Perkara Hati

1.2K 61 4
                                    

  Pak Rezfan mengajakku ke Kafe Syanin, aku tahu kenapa, ia ingin meluruskan persoalan semalam. Dia tidak ingin melihatku sedih terus. Tapi aku menolak, aku memintanya untuk ke sebuah tempat.

  Kami tiba di tempat itu. Di mana untuk pertama kalinya aku mendengar cacian pada Ummi di saat umurku baru sembilan tahun. Aku jadi mengerti sekarang.

  Pak Rezfan membuka pintu untukku. Aku keluar. Dia menatapku dalam.

  "Saya tidak yakin dengan keadaanmu, Syiffa. Semalam kau sakit, hari ini pun badanmu masih hangat. Kita pulang saja ya?"

  Aku mengusap pelan lengan lelakiku itu. Dia selalu ada di saat aku punya masalah, dan dia selalu mengkhawatirkan aku. Dia baik.

  Aku menggeleng.

  "Syiffa mau masuk. Kita luruskan masalahnya, Pak"lirihku pelan.

  Dia tampak mengangguk saat sempat terdiam beberapa detik. Dia pun memegang bahuku sembari berjalan memasuki rumah Om Ibrahim.

  Setelah mengucap salam dan beberapa ketukan, pintu akhirnya dibuka. Dia Bi Syaroh, pembantu yang sangat sabar di rumah ini. Dia tersenyum padaku dan mempersilahkan aku masuk.

  Ternyata mereka sedang berkumpul di ruang tengah sambil tertawa bahagia. Lihat? BAHAGIA!!! Ingin ku cekik leher si tua bangka itu mengingat kenanganku bersama Ummi.

  "Syiffa?!"

  Kak Syanin mengajakku ke ruang tengah. Aku menahan untuk tidak menangis. Setidaknya jangan di sini.

  "Ayo sini nak"panggil Om Ibrahim sambil menunjuk sisi sofa di sampingnya.

  Tangan sudah ku kepal dari tadi. Melihat aku tak kunjung bereaksi, Om Ibrahim dan mulai mendekatiku.

  "JANGAN MENDEKAT!!!!"

  Om Ibrahim kaget, bukan hanya dia, aku yakin, seluruh keluarga kaget.

  "Syiffa, kamu kenapa?"

  Jarak kami kupastikan lima langkah tak kurang tak lebih.

  "JANGAN PERNAH SEBUT NAMAKU! NAMA SYIFFA HANYA DISEBUT OLEH ORANG-ORANG YANG BAIK, BUKAN JAHAT SEPERTI ANDA!!!"ucapku sambil menunjuknya.

  Ku rasakan seseorang menarik lenganku. Dia menyuruhku untuk berhenti. Aku berbalik padanya. Aku menggeleng ke arah Pak Rezfan.

  "Ayah macam apa yang meninggalkan anaknya di saat anak itu baru lahir..."

  Ku tarik nafasku sejenak. Raut wajah Om Ibrahim mulai berubah. Air matanya sudah turun. Itu akting. Dia aktor yang sangat hebat.

  "Syiffa, kamu dengar penje—"

  "STOP! Syiffa di sini hanya ingin memberitahu bahwa Syiffa ga akan pernah mau lihat muka kalian lagi. Syiffa benci! Dan ya, kalian pasti sangat bahagia dengan kepergian Ummi. Iya kan Tante Tania?"

  Tante Tania berdiri dan siap menamparku. Tapi, Pak Rezfan menghadang tangan itu.

  "Kenapa? Kenapa selalu Syiffa dan Ummi yang harus kalian sakiti? KENAPA?!"

  Mereka terdiam. Tante Tania mulai mengeluarkan suara.

  "Kamu dengar ya Syiffa, kamu jadi seperti ini, rumah agak besar itu, itu semua dari kami. Jadi kamu jangan buat keributan di sini"

  Aku tertawa miris sambil menatap Om Ibrahim. Ia ingin menggapaiku, tapi aku membentaknya.

  "Rumah itu! Ambil saja! Syiffa tidak butuh pemberian kalian!! Ambil semua yang udah kalian kasih buat Syiffa!!" aku menghela napas, "Ayah? Om Ibrahim, Syiffa pengin nanya, apakah ada ayah buat Syiffa? Syiffa belum pernah rasakan kasih sayang seorang ayah.."

Tetangga Baru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang