Bab 32

1.5K 83 8
                                    

Hey yooo sahabat baper... mana suaranya #TimAle dan #TimAldo, sudah siap beper belum...

Jangan lupa komen, taburan bintang dan di follow ... Happy Reading...

Auxelia POV...

Aku belum percaya, setelah resmi menikah dengan Ale. Perlahan semua masalah keluargaku satu persatu dapat diselesaikan.

Sehari setelah menikah, rumah kami akhirnya bisa ditebus dari pihak bank oleh Ale. Seminggu berselang perusahaan Papaku mulai bangkit lagi dengan suntikan dana dari pak Hendrawan melalui kerja sama dengan perusahaan PT.Dirgantara.

Pak Hendrawan bahkan mengijinkanku untuk membantu perusahaan Papa. Kini aku dan Ale fokus untuk mengembangkan perusahaan Papa dari kebangkrutan, sementara Papa fokus memulihkan kesehatannya.

Aku sangat bersyukur setidaknya semua bisa berjalan lancar sejauh ini. tapi jangan pernah tanyakan tentang perasaanku. Aku dan Ale hanya sebatas partner kerja. Aku belum bisa menerimahnya sebagai partner hidup, entah sampai kapan. Yang jelas bukan saat ini.

Kami masih tidur terpisah. Dan memilih untuk tinggal di apatermen Ale dan kami pisah kamar semenjak keluargaku kembali pindah ke rumah yang sempat disita.

Aku dan Ale sangat kompak, bahkan gosip tentang kami merebak di perusahaan Papa dan di PT. Dirgantara sebagai pasangan yang sangat serasi. Dimana ada Ale disitu ada aku. Namun itu hanya tampak dari luar, karena masih ada luka yang belum bisa aku sembuhkan.

Aku menatap Ale yang begitu serius mengerjakan sesuatu di laptopnya. Malam ini kami memilih lembur di apartemen, membawa semua pekerjaan yang harus kami selesaikan.

"jangan diliatin terus nanti jatuh cinta". Suara berat Ale memecah kesunyian yang membuatku salah tingkah. Darimana dia tahu aku melihatnya, sedangkan matanya masih tertuju pada laptop.

"ehm kamu mau kopi nggak?". Tanyaku basa-basi. Ale mengalihkan pandangannya padaku menatapku dengan senyum yang menghiasi wajah lelahnya.

"maunya sih cinta kamu. Tapi karena masih sulit didapatkan yaudah kopi aja". Ale terkekeh, membuatku jadi kesal.

Semenjak menikah dengan Ale, hampir setiap waktu aku mendengar gombalan recehnya yang tidak berfaedah itu. Bukannya meluluhkan hatiku malah membuatku semakin muak.

Aku menyodorkan segelas kopi didepannya. Ale mengambilnya, menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia meneguk kopi itu. "nikmatnya kopi buatan istri. Yah walupun aku masih berstatus sebagai suami yang tidak dianggap olehnya". Ale terkekeh lagi. Dia menyindirku.

Ale masih mengira aku dan Aldo masih menjalin hubungan. Aku belum menceritakan sejujurnya padanya dan memang tidak ada niat untuk menceritakan semuanya. Biar saja, toh dia akan pergi jika sudah tidak tahan. Dan aku bisa melanjutkan hidupku dengan tenang.

"masih untung kopinya nggak aku tambahin sianida". Bukannya marah, Ale malah tertawa. Aku semakin kesal dibuatnya.

"aku rela kok mati ditangan kamu. Asalkan kamu bahagia, matipun aku rela". Ale tersenyum padaku yang kubalas dengan tatapan tajam. Lebih baik aku pergi tidur daripada mendengar gombalannya terus.

"Lia... ". Aku menghentikan langkahku menatapnya.

"pak Hendrawan memberikan hadiah paket honeymoon di Bali, kira-kira kapan mau pergi?". Ale mengedipkan matanya, tersenyum penuh arti.

Aku memonyongkan bibirku, mengangkat bahu. Kemudian pergi tanpa menggubrisnya. Itu pembahasannya yang tidak penting. Ale hanya menatapku dengan wajah sedinya.

CINTA PADA KESEMPATAN KETIGA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang