Bayi itu pergi

31 0 0
                                    

"Maaf, Pak. Ada hal yang harus saya sampaikan. Mohon Pak Rezfan bisa berbesar hati," Dokter meyakinkan Rezfan.

Rezfan dengan ragu pun mengangguk.

"Bayi yang dikandung Ibu Syifa meninggal dalam perut sewaktu kecelakaan,"

Rezfan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Matanya sudah berkaca-kaca. Ia sedih mengingat anak itu buah hatinya dan Syifa yang paling ditunggu-tunggu.

"Dan Ibu Syifa mengalami cedera kaki yang cukup parah. Kesembuhannya akan sangat lama, Pak."lanjut Dokter.

"T-tapi bisa sembuhkan, Dok" Rezfan menatap Dokter dengan penuh harap.

"Bisa, Pak. Hanya saja butuh waktu yang cukup lama."

"Satu lagi, Pak. Rahim Bu Syifa terbentur yang mengakibatkan potensi untuk mempunyai anak sangat tidak memungkinkan."

Rezfan merasa dadanya seperti dihantam besi seberat 30 kg. Ia pun keluar dari ruangan Dokter.

Dilihatnya Syifa yang tergeletak tak sadar di ruangan IGD. Tangannya menyentuh pintu. Ingin rasanya ia merangkul istrinya itu. Namun, apalah daya.

Ponsel Rezfan berdering. Ia melihat tertera nama RANIA di layar. Segera Rezfan mengangkat telpon itu.

"Halo, Ran?" Keningnya bertaut keheranan.

Bukan suara Rania yang terdengar melainkan para preman itu.

" Apa?! Temen lu mau masukin gue ke sel?! Emang bisa?! Hah?! Mau anak yang lu kandung mati kena parang gue?!"

Rania terdengar menangis.

"Ngga mau kan lu?! Jadi bilangin temen lu ngga usah nyari-nyari gue kalau mau lu selamat dengan anak lu! Paham ga?!"

Tidak terdengar suara lagi. Dan akhirnya panggilan itu terputus.

Rezfan mengacak rambutnya. Ia terlihat kesal. Namun, sepertinya Rania dalam keadaan bahaya. Segera Rezfan meninggalkan Rumah Sakit dan langsung meluncur ke kost Rania.

💖💖💖


Rezfan terkejut melihat Rania yang ditutup wajahnya dengan kain hitam serta tangan dan kaki nya yang diikat. Segera saja Rezfan berjalan ke arah Rania dan membuka penutup wajahnya. Ternyata mulut Rania dilakban juga.

"Rezfaaan..."ucap Rania sambil menangis.

Rezfan membuka tali yang ada di tangan dan kakinya. Langsung saja Rania memeluk Rezfan. Hal itu membuat Rezfan mematung.

"Aku takut, Fan,"ucap Rania dengan suara parau.

"Mereka mengancam akan membunuhku dengan janinku,"

"Aku takut, Fan,"

"Iya, Rania. Aku denger kok semuanya,"ucap Rezfan sambil mengelus kepala Rania.

"Pokoknya mulai sekarang kamu ngga usah takut ya. Ada aku kok. Aku bakal jagain kamu terus."

Pelukan itu bertambah kencang membuat nafas Rezfan tak karuan. Deru nafasnya memburu. Dengan sopan itu melepaskan pelukan.

Rania tersenyum kecil.

"Kamu dengar ngga, Fan?"

Rezfan mengangkat satu alis lalu ia menggelengkan kepalanya. Ia tertegun saat Rania mengambil tangannya dan menaruh tepat di perut Rania. Seketika Rezfan tersenyum senang.

"Wah. Dia udah pintar nendang ya."ucap Rezfan dengan turut gembira.

"Iya nih. Awas aja jadi anak nakal," sahut Rania.

"Nanti abinya marah loh." lanjutnya.

Mendengar hal itu Rezfan langsung melirik Rania.

"Abinya udah ada?"tanya Rezfan. Rania mengangguk.

"Lagi pula aku udah beri dia nama."

"Siapa?"

"Baby Alva Assyauq.." Rania terkekeh saat selesai menyebut nama itu.

Rezfan terdiam.

"Aku kan bukan abinya, Ran."

"Iya iya tau kok. Aku kan cuma pengen kasih nama itu."

Rezfan merasa risih. Ia berpikir apa yang sudah ia lakukan dengan Rania sudah kelewatan. Rezfan paham betul batasannya sampai dimana.

"Biar aku carikan abi untuk dia ya?"tanya Rezfan dengan penuh kesungguhan.

Rania terdiam sejenak. Ia diam menatap Rezfan.

"Aku mau kamu yang jadi abinya, Fan? Boleh? Apa istrimu mau?"

Rezfan mengubah posisi duduknya.

"Aku ngga bisa berpikir sampai ke situ. Istriku lagi kritis. Dan bayinya...," Rezfan menundukkan pandangannya. Air matanya telah bablas membasahi wajah tampannya itu.

"Bayi mu kenapa, Fan?" Rania hendak melihat wajah Rezfan namun ditepis dengan sopan oleh Rezfan.

"Bayi itu ngga selamat,"

"Aku merasa gagal menjadi seorang abi,"

"Aku juga merasa gagal menjadi seorang suami,"

Rezfan menangis tanpa suara. Berkali-kali ia menyapu air matanya. Ia tak kuasa mengingat kejadian tragis itu di depan matanya. Bahkan melihat Syiffa dipenuhi darah.


💖💖💖


Ibu sedang membuka kitab suci. Ia memilih Ar-Rahman untuk membacanya di samping Syiffa berbaring. Sebelumnya, ia menatap Syifa penuh makna. Di lubuk hatinya, beliau merasa kasihan kepada menantunya itu.

Ibu memegang tangan Syifa. Ia menciumnya dengan penuh kasih sayang. Beribu-ribu kali ia meminta maaf kepada menantunya itu.

"Maaf kan Ibu, Syif. Ibu ngga becus menggantikan Ummi mu untuk merawatmu."

Ibu menyeka air matanya. Lalu, melanjutkan bacaan Al-Qur'an. Ia baca dengan penuh penghayatan hingga membuat perawat yang datang mengganti infus Syifa ikut menangis.

"Assalamualaikum,"

"Ibu!"

Rezfan memeluk Ibu. Andai saja waktu bisa diputar, mungkin Rezfan akan menceritakan rumah tangganya itu kepada Ibu.

"Ibu kapan datang?"tanya Rezfan sambil melepaskan pelukannya.

"Udah sejam lalu Ibu di sini. Kamu dari mana? Tadi Dokter nyariin kamu untuk tebus obat."

Rezfan menggigit bibirnya.

"Tadi dari apotek, Bu. Ada kepentingan mendadak."

Tak mungkin Rezfan mengatakan bahwa habis menemui Rania.



💖💖💖

Bersambung

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang