Di kelas.
Dengan malas menopang dagu dengan botol mineral di atas meja. Baru saja merasa ketenangan saat Pak Kalkulator tidak memasuki kelas, alhasil ulangan hari ini ditunda sampai minggu depan. Pak Kalkulator hanya julukan dari kami, nama aslinya Pak Gunawan, karena Pak Gunawan berpedoman pada Kalkulator, selalu mencari angka di kalkulator meski hanya 5×5.Ketenanganku buyar seketika. Saat Celia mengoceh panjang lebar tentang DRAKOR yang ditontonnya semalam. Hal-hal yang berbau Korea aku suka, tapi tidak seekstrim Celia. Mendengar ocehan drakor dari mulut ke mulut apalagi dari mulut Celia, sungguh membuat kepalaku puyeng melebihi soal ulangan Matematika dari Pak Kalkulator.
Aku menanggapi Celia dengan mengangguk-angguk malas. Andai tidak lupa membawa handset, aku akan menyumbat telingaku kuat-kuat.
"Pokoknya loe harus nonton! Nonton lima kali berturut-turut, nggak bakal bosan, malah makin ketagihan."
Kupingku benar-benar jenuh dibuatnya.
"Dramanya romantis banget loh, Wa! Apalagi pas Nam Joo Hyuk...."
Kriing... Kriiing...
Bel istirahan berbunyi. Jiwaku bergembira hebat. Inilah waktu yang ditunggu-tunggu. waktu untuk menghindar dari ocehan unfaedah Celia. Aku bangkit dari duduk, terus berjalan tanpa peduli Celia yang masih berkomat-kamit.
Celia melengking, memanggilku yang terus melangkah.
"Najwa...!!"
"Najwa... Tungguin gue," panggilnya setengah berlari.
"Kok ningalin gue, sih? Gue kan belum kelar cerita!" Kini Celia bersisian denganku.
"Aku lapar, Cel!"
"Lapar sih lapar, tapi nggak ninggalin gue kali."
"Aku beneran lapar tau. Seharian nggak makan nggak minum, tapi nggak puasa."
''Lah, kenapa? Loe diet!?"
"Lagi nggak napsuan!"
"Tumben nggak napsuan? Biasa soal makan nomor satu."
Aku memicing. Benar apa yang dikatanya. Soal makan memang nomor satu, tetapi bukan yang utama. Badanku rada-rada berisi, tapi gak gendut, gak kurus juga, dan aku juga terbilang mungil.
Sesampainya di kantin.
Aku memesan nasi goreng sedangkan Celia, Bakso. Setelah mengambil pesanan. Kami mencari tempat duduk, kebetulan kantin belum terlalu ramai, jadi bisa leluasa memilih tempat duduk.Tak lama kemudian, Kantin mulai dipadati.
Baru beberapa suap aku menyendok, suara bising terdengar memenuhi seluruh pelosok kantin.
Tak lain, kemunculan Roy beserta Genknya membuat suasana kantin yang awalnya seperti pasar ikan, semakin tambah menjadi pasar segala pasar.Kulihat dalam kelompoknya ada tiga cewek yang tempo hari kulihat di Bioskop. Diantara mereka ada yang berjalan sambil memelintir rambut dengan telunjuknya, ada yang mengemut lolipop sambil bergaya, dan satu lagi berjalan sejajar dekat dengan Roy. Menurutku diantara mereka, cewek yang berjalan sejajar dengan Roy yang paling cantik dan menonjol.
Dengan angkuhnya, mereka berjalan lurus ke etalase. Semua murid yang mengantri menoleh ke arah mereka.
"Kalian semua, minggir!" ucap cewek yang sejajar dengan Roy tadi.
Tanpa kata bantah sepatahpun, mereka menyingkir begitu saja.
Pemandangan itu benar-benar membuatku geram. Coba saja kalau aku yang berada diantrian sana, aku bakal membantah. Seenak jidat main serobot aja, kalian pikir, kalian siapa!? Antri dong, antrinya di belakang bukan di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuek & Pendiam
Teen FictionYang satu Cuek, dingin, irit bicara, acuh tak acuh. Yang satu lagi Pendiam, pemalu, lugu nan polos. Apa jadinya jika mereka berdua terikat suatu hubungan ??? Hubungan pertemanan ...!! Bukan !!! Tetapi lebih dari sekedar teman. Tepatnya hubungan 'Pa...