Part 4

565 52 0
                                    

Udara musim gugur ini cukup dingin yang cukup menusuk di kulit. Orang-orang yang berjalan terlihat banyak yang menggunakan mantel tebal untuk menutupi tubuh dari angin musim gugur. Dengan langkah agak cepat Eunji menuju apartemennya dengan membawa dua gelas kopi yang ia bawa setelah mampir di kafe milik Hye-Sun. Entah kenapa hari ini ia ingin membeli dua kopi untuk di bawa pulang.

Beberapa menit kemudian ia telah sampai di depan apartemen. Lampu depan sudah menyala. Ia segera menaiki undakan tangga ke lantai dua, sebelah tangannya ia masukkan ke saku mantel untuk menghindari dingin. Tiba di lantai 2 ia dapat melihat nyala lampu dari kamar 201 yang dekat dengan tangga. Ia belum pernah bertemu dengan penghuni baru kamar tersebut sejak hampir dua minggu ia pindah ke kamar tersebut. Menurut Soo-Hee, teman satu apartemennya penghuni kamar tersebut biasanya bekerja sampai jam 10.00 malam. Memang mereka belum bisa bertemu karena Eunji biasanya sudah tidur sebelum jam 10.00 malam.

"tumben sekali lampunya menyala, bukankah ia biasanya bekerja sampai malam" gumam Eunji ketika melewati kamar 201. 'Klik' kunci pintu kamarnya terbuka, Eunji meraba dinding dekat pintu untuk menyalakan lampu. Namun lampu kamarnya tak kunjung menyala.

"ah, kenapa harus mati lampu sekarang" keluh Eunji. Ia beranjak keluar ingin meminta bantuan pemilik apartemen untuk mengganti lampu. Langkahnya terhenti di belokan menuju tangga. Ia baru ingat bahwa paman pemilik apartemen dan keluarganya sedang pergi ke Jeju menghadiri pernikahan saudaranya. Ia berbalik lagi dan langkahnya kembali terhenti di depan kamar 201. Dia ragu apakah harus meminta bantuan pada penghuni kamar ini, dia juga belum mengenalnya. Ia tidak tahu ia pria baik-baik atau bukan.

"apa aku harus meminta bantuan penghuni kamar ini. Bukankah dia pria?, pasti dia dapat menolong untuk mengganti bohlam lampu. Lagipula aku juga belum pernah bertemu dengannya, mungkin ini awal untuk perkenalan, sebagai tetangga bukankah harus begitu" pikirnya sekarang

Dengan sedikit keraguan ia mulai mendekat ke depan pintu. Tangannya sudah terangkat sebelah untuk mengetuk pintu dengan sedikit menggigit pinggir bibirnya. Sepersekian detik kemudian ...

Tok..tok..tok..

Tak ada jawaban dari dalam. Ia ragu apakah orang itu tidak mendengar ketukannya karena pelan. Ia berniat mengulangginya. Namun terlihat bayangan seseorang medekat ke arah pintu dari dalam. Terdengar pintu terbuka dan terlihat pria yang lebih tinggi darinya berdiri di depannya. Ia sedikit kaget begitu melihat wajahnya. Respon yang sama juga ditunjukkan pria yang berdiri di depannya. Matanya agak menyipit dan ia menarik sedikit kepalanya ke belakang.

****

Kyungsoo baru saja keluar dari coffe shop Hye-Sun. Ia harus mengantarkan pesanan kopi ke salah satu perusahaan fashion designer. Hye-sun bilang perusahaan tersebut sudah menjadi langganannya cafenya. Ia tidak mengenakan seragam cafe karena dia ingin langsung pulang setelahnya. Ia tak lupa membawa kameranya. Kamera yang merupakan satu-satunya barang kenangan dari appa-nya.

Kyungsoo berjalan menuju apartemennya. Dia tidak turun di halte bus biasanya yang dekat dari kafe Hye-Sun. Ia turun agak jauh dari halte seharusnya, ia ingin berjalan-jalan dahulu sembari menuju coffe shop. Dengan tas pinggang kecil dan kamera yang ia tenteng di tangan kanannya, ia berharap dapat menemukan objek yang bagus untuk kameranya hari ini.

Bebrapa anak yang tengah asyik bermain di taman bermain menarik perhatiannya. Wajah polos dan keceriaan mereka terlihat alami di kamera. Menampilkan bahwa menjalani kehidupan dengan apa adanya adalah lebih indah dari pada berpura-pura menjadi orang lain. Daun-daun pohon maple yang sudah menguning dan mulai berjatuhan tak luput juga dari jepretan kamera Kyungsoo.

Matahari sudah mulai akan terbenam. Sinar warna jingga mendominasi langit. Kini Kyungsoo sudah berada di seberang jalan coffe shop. Ia berada di taman yang ada di depan coffe shop. Ia hendak menyebrang, tetapi tertahan ketika ia merasa ada obyek yang menarik hatinya. Kamera ia angkat lagi dan mulai memotret.

Missing DongsaengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang