After Rain - Chapter 15

222 11 1
                                    

Elang menatap ambang pintu ruang musik yang masih juga belum ada yang masuk. Dicky Prasetya. Cowok itu sudah setuju akan menemui Elang di ruang musik. Satu jam Elang menunggu, tapi cowok itu belum juga menemukan Dicky.

"Sorry gue telat! " kata Dicky diambang pintu. Cowok itu tampak berantakan. Baju eragam yang dikeluarkan, kancing terbuka yang menampakkan kaos hitam yang ia pakai, dan tas yang hanya ia cangklongkan satu di pundak.

"Iya, " kata Elang dengan santainya ia berdiri dari kursi piano. Mendekati Dicky yang masih berdiri di ambang pintu.

"Gue minta maaf, gue emang ada sama Refina waktu itu, tapi please. Percaya sama gue gue bukan pembunuh dia. Gue di keroyok preman waktu itu, dan lo tahu jantung gue. Gue gak se sehat kalian, " kata Elang. Dicky diam. Sama sekali tidak menanggapi ucapan Elang.

"Dicky, gue mohon. Percaya sama gue. Maafin gue Dick. " kata Elang memohon. Dicky mengangguk pelan.

"Akan gue coba. " katanya singkat dengan nada tinggi lalu pergi begitu saja. Elang diam mematung. Menatap pintu ruang musik yang tadi ditutup Dicky dengan kasar. Degup jantungnya serasa tak beraturan. Dadanya sesak tak terkira.

Ia tidak biasa di bentak. Ia tahu pasti, wajahnya sekarang pasti sudah mulai memucat. Diikuti napasnya yang mulai naik turun.

####

"Gue gak suka lihat lo murung kaya gini Gina, apasih yang bikin lo kaya gini? " tanya Arin yang mencoba menginterogasi Regina.

"Gue gak kenapa-napa, Arina. Udah berapa kali gue---"

'Dug'

"Apaan tuh? " tanya Arin pada Regina yang ada di sebelahnya.

"Gatau, tapi kayaknya orang jatoh, " kata Regina pelan. Mereka celingukan mencari sumber suara. Dan Regina curiga dari ruang musik.

Dengan langkah pelan ia mendekati ruangan itu. Membuka handle pintu perlahan. Setelah terbuka Regina melongok ke dalam dan di kejutkan dengan Elang yang tergeletak di lantai dengan napas naik turun.

"Yaampun! Elang!! " kaget Regina yang langsung membawa kepala Elang ke pangkuannya.

"Lang!! Lo tenang, ambil napas, buang, ambil napas, buang, " suruh Regina pada cowok itu. Elang mencobanya.

"Obat gue, tolong ambilin obat gue, " kata Elang dengan tersenggal-senggal. Regina bingung sendiri.

"Dimana? " tanya Regina lagi, Elang menunjuk tasnya yang tergantung di kursi piano.

"Rin, tolong ambilin. Cepetan!! " suruh Regina dengan suara panik.

"Telen cepet!! " kata Arin pada Elang. Elang segera menelan beberapa butir obat miliknya. Lalu berusaha bangun.

"Lo perlu gue anter pulang? " Regina menawarkan bantuan pada Elang, tapi cowok itu menggeleng pelan.

"Gue bawa motor, "

"Biar lo gue boncengin, nanti biar Arin yang bawa motor gue. Gimana? " kata Regina lagi.

"Ayolah, lo aman kok sama kita. Gue khawatir lo kena serangan lagi, " kata Arin akhirnya. Elang mengangguk pelan.

"Yaudah, gue mau. " Elang merogoh saku celana birunya. Menyerahkan kunci motornya pada Regina. Yang langsung di terima cewek itu dengan senang hati.

####

"Mama... Ma.. Mama.. "

Dani menatap Nathan yang meracau memanggil Mamanya. Mata cowok itu terpejam. Pasti suhu badannya meningkat lagi, makanya Nathan mengigau lagi.

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang