30. C&P

16K 859 39
                                    

Usai bernyanyi. Bafid band kembali beristirahat di tempat yang sedang kududuki.

Belum lama mereka minum-minum, serta bercakap mengenai kesuksesan lagu yang dibawa tadi. Seorang pria umuran kepala tiga menghampiri.

"Selamat malam!! Apa boleh saya ambil waktunya sebentar."

Kami berlima serentak menoleh.

"Malam!!" balas kami bersamaan.

"Boleh! Silahkan duduk, pak." Zidan mempersilakan dengan ramah.

"Tidak mengapa ... Saya tertarik kepada band kalian. Jika berkenan, apa kalian berminat nyanyi di tempat saya juga."

"Wieh, menang banyak-menang banyak," cerocos Indri, pelan. Martin si pianis yang satu band dengan mereka terus menyikut Indri.

"Dengan senang hati, pak, tapi..."

"Ini ada kartu nama, dan tempat yang nantinya akan kalian tampil ... Jika berminat, hubungi  secepatnya," potong Bapak itu, sepertinya sedang terburu-buru.

"Hm, baik pak." balas Zidan.

"Jika demikian, saya permisi dulu." Bapak yang terlihat mapan nan awet itu beranjak meninggalkan kami.

"Anjir, ngomongnya formal betul. Pasti orang pejabat, nih," celetuk Indri dengan gerakan was-was mengikuti jalannya si bapak mapan yang hampir menghilang di balik pintu keluar.

"Hmm..." dehem Zidan membetulkan. "Dilihat dari kartu nama plus tempatnya ngak ada yang salah. Gue sempat berandai-andai, sih bisa nyanyi disini..."

Indri penasaran, ia tak tinggal diam seketika menarik kartu itu dari tangan Zidan, lalu berebutan bersama anak band lain hingga tercipta peperangan kecil.

Namun, kericuhan mereka tetiba terhenti berkat suara seseorang yang menghampiri kami, lagi.

"Bagus ... Seru, ya. Yang habis dinyanyiin!!"

Kami berlima menengadah, terdiam beberapa menit.

Diantara kami semua yang paling terhenyak itu aku. Sindiran orang ini mengarah padaku, lebih-lebihnya lagi orang ini adalah orang yang tadi sore kuhubungi tidak tersambung-sambung. Tiba-tiba malah berada disini.

Indri melongo sebentar. "Weeh!! Ada bapak wali kelas gue," teriak Indri beranjak dari duduknya. "Sini, pak silahkan duduk," tambah Indri menarik kursi yang diduduki olehnya tadi, dan itu berada di sebelahku.

Tanpa merespon apapun Roy menduduki saja. Aku sedikit bingung dengan tingkah dinginnya kali ini.

Indri yang awalnya didekatku, kini mengambil duduk disamping Zidan.

"Bapak mau pesan apa," tanya Indri, menatap Roy.

Sekilas, Roy melihat pesananku, lalu menjawab, "Ngak usah."

"Ooh oke ... Bapak udah lama di sini?" Saat ini hanya Indri saja yang mengajaknya bicara.

"Lumayan."

"Bapak-bapak!! Loe sarap, ya?" Martin menoyor. Melihat Indri dan Roy bergantian. "Kelihatan lebih tua loe dari dia."

"He elah ... Loe kagak tau ya. Dia ini wali kelas gue."

"Haa???" Terpancar raut kebingungan pada Martin. Kemungkinan dia belum tau seluk beluk guru pengganti di sekolah, sama seperti aku sebelumnya. Tanpa memberi penjelasan, Indri membiarkan saja si Martin berfantasi dengan pikirannya.

Dengan sengaja. Aku mencoba menatap mereka satu persatu, mencari tau, takut-takut kedatangan Roy mengganggu perkumpulan Band mereka. Yang kudapati mereka biasa-biasa saja tanpa menyiratkan kata penggangu, tapi saat mataku menangkap Zidan, lelaki ini memasang wajah tanpa ekspresi ke arah Roy, sesekali ke arahku.

Cuek & PendiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang