Cinta Dalam Doa

1.3K 73 2
                                    

Hari demi hari, bulan demi bulan, malah tinggal tiga bulan lagi. Tidak lama lagi aku akan meninggalkan sekolah dan disebut sebagai alumni. Betapa banyaknya pelajaran yang aku terima. Tapi sampe sekarang, aku bingung harus lanjut ke mana.

Mau kuliah atau kerja dulu?

Fifty fifty. Di lain sisi, aku berniat akan magang di apotek dulu untuk membantu ngumpulin biaya kebutuhan ku dan Ummi. Walaupun Ummi pernah bilang bahwa ia rela meminjam ke Bank hanya untuk biaya pendidikanku. Aku sadar biaya kuliah itu mahal.

Tapi, di sisi lain, aku pengen sama-sama dengan Arini dan yang lainnya. Kita belajar bersama, praktek bersama, dan juga lulus sarjana bersama. Tapi kembali lagi, biaya kuliah itu mahal.

"Ada apa, Syif?"tanya Arini yang baru datang sembari memegang minuman dinginnya. Ia duduk di sampingku, kebetulan hari ini mapel IPA tidak masuk. Jadi ku putuskan untuk duduk di taman.

"Aku bingung"

"Bingung kenapa?"

Ku sandarkan punggungku di sandaran kursi.

"Bingung mau kuliah atau kerja"

Arini berdehem sebentar. "Udah, serahin aja sama Allah. Istikharah gih. Allah pasti ngasih jalan buat kamu"

Aku tertawa pelan. Itu ucapanku untuk Arini dulu. Dan dia masih mengingatnya?

"Gitu dong. Dari kemarin-kemarin mesem mulu mukanya"

Aku hanya terdiam. Benar kata Arini, dari beberapa hari yang lalu aku sudah tidak gampang tersenyum. Karena semua ini. Ternyata Allah memberikan jalan melalui Arini.

Terima kasih Ya Allah.

"Syif, ada yang aku mau tanyain sama kamu"ucap Arini lalu merubah posisinya menjadi menghadap ke arahku. Sepertinya pertanyaan yang serius.

"Kenapa kamu jauhin Adinata?"

Tara!!! Pertanyaan yang sudah kutebak dari awal. Pasti. Pasti akan dikatakan oleh Arini maupun Adinata.

"Jawab pertanyaanku, Syif"

Aku bingung harus bicara bagaimana.
"Syiffa?"

Wajah Arini mulai kesal karena akut tak kunjung bicara.

"Karena Allah"

Aku rasa jawaban itu cukup. Arini tersenyum miris. "Bukannya dulu kamu kan yang ngajakin biar kita merangkul Adinata ke arah yang lebih baik?"

"Tapi kamu pikir dong, Arini. Kita janjian bareng, kerja tugas bareng, bahkan secara ga sengaja itu bukan artian kita merangkul dia ke arah yang lebih baik. Tapi sahabatan. Dan dia ga pernah kepo tentang agama kita"

"Lalu?"

"Takutnya, di antara kita bertiga, ada rasa terlarang nantinya"

"Rasa terlarang? Cinta?"

Aku mengangguk lalu menghadapkan tubuhku ke arah Arini.

"Kamu pernah dengarkan dulu Adinata pernah bilang, ketika dia udah ga pernah sapa kita pake sapaan menjijikkan itu, tandanya dia mencintai seseorang. Dan siapa yang dia cintai, sedangkan dia selalu dekat dengan kita. Sedangkan orang lain dia jauhi"

Arini mulai tampak berpikir. Aku menghembuskan nafas pelan.

"Kalo soal merangkul, aku pikir Daffa bisa ngelakuin itu. Ga perlu kita lagi"ucapku.

Arini mengangguk paham.

"Yang penting silahturahminya ga putus"ucap Arini sambil tersenyum. Aku pun balas tersenyum.

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang