Perkara Hati (2)

1.3K 75 11
                                    

  Erghhh... Aku benci tempat ini, seperti tidak ada kehidupan di sini. Aku kira aku akan cepat pulang tapi ternyata Dokter melarangku, katanya suhu badanku kembali tidak baik.

  Sudah tiga hari aku di sini, yang aku kerjakan cuma merengek pulang dan menjahili orang-orang sakit yang sama denganku. Aku gampang akrab dengan mereka. Sudah seperti keluarga.

  Mataku membulat saat aku melihat darah kental segar keluar dari hidung Maria, gadis kelas tiga SMP, aku berteriak memanggil Dokter. Sayangnya Dokter maupun perawat tidak terlihat.

  Aku tidak mungkin menyuruh Kakek dengan riwayat penyakit TBC untuk memanggil Dokter. Ku lihat juga tidak ada keluarga pasien lain yang berkunjung, mereka biasanya hanya akan berkunjung siang hari, tapi ini sudah malam.

  Aku segera menarik tiang penyangga infus dan segera berjalan keluar. Agak sempoyongan karena aku baru berjalan selama tiga hari ini.

  "Suster? Ada pasien di Ruang Anggrek, hidungnya keluar darah.."ucapku pada seorang suster yang sedang membelakangiku.

  Dia tidak menyahut. Sampai Pak Rezfan memanggilku dari belakang, aku berbalik padanya. Ia memegang beberapa kotak makanan yang ku pesan. Dari raut wajahnya, sepertinya dia marah.

  "Kamu ngapain di luar? Kalo kamu pingsan lagi bagaimana? Kamu lupa sama peringatan saya?"

  Aku memutar bola mataku malas.

  "Pak Rezfan ku tersayang, saking sayangnya pengen Syiffa lempar masukkin ke got. Syiffa itu lagi mau bicara sama suster, eh Pak Rezfan malah nongol kayak wartawan" cibirku lalu berbalik pada suster tadi.

  Dia sudah tidak ada. Aku berbalik pada Pak Rezfan dengan tatapan kesal.

  "Tuh kan! Gara-gara Pak Rezfan sih, akhirnya suster tadi jadi pergi kan?"

  Alisnya yang hitam itu beradu.

  "Suster? Saya dari tadi tidak lihat Suster, Syiffa"

  Aku tertawa konyol. Dia memang paling suka mengerjaiku. Tapi sungguh, aku sudah ketakutan sekarang.

  "Pak Rezfan, ga lucu!"

  "Emang siapa bilang saya bercanda? Saya tadi lihat kamu bicara sendiri di sini"

  Mataku melebar lalu ku tarik lengan Pak Rezfan. Di koridor ini hanya kita berdua.

  "Syiffa takuuut.."lirihku.

  Dia terdiam beberapa saat.

  "Kamu tahu kan kalo setan itu bisa berubah jadi apa pun? Bisa saja dia itu adalah saya"

  Mataku melotot lalu aku menarik wajahnya yang datar itu. Pengen ku tabok.

  "Ga ada setan yang banyak bicara kayak Pak Rezfan"

  Benarkan? Dia tertawa karena sudah mengerjaiku. Dasar. Aku langsung menariknya kembali ke ruanganku.

  Ternyata di sana sudah ada Dokter dan Suster yang tadi, mereka sedang menangani Maria. Ku lirik kesal ke arah Pak Rezfan. Dia sudah membuatku ketakutan tadi.

  Suster itu tersenyum ke arahku. Ku rasakan leherku merasa aneh. Tapi aku mencoba biasa.

  "Senyuman itu khas dari setan, Syiffaaa..."

  Dia berlari cekikikan ke luar. Dasar jahil!! Ku langkahkan kaki ku di brankar ku karena Dokter memanggilku. Ia mulai memeriksa keadaanku.

  Dia mengangguk sambil tersenyum kecil.

  "Sepertinya besok kamu sudah bisa pulang, tapi kita liat nanti ya kalo suhu badan kamu tidak naik turun lagi"

  Aku tersenyum senang mendengarnya. Pak Rezfan masuk lalu ia menghampiriku. Membuka kan makanan yang aku pesan lalu menyuapiku.

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang