Jodoh? Ga mungkin.

1.4K 79 0
                                    

Aku melenggang memasuki kelas setelah mengucap salam. Pandangan mataku terhenti pada Arini. Dia berubah. Dia mengenakan hijab putih. Aku mendekatinya dengan rasa tak percaya, aku pikir dia akan mempertimbangkan dulu pendapatku kemarin. Tapi, ini?

Dia benar-benar ingin berubah.

"Aneh ya?"tanya Arini, aku menggeleng. Lalu sedetik kemudian aku segera memeluknya. Ya Allah, rasanya sangat bahagia karena sahabat yang kuingin bersama di surga akhirnya berubah. Terima kasih Ya Allah.

Saat aku melepas pelukan, ku dapati dia tersenyum lebar. "Aku udah mantapin hati bahwa aku akan berubah"

Aku ikut senang. Tapi di lain sisi, ada Adinata yang memandangi kami dari bangku belakang. Dia ngapain di situ? Oh, dia sedang bersama Daffa. Sedang membicarakan mata pelajaran mungkin.

Mataku kembali menatap Arini. Ia tidak melepaskan senyum nya dari tadi. Aku sangat bangga padanya. Tidak lama masuklah Bu Febi, guru Matematika, guru tergalak yang sangat ditakuti banyak siswa, terkecuali aku. Karena aku takut pada penciptanya, bukan orangnya.

Ia mengajar di kelas kami selama dua jam. Selama itu pula, aku melihat teman-temanku berusaha membuka mata mereka lebar-lebar. Padahal mata mereka sudah merah. Mereka menahan kantuk karena Bu Feby memiliki suara yang agak kecil ketika menerangkan.

Selepas Bu Febi, jam istrahat pun berbunyi. Aku segera melangkah ke perpustakaan. Dan Arini berada tepat di belakangku. Katanya, ia mau mengikuti apa yang akan aku lakukan selama itu di jalan Allah. Sebenarnya bisa saja dia ke kantin, tapi dia takut akan ketemu Farhan di sana.

Arini sudah move on, karena ternyata Farhan tidak benar-benar menyayanginya. Mereka putus kemarin dan kemarin juga Farhan jadian sama adek kelas bernama Dea. Ini semua sudah petunjuk dari Yang Kuasa.

"Pantes kamu suka di perpustakaan, padahal ada AC gratis"celetuknya. Aku hanya tersenyum kecil. "Tidak juga, soalnya di sini itu sepi dan tenang"

Ku lirik Arini yang mengangguk paham. Ia tahu, aku orangnya bagaimana. Aku cinta kedamaian. Aku tidak suka keributan. Tapi aneh saja kalo sama orang di sebelah rumahku, bawaannya pengen emosi terus.

"Gimana kalo kita ke Mall aja Syif? Di sana kan ada toko buku. Mumpung kamu suka sama Detective Conan"ujarnya sembari menatapku. Kami duduk berhadapan. Aku masih memegang Novel Detective Conan, sedangkan ia tidak memegang apapun.

"Benar juga sih. Oke kalo gitu, tapi kapan?"

Dia tampak berpikir.

Masalahnya kemarin kami diberikan tugas kelompok sama Bu Hariani, guru Bahasa Indonesia.

Kebetulan aku dan Arini berbeda kelompok. Aku kelompok satu dia kelompok dua. Sayangnya, orang yang aku berusaha untuk menjauh satu kelompok denganku. Ya, Adinata adalah anggota kelompok satu. Bagaimana caranya aku bisa menghindar kalo kayak begini? Tenang Syif, Allah bersamamu.

Aku bernafas lega kemudian.

"Gimana minggu depan aja, Rin?"

Arini mengangguk. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya. Aku agak jengkel melihatnya, ini kan perpustakaan seharusnya dia jangan sampai membuat keributan.

"Syif, ajarin aku ngaji dong"ucapnya sambil memperlihatkan layar ponsel nya kepadaku. Di sana ada aplikasi Alquran. Astagfirullah, aku benar-benar suudzon.

Dengan cepat ku tutup novel lalu kutarik dia ke Mushollah. Di sana aku mengajarnya mengaji. Sesekali ku cubit tangannya jika dia salah menyebutkan salah satu huruf hijayah.

"Shodaqallah hul'adzim"ucapnya lalu mencium Al-Quran. Setelah ia meletakkan kembali Al-Quran pada tempatnya, ia pun segera menghampiri ku dengan tatapan kesalnya.

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang