus pergi dari rumah Anin adalah saat bapaknya menanyakan keturunan dari Iham. Iham menjawab dirinya keturunan Jawa.
Keluarganya diam, tidak bisa menjawab. Bapaknya pasti marah kepada Anin karena salah memilih cowok. Akhirnya Iham bicara untuk terakhir kalinya kepada Anin.
"Bapak. Saya tau saya bukan tipe yang diinginkan Bapak dan Ibu. Saya rasa tidak pantas untuk ada disini kembali. Saya tau apa yang diinginkan ibunya Anin. Tapi saya jujur, Anin yang memaksa saya untuk menjadi pacarnya. Walaupun Anin sudah menjelaskan kriteria yang diberikan sama kalian, tapi saya sejujurnya ingin mundur, tapi dipaksa untuk menjadi pacarnya. Yaa, harus gimana ya pak, bu. Saya mau beres-beres ya pak, malam ini saya terbang ke Jakarta.
Anin, terima kasih udah jadi pendamping aku selama 1 tahun. Semoga kamu dapat pendamping yang lebih baik ya."
Iham pun mengambil tasnya, dan langsung meninggalkan rumah Anin. Keluarganya masih saja diam melihat Iham. Anin yang menahan tangis tidak bisa beranjak, seakan dirinya sudah tidak bisa bergerak. Ibunya Anin dengan tatapan tajam dan seperti emosi, berubah sedih saat Iham meninggalkan rumahnya Anin... Iham melihat reaksi keluarganya Anin adalah penolakan, namun mereka tidak ingin membuat keributan seperti mengusir atau teriak.
"Yaa, takdir ya ham. Hidup gua banyak rintangan. Dulu gua diracunin, eh sekarang malah ditolak lamaran sama mertua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Railwars Season 3 : Love and Work (Cinta dan Pekerjaan)
RomanceKecelakaan KA 100 Malabar yang menimpa Iham dan Raihan membuat semua ketar-ketir menghadapi semua masalah yang dihadapi mereka. Raihan selamat, Iham tak ada kabar. Namun tanda-tanda Iham selamat pun masih ada. Anin, pacar Iham gelisah karena mendeng...