Bab 32

1.5K 73 12
                                    

Dani memandang nanar makanan yang ada didepannya, setelah bertemu dan berbincang dengan gadis yang tak sengaja ditemuinya, gadis itu bernama Lia, adik kelas yang memiliki nasib hampir sama dengannya. Bedanya, gadis itu telah banyak berkorban namun pengorbanannya sia-sia. Dani sungguh iba, begitu mirisnya hidup Lia.

Sekalipun dia berpikir suatu saat Lia akan mendapat kebahagiaan baru, namun Lia berpikir ke sudut pandang yang lain. Gadis itu bercerita padanya, dia mengaku pernah mempunyai niatan untuk mengakhiri hidupnya. Dani yang mendengarnya cukup kaget, karena itu adalah hal terakhir yang ada dalam pikirannya. Sehancur hidupnya, mengakhiri hidup adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Tuhan dan merugikan diri sendiri.

Hidup itu hanya sekali, jadi jangan disia-siakan!

Dani menghela nafas beratnya, dia mengaduk-ngaduk makanannya tanpa berniat memakannya. Pikirannya berkelana jauh, menembus setiap menit yang dia habiskan disekolah tadi. Setiap kata yang terucap dari bibir Lia, setiap tangisan air mata tidak luput dari pandangannya. Begitupun dengan ingatannya yang menyimpan dengan baik momen itu.

Jemmy yang ada didepannya meletakkan sendok dan garpu nya, menghentikan aktivitas makannya melihat Dani yang terus melamun membuat Jemmy menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Makanannya gak enak?"

Dani tersadar dari lamunannya, saat ini mereka sedang makan di sebuah foodcourt yang ada di kawasan mall tak jauh dari rumah Dani. "Nggak, makanannya enak kok."

"Terus, kenapa cuman diaduk-aduk gitu makanannya? Kamu mau pesen yang lain? Biar aku pesenin," tawar Jemmy dengan perhatiannya yang tulus. Tercetak jelas kekhawatiran dimatanya.

Dani menggeleng pelan. "Gak usah, makanannya beneran enak kok." Ucap Dani meyakinkan lalu tersenyum.

Jemmy menghela nafasnya. "Kamu Kalo ada masalah cerita aja, gak usah malu-malu. Inget, aku pacar kamu loh."

Dani menautkan jari-jarinya, dia menunduk mulai menimbang-nimbang apakah dia harus menceritakan semuanya pada Jemmy. Karena sesungguhnya dia masih ragu. "Se-sebenernya...sebenernya," Dani berucap ragu-ragu. Entah kenapa dirinya mendadak jadi gugup.

Jemmy menaikkan sebelah alisnya menunggu kelanjutan kalimat yang akan diucapkan Dani dengan sabar. "Sebenarnya kenapa?"

"Sebenernya aku tu...," Dani memandang sekelilingnya dengan gugup, jari-jarinya saling meremas.

Jemmy duduk disebelah Dani, menyentuh dagunya lalu menuntun Dani untuk memandang ke arahnya. "Sebenernya kamu kenapa hm? Coba cerita, mungkin aku bisa bantu. Jangan sembunyikan masalahmu sendiri, cobalah lebih terbuka."

Dani kembali menunduk untuk mengambil nafas dalam-dalam lalu mendongak lagi menatap lurus ke manik mata Jemmy.

Tiba-tiba perkataan Diaz yang dilontarkan untuk Lia di gudak tadi terlintas di kepalanya. Manik mata Jemmy... Disana ada ketulusan yang terpancar amat sangat jelas membuat hatinya sedikit bergetar. Sebenarnya apa yang sedang dia rasakan? Kenapa ketika melihat manik mata itu dia merasa seakan terhanyut kedalam dunia Jemmy? Bahkan diperlakukan dengan lembut seperti tadi membuatnya merasa nyaman. Kenapa jadi bimbang? Sebenarnya hatinya ini untuk siapa? Tertuju untuk Diaz atau Jemmy? Kenapa seakan perasaannya sendiri mempermainkannya?

Dani menangis memikirkan itu semua, bukannya cengeng. Tapi dia kesal, kenapa harus begini jadinya.

Jemmy menarik Dani kedalam pelukannya, mengelus pelan punggung pacarnya yang rapuh itu. Sesekali mendaratkan kecupan dipuncak kepala Dani.
"Tak apa Kalo kamu gak mau cerita, tapi yang pasti aku bakalan selalu ada disamping kamu. Jdi jangan takut sendiri, aku sayang sama kamu."

***

Ody mencengkeram baju mamanya, dia memandang mamanya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Ody menggeleng samar seolah mencegah mamanya untuk tidak terbang ke Singapura meninggalkannya sendiri. "Mama yakin mau terbang kesana tanpa Ody?" Tanyanya untuk yang kesekian kalinya.

DALOVA : Bestie Vs Posessive BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang