Terlelap, memejamkan mata tanpa memikirkan penyebab kegelisahan. Melewati dentingan waktu seiring detak jantung, mulai terbuai malam yang terasa panjang tanpa tau begitu gelap dingin dan sunyi diluar sana,telah merasuk dalam pikiran tanpa permisi, terbesit yang belum lama telah meninggalkan bagian dari angan. Ia telah pergi dengan meninggalkan potongan-potongan kisah yang berserakan tak bertuan. Terbangun dengan sesak tanpa sebersit senyuman hilang ditelan waktu. Sampaikan itu dilautan lepas, karena hanya laut yang akan menerimanya.
Ketika sebuah rindu yang mulai membuncah dalam rongga dada kedua manusia. Tak peduli apa itu etika. Ketika jari jemari saling bertautan takkan bisa terlepas tanpa keputusan kedua belah pihak. Ketika dawai kalimat sudah tak berlaku sentuhan yang memberikan arti dari isyarat. Jangan pernah membicarakan ujung jika belum mengawali langkah. Langkah yang berusaha menoreh jejak, biarkan. Biarkan membekas, suatu saat akan menoleh kebawah untuk menceritakan kisah. Tiada yang perlu disalahkan. Ini soal hati, hati yang memilih, hati yang memberi kasih dan hati yang terkadang mengubah kerasnya hati seseorang menjadi lunak.
Aku akui aku bisa menjadi orang lain dalam satu waktu aku bisa merubah diri sendiri menjadi orang yang bukan aku.
Aku akui aku munafik, iya ketika aku egois. Egois mencintaimu. Biar. Biarkan aku tak peduli karena ini soal hati.
Namun bila tak ku miliki aku pahami itu, karena aku seorang wanita dan kamu seoarang wanita.
Aku mengerti tak usah kau jelaskan lagi. aku tak kan memikirkannya karena ini masih menapaki kita belum bertemu ujung.
Ujung yang tidak dapat diganggu gugat.
Ujung yang aku tidak dapat menggenggamnya.
Ujung yang syarat. Karena bagiku untuk saat ini TANPA BATAS.
Iya hanya untuk saat ini.
Dia bisa saja menjadi gila karena mengatas namakan cinta. Beruntungnya dia mampu untuk berfikir. Narra yang malang. Disaat dipertemukan dalam kondisi yang sebenarnya iya mampu kini harga dirinya memuncak. Tak akan mampu dia menyamakan hati dan pikirannya untuk saling bekerja sama.
“Bella...aku antar kamu kembali ke apartment mu ya. Kamu butuh istirahat” Narra berusaha menjadi sosok yang lain
“eemhh aku bisa pesan Taxi Online kok ga usah khawatir” mencoba untuk tidak membuat Bella merasa bersalah
Bella hanya diam menoleh Narra dan mengangguk tanda setuju.kemudian kembali menatap keluar jendela dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
“berhentilah.” tiba-tiba Bella membuka suara.
Suara yang cukup lembut yang siapa pun tidak akan memhaminya. Nada yang cukup sulit ditebak itu sebuah ancaman, himbauan atau menyuruh atau bahkan penawaran ( silahkan kalian eja sendiri praktekkan ).
Setelah memastikan aman dari lalu lalang kendaraan, Narra menepi disisi kiri jalan yang hanya ada pembatas trotoar dan adanya lampu yang redup cukup untuk menerangi sisi trotoar jalan. Jalan itu mirip jalan komplek hanya ada lampu penerangan jalan dan beberapa bangunan yang mirip ruko yang sudah tutup. Agak sepi namun ada beberapa kendaraan yang melintas.
Tiba-tiba Bella membuka pintu mobil dan keluar mengitari mobil dari depan. Seketika membukakan pintu mobil untuk Narra. Narra sudah siap menerima resiko apapun itu, entah diusir, dipaksa untuk turun dan dia akan mencari taxi atau bahkan dia akan menjawab sendiri...
“aku akan mencari taxi on...”
belum sempat menyelesaikan kata-katanya.
Ia hendak menginjakkan kaki kanannya ke aspal, Bella dengan lembut mencium tepat di bibir Narra yang saat itu akan keluar dari mobil dan mendongak ke atas karena posisinya masih duduk dibelakang kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Limits
RandomSemua ini masih tentang kamu... Iya kamu yang selalu jadi kemungkinan.... Mungkin kamu tidak menyadari besarnya rasa ini, rasa yang tidak dapat terucap karena aku seorang introvert. Mungkin kamu mengira aku orang yang frontal dan cara bicara yang ke...