Perkara Hati (3)

1K 52 0
                                    

  Semalam, Pak Rezfan tiba-tiba diberi tugas mendadak oleh Lektor Kepala untuk menyelesaikan tugas di luar kota. Awalnya Pak Rezfan menolak, ia tidak mungkin meninggalkan aku sendiri di rumah dalam keadaan hamil.

  Tapi, sepertinya ada tugas penting sehingganya Pak Rezfan mau tidak mau harus melaksanakan tugasnya. Aku pun diantar ke rumah Ibu. Lumayan menenangkan di sini. Kebanyakan anak kecil semua.

  Mereka berlari, bermain, belajar, dan makan bersama. Senyum tak akan pudar melihat tingkah lugu mereka. Rerata umur mereka adalah tiga sampai delapan tahun. Kebanyakan dari mereka dititipkan dengan alasan ekonomi yang kurang. Tapi katanya Ibu, para orang tua itu tidak pernah datang untuk mengambil anak mereka, sesuai dengan perkataan mereka.

  Jahat sekali. Kenapa di saat pasutri lain kesusahan mendapatkan anak, malah para orang tua yang mendapatkan anak menelantarkan anak mereka. Kadang di jalan dan kadang di Panti Asuhan.

  Beruntung anak-anak itu mendapatkan kasih sayang dari Ibu. Ibu itu sikapnya penyayang, ia tidak marah melihat ada seorang anak atau balita yang menangis tanpa henti, ia bahkan bilang padaku bahwa ia bahagia melihat banyak anak-anak.

  "Kalo nanti, anak kamu sudah lahir, ibu akan ajari dia baca Al-Quran serta sembahyang sejak kecil. Agar kelak ibadah menjadi hidupnya, sehingga tanpa ibadah dia tidak akan mampu untuk hidup"

  Ucapnya seraya merangkulku di ruang tamu. Kini sudah jam sembilan malam, anak-anak itu sudah pada tidur semua.

  "Mati dong, Bu. Heheh"gurauku.

  "Kamu ih, omongannya itu dijaga, apalagi kalo sedang hamil"

  Aku mengangguk sambil terkekeh pelan. Kerutan di dahinya muncul ketika dia sedang marah.

  "Tapi kan Bu, kalo anakku sudah lahir, pasti yang duluan ajari itu Ayahnya"ucapku. "Tapi, kalo Ibu mau ajari anakku, aku mau kok, soalnya kalo Pak Rezfan yang ajari, entar kayak lagi ngasih materi ke anak Mahasiswa. Hahahah"

  "Kamu bahagia?"

  Aku terdiam sambil menatap Ibu yang melihatku sambil tersenyum tipis.

  "Iya, Bu. Syiffa bahagia bisa mendapatkan imam yang sangat baik akhlak maupun agamanya"

  "Bukan, maksud Ibu, tentang janin kamu"

  "Hm.. Iya, Bu, Alhamdulillah, Allah mempercayakan ruh di dalam perutnya Syiffa"

  "Alhamdulillah.."

  Kami pun saling memeluk dari samping. Layaknya seperti anak kandung bersama Ibunya.

  "Bu, aku yakin, Ummi pasti sedang tersenyum melihat Syiffa bisa bahagia bersama Pak Rezfan"

 

  💞

  Rezfan baru saja sampai di Bandara Soekarno Hatta pada pukul empat sore, ia sangat lelah, ia ingin pulang lalu tidur sambil memeluk istri tersayangnya. Padahal hanya dua hari meninggalkan Syiffa, tapi rindunya minta ampun.

  Baru saja, ia akan memasuki mobil yang diparkirkan di parkiran, seseorang memanggilnya. Bukan, bukan memanggil—lebih tepatnya, minta tolong.

  "Tolong!!!!"

  Rezfan menutup ulang pintu mobilnya sambil celingak-celinguk kanan kiri yang sudah sepi. Kejahatan mungkin saja terjadi pada tempat sepi. Rezfan berjalan mengikuti sumber suara.

  Didapatinya dua orang preman yang sedang sembunyi di balik dinding, mereka tertawa bahagia melihat seorang perempuan yang bajunya sudah koyak—bagian perutnya sudah terlihat.

  Rezfan emosi, ia tidak suka melihat perempuan dilecehkan. Ia pun menghampiri mereka sambil melayangkan tinju. Adu tonjok di antara mereka pun terjadi.

  Rezfan terkena bogem mentah di bagian rahang serta dada. Namun, ia sangat ahli bela diri. Dua orang itu kecil bagi dia. Jika dia bisa mengalahkan banyak preman waktu itu saat menolong Syiffa, kenapa dua ekor saja dia harus takut?

  Berakhir, kedua preman itu lari terbirit-birit. Rezfan yang masih agak capek menghampiri perempuan itu. Ia melepaskan jaketnya lalu memberikannya pada perempuan itu.
  "Lain kali harus hati-hati, Mba"ucapnya lalu memutar badan, hendak kembali ke parkiran.

  Rezfan kaget. Ia tiba-tiba dipeluk dari belakang oleh perempuan itu. Rezfan dengan cepat melepaskan pelukan tidak pantas itu. Lebih kagetnya lagi, perempuan itu tidak memakai jaket yang ia berikan.

  "Maaf, Mba. Kita bukan Mahram, jaga diri Mba, jangan seenaknya seperti itu. Pantas saja dua preman tadi nafsu ternyata—"

  Plakk!!!!!

  Rezfan memegang sudut bibirnya yang benar-benar sudah berdarah. Pandangannya teralihkan. Ia tidak mau melihat seorang perempuan terlalu lama.

  "Kalian laki-laki sama saja! Menjudge orang sembarangan! Pake ginian dipikir ga ada harga diri! Padahal nafsu kalian lebih dari pada setan! Nyadar!!!"ucap perempuan itu di depan wajah Rezfan. Rambut hitamnya berantakan.

  "Tidak semua laki-laki sama, tergantung bagaimana pribadi masing-masing. Saya pikir kita tidak punya urusan, saya pamit duluan. Assala—"

  "Saya hamil.. "

  "Assalamualaikum" ucap Rezfan lalu berjalan meninggalkan perempuan itu.

  Suara isak tangis di belakang sana terdengar sangat pilu.

  "Dari kecil saya ga pernah mendapat kasih sayang dari seorang ibu, ayah menikah dengan perempuan barunya. Kakak-kakak saya ga ada yang peduli!"

  Rezfan tetap melangkahkan kakinya.

  "Bahkan saat dua preman tadi menghancurkan hidup saya, tetap ga ada yang peduli! Saya cuma pengin mati!!!!"

  Ohh Ya Allah...

  Rezfan memejamkan matanya sebentar lalu ia berbalik. Langkahnya mendekati perempuan itu.

 

  💞

  Syiffa berdiri di ambang pintu sejak jam empat sore tadi, menunggu kepulangan Rezfan. Cuaca yang tadinya cerah, menjadi mendung dan rintikan hujan pun turun.

  Ibu membawanya ke dalam. Senyumnya mengembang kembali saat melihat seorang anak balita berbicara menggunakan bahasa khas mereka.

  Tiba -tiba suara guntur mengagetkan Syiffa. Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Ia langsung memasuki kamar, lalu menangis. Ia tidak tahu kenapa. Hatinya serasa hancur.

  Ditelepon kembali suaminya, tidak aktif, sudah dikirimi sms tidak juga dibaca. Syiffa menangis sedu. Ia merasa perasaannya sedang tidak baik.

  Malam pun tiba, Rezfan tidak kunjung pulang. Semalaman Syiffa menunggunya. Walaupun ia tidak pulang, setidaknya meninggalkan kabar.

  Ia terus menghubungi Rezfan, tapi hp nya terus saja tidak aktif. Ia bahkan tidak tahu di mana sekarang suaminya.

 

———

Jazakumullah Khairan 🌹

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang