UJIAN TINGGAL MENGHITUNG HARI.
Begitulah, kata-kata yang ditempel pada mading sekolah.
Berhubung kali ini ujian kenaikan kelas. Aku memutuskan untuk fokus pada satu tujuan. Sedang masalah hati ke hati antara Roy, dan Zidan. Dengan penuh minat, kubelakangi saja.
Bahkan, tetiba jam istirahat. Aku dan Ilham lebih memilih ke perpustakaan dibanding ke kantin, seperti yang lain.
"Wa, kita duduk pojokan yok."
Aku memandang Ilham. Dengan maksud, menunggu sambungan pembicaraanya.
"Biar kita ngak ketahuan bawa cemilan ... Toh, di sini dilarang makan."
Aku menyungging. "Yok, lah. Setuju bat aku."
Di meja yang tak terlalu besar dengan tiga buah kursi, menjadi tempat kekuasaan kami. Aku dan Ilham duduk bersebelahan yang di tengah-tengahnya ada kursi yang fungsinya tempat cemilan kami berada.
Kenapa cemilannya di bawah? Karena bila di atas meja, kami akan ketahuan, dan terkena denda.
Sekali-kali, dengan cara diam-diam tentunya. Kami mencomot cemilan, lalu menutup wajah dengan buku, biar tidak ketahuan sedang mengunyah.
"Ham, ajarin aku, dong."
"Ajarin apa?" Ilham yang sedang membaca melongokan kepala ke arah bukuku.
"Ini, matematika."
Ilham mengambil sebatang pensil, kemudian mulai menjelaskan mata pelajaran yang isinya kode-kodean berupa angka, pembagian, penambahan, tanda kurung, tanda petik, dan masih banyak lagi tanda-tanda yang tak terlalu kupahami kegunaannya.
Otakku saat itu amat encer. Apapun yang dijelaskan Ilham mudah dimengerti. Sialnya, sedang seru-serunya belajar malah diganggu oleh iblis terlaknat.
"EH, BRENGSEK LOE ... DASAR BAJINGAN."
Aku dan Ilham terkejut mendapati seseorang menarik kasar buku yang sedang kami pelajari, di hempasnya buku itu ke lantai.
Dari nada bicaranya. Aku tau pemilik suara ini ... Jennie.
Dia tidak sendiri. Di belakangnya ada Mona dan Cindy.Sepertinya sedang terjadi sesuatu!!
Ketika aku hendak berdiri. Jennie dengan bringasnya menjambak rambutku, membuatku refleks berteriak.
"Apa-apaan, nih?" Ilham turut bangkit dari duduknya, memindahkan tangan Jennie yang menjambakku hingga terlepas. Ternyata kekuatan Ilham patut diacungi.
Kepalaku berdenyut-denyut tak karuan, tetapi Jennie kembali menyerang dengan kata-kata.
"Dasar tukang ngadu ... Mati aja sana. Benci banget gue sama loe."
Suasana semakin mencekam. Seluruh pengunjung perpus harap berjalan kemari. Mencari tau gerangan apakah yang sedang terjadi.
Kedua temannya mencoba melerai saat mengetahui petugas perpustakaan mendekat.
"Udah, Jen. Nanti aja ... Disini bukan tempat yang pas."
"Liat tuh. Semua pada kepo."
"Kita pergi aja yuk."
Dengan amarah yang masih mengebu. Jennie terpaksa menuruti temannya.
Sesaat suasana berjalan normal. Walau masih ada beberapa pasang mata yang mengarah. Ilham pun tak segan meminta maaf pada petugas.
"Loe ngak pa-pa?" tanya Ilham, memastikan. Dia memegang bahuku pelan.
"Kepalaku, Ham."
"Hm, tenang. Nanti gue beliin koyo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuek & Pendiam
Teen FictionYang satu Cuek, dingin, irit bicara, acuh tak acuh. Yang satu lagi Pendiam, pemalu, lugu nan polos. Apa jadinya jika mereka berdua terikat suatu hubungan ??? Hubungan pertemanan ...!! Bukan !!! Tetapi lebih dari sekedar teman. Tepatnya hubungan 'Pa...