Pergi

937 55 1
                                    

  Sepanjang perjalanan pulang, aku tetap menangis di atas motor. Aku kecewa. Aku sakit. Kenyataan apa yang aku tahu ini?

  Benarkah Pak Rezfan akan menikah dengan perempuan lain? Secepat itu? Tanpa memberitahuku?

  Aku hanya perempuan biasa. Tidak sekuat Bunda Saudah yang rela dimadu. Aku tidak sekuat dia. Aku hanya perempuan akhir zaman yang menginginkan kasih sayang dan cinta sepenuh hati dari imamku.

  Aku tidak bisa membayangkan jika nanti Pak Rezfan akan membagi kasih sayang serta cintanya untuk perempuan lain.

  Aku tidak bisa membayangkan nantinya aku tidak bisa berbahagia sepenuhnya dengan dia dan anak ku. Tidak. Aku tidak mampu.

  Ku parkirkan motor di depan rumah, lalu aku masuk sambil memanggil Mbok Aci. Ku pegang dadaku yang sepertinya sudah kehilangan oksigen.

  "Mbok! Mbok Aci... Mbok.."

  "Iya Non" sahut Mbok Aci sambil turun dengab tergesa-gesa ke arahku.

  Langsung ku jatuhkan badanku dalam pelukannya. Aku tidak kuat. Aku tidak kuat dan tidak mungkin kuat merelakan kenyataan itu terjadi.

  "Non, ada apa?"

  Ya Allah.. Berikanlah aku kekuatan. Berikan aku kesabaran. Berikan aku rahmatMu Ya Allah.. Aku berlindung kepadaMu.

  Sejenak, aku melepaskan pelukan lalu menghapus jejak air mataku. Mbok Aci mengkhawatirkan aku. Tampak dari sorot matanya.

  "Ga apa-apa kok, biasa, mood saat hamil kan berubah-ubah. Ga menentu. Aku naik ke atas ya, Mbok"ucapku lalu naik ke atas.

  Biarkan saja masalah ini, hanya aku, Pak Rezfan, Mba Nadia, dan Allah yang tahu. Aku tidak ingin membagi cerita. Biarkan saja, cerita serta pertanyaan itu ada dalam dadaku.

  💞

  Rezfan dan Gabriel mengantarkan Rania pulang. Kebetulan Dokter mengizinkannya pulang karena tidak terjadi luka serius. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara.

  Hanya suara radio yang sedang membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Rania memejamkan matanya saat melihat Rezfan memejamkan mata karena menikmati alunan merdua tilawah Al-Qur'an.

  Gabriel hanya menghela napas sambil menggelengkan kepalanya melihat itu. Dia tidak habis pikir pada perempuan yang di belakang itu. Selalu merengek meminta untuk dinikahi, padahal Rezfan pun tidak mungkin menikahinya.

  "Sampai. Fan, Ente turun gih, panggilin Bi Ani buat bantuin Rania masuk ke dalam"ucap Gabriel ketus sehabis memarkirkan mobil.

  Rezfan menurut. Ia segera turun dari mobil lalu bergegas memanggil Bi Ani yang sedang menyiram bunga di samping rumah.

  "Anti ga bisa apa ngertiin dikit?"ucap Gabriel sambil menatap tajam pada spion depan.

  Rania mengangkat sebelah alisnya. Ia tidak paham. Melihat itu, Gabriel cuma melengos.

  "Rezfan ga mungkin akan nikahi Anti"

  "Nama saya bukan Anti"

  "Ane manggilnya biar lebih sopan"

  Rania mengangguk pelan lalu mengalihkan pandangannya pada Rezfan yang sedang berjalan ke arah mobil. Senyum tipis merekah dari bibir tipisnya.

  "Rezfan ga akan nikahi Anti, karena dia sudah punya istri. Ingat itu"ucap Gabriel.

  Rania yang ingin menyanggah ucapan Gabriel, tidak sempat karena Bi Ani yang langsung nongol untuk membantunya masuk ke dalam rumah.

  Setelah kepergian Rania. Rezfan memasuki mobilnya, mereka akan ke rumah sakit untuk mengambil motor Gabriel.

  "Ente ngomong apa sama Rania? Kok mukanya langsung mesem gitu?"tanya Rezfan.

  "Biasa ibu hamil"jawab Gabriel.

  💞

  Rezfan memasuki rumah sambil menenteng sebuket bunga Lili putih kesukaan Syiffa. Wanginya langsung tercium dan menarik perhatian.

  Mbok Aci yang tadinya tersenyum karena melihat Rezfan menenteng bunga,  langsung seketika panik mengingat keadaan Syiffa yang tiba-tiba menangis tadi.

  "Tuan, Non Syiffa, tadi nangis ga jelas gitu"ucap Mbok Aci.

  Rezfan mengangguk paham. Ia tahu betul sikap Syiffa saat hamil. Perempuan itu kadang tertawa, kadang menangis. Intinya, pembawaan bayi. Itu pemikiran Rezfan.

  Dia naik ke atas dan segera membuka pintu kamar.

  Brukk!!!

  Rezfan termundur sedikit. Pandangannya agak kabur sehabis terkena lemparan bantal di wajahnya. Sehabis beberapa detik kemudian, dia menatap Syiffa yang menangis di atas ranjang dengan keadaan yang sangat kacau.

  Kamar berantakan. Sprei terjatuh ke lantai, semua bantal tidak tertata rapi, buku-buku pun berserakan. Rezfan langsung masuk dan menghampiri Syiffa. Ia duduk di hadapannya.

  "Syiffa, ada apa?"lirih Rezfan.

  Syiffa masih menangis tersedu. Ada raut wajah sedih dan ada pula ia marah. Kesal.

  "Syiffa sakit.. "

  Rezfan tersenyum samar, ia menggerakkan tangannya akan membelai kepala Syiffa. Namun, Syiffa menghempaskan tangan itu.

  "Syiffa kecewa!! Hiks.. Pak Rezfan ga jujur sama Syiffa! Pak Rezfan bohongi Syiffa! Pak Rezfan ga sayang sama Syiffa!"

  "Apa maksud kamu, Syiffa? Saya ga jujur?  Apa sih? Saya ga ngerti"

  Syiffa mendorong kasar bahu Rezfan, lalu ia turun dari ranjang. Ia menepis kasar air mata yang jatuh.

  "Pak Rezfan mau menikah lagi kan? Sama Rania? Iya? Pak Rezfan mau poligami. Pak Rezfan mau punya istri dua kan?!"

  "Pak Rezfan ga sayang sama Syiffa! Syiffa lagi hamil, tapi Pak Rezfan malah mau nikah lagi! Pak Rezfan ga sayang... "

  Syiffa menangis tersedu, suaranya sudah parah akibat teriakan yang meluap dari mulutnya. Rezfan menarik napas pelan.

  "Dengarin saya Syiffa—"

  "Ga! Syiffa ga mau dengarin Pak Rezfan! Lebih baik Syiffa keluar dari rumah ini daripada Syiffa ngeliat Pak Rezfan sama perempuan lain"ucap Syiffa sambil bergegas ke arah lemari.
  Segera ditarik koper lalu dimasukkannya pakaian ke dalam. Rezfan segera menarik kasar koper itu lalu didorongkannya ke arah lain. Tangan Syiffa ditarik. Hingga mereka pun berhadapan.

  "Dari pada kamu yang keluar, lebih baik saya yang keluar. Sebelum saya pergi, saya hanya pengen kamu tahu bahwa saya akan tetap mencintai kamu. Assalamualaikum "

  Rezfan keluar sehabis mengambil kunci motor di atas lemari kecil. Meninggalkan Syiffa yang masih terpaku di dalam. Hatinya rapuh. Ia tidak tahu harus bagaimana.

 

———
Tinggalkan jejak guys 😊

Jazakumullah Khairan 🌹
 

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang