Membosankan

163 16 5
                                    

   Seperti pada umumnya, siswa akan mengadakan sebuah acara yang dipentaskan  untuk kakak kelas yang akan melakukan acara perpisahan nanti.Segala persiapan telah ditinjau dengan baik  dapat dikatakan lulus uji.Hati yang nampak bagaikan bunga sakura yang baru mekar menghiasi wajah berbinar itu.Seakan tak ada arah  lain yang melawan arus mereka sendiri.
   Hirupan nafas yang terdengar jelas nan membuang beban, lolos dilakukannya.Rintangan ujian yang terasa  belum bisa dilupakan.Namun, apalah daya jika waktu mengharuskannya pergi.Hanya ada doa yang sanggup mengiringi perjalanannya  disana.Degupan hati yang seakan membelah bisingnya suasana pikiran.Pikiran yang kacau balau diterpa badai yang merenggutnya.Semoga,seseorang dapat mengulurkan tangan yang kuat tuk mengangkat kisah si rapuh ini.
   Mata terusik dengan pandangan yang kabur,berganti dengan warna kelam tak nampak  jelas.Dapat terlukis akan robekan lembaran putih yang ternoda  dengan tinta hitam permanent.Telinga rasanya ingin pecah mendengar jeritan yang tak kunjung sirna.Kata tak dapat tergores,tapi hati selalu tergores dengan kata yang menusuk.

"Sayang".

Tak ada balasan

"Kamu makan dong...Nanti kamu sakit  loh".

Hening

Terlihat wanita yang membawa sepiring nasi goreng yang ditambahkan dengan taburan keju  serta segelas susu sapi  tawar yang nampak sekali kelezatannya.
Namun, kuyakinkan hati tuk tidak sesekali tergiur dan memakannya.
Kurasa ini semua sudah kelewat batas, Ayah sangat  tidak adil kepadaku.Semenjak peristiwa yang tak bisa terlupakan itu terjadi, aku segera menutup diri.Dunia seakan pergi kutinggalkan, matahari tak ikut menyinari gelapnya diriku.
Aku sakit.Aku tak tahan dengan semua  ini.Cukup.Cukup sampai disini.

Prang...prang...

Terdengar suara piring yang pecah kujatuhkan.Tersisa pecahan yang ada dilantai putih bersih sekarang.
Segumpal amarah yang  terpendam didalam hati, rasa yang bercampur menjadi satu.Rasa yang dulu selalu bahagia, kini telah berubah.Berubah menjadi hambar tak berasa.Bibir tak  mampu untuk melukiskan semua ini.Hanya mata yang dapat menyiratkan dan mengartikannya.Kupicingkan mata untuk melihat ekspresi wanita itu.
Terlihat tak ada kekesalan diukir oleh  raut wajahnya.Namun yang jelas hati busuknya tak mampu membuta kan semua  hal manis yang dia lakukan kepadaku.

"Kok kamu gitu sih?.Sayang ayo dong kamu makan sarapannya.Kan mamah udah buatin spesial buat kamu.Kasihan tuh papah dari tadi mikirin keadaan kamu.Makanya, sekarang makan ya".Pinta yang terkesan sangat memaksa ditelingaku.Ucapannya sangatlah manis bagaikan gula batu yang paling manis dibandingkan yang lain.Seakan terkena diabetes setelah mendengar ucapannya.Apa dia bilang tadi Mamah?.Hah,mana ada Mamah yang berprilaku seperti dia.Prilakunya seperi iblis yang turun kedunia.Kesannya aku sangat songong atau anak durhaka yang tega memberikan ibarat itu untuknya.Yang ditulis dikartu keluarga sebagai  status Mamah.

"Lebih baik anda menjauh dari hidup saya".Kata menjauh  yang kuberi penekanan.Sengaja memang itu kulakukan.

Hanya balasan senyum licik darinya.

"Baiklah kalo itu yang kamu  mau.Yang jelas saya akan menyampaikan ke Ayah kamu, kalau kamu gak mau makan, dan nangis serta membentak saya dengan keras".Ocehnya yang terasa suatu ancaman bagi diriku.Liat saja apa yang akan direspon oleh Ayah dengan perkataan yang sangat jauh dari realita.
Tanganku yang sudah terkepal sempurna terasa akan mendaratkan pukulan yang ladas  dipipinya dengan mulus.Tapi, sanggupkah itu terjadi?.Kurasa aku tak sanggup melakukanya.Belaan Ayah yang tiap hari jatuh menghujani wanita itu.Pastinya aku akan kalah dengan itu semua.

"Bye".Kata yang terakhir diucapkannya.Kulihat punggung wanita itu, tang semakin lama semakin menjauh.
Seharusnya aku ada diacara  pentas yang diadakan sekolah sekarang.Namun,Ayah melarang dengan alasan aku harus menerima bahwa Darni itu Mamahku.Lebih tepat Mamah tiri.Semenjak kepergian Bunda, aku terasa rapuh, bagaikan mayat yang hidup.Yang memiliki raga namun tak memiliki nyawa.
Kalian pasti bertanya-tanya siapa itu Darni?.Seorang janda yang mendekati Ayah untuk mengambil kebahagiaan dirinya sendiri.Ayah  memang terkenal dengan perusahaannya  yang banyak serta proyek dimana-mana.Maka dari itu, tak jarang  sekali jika wanita diluar sana mengiginkan kekayaan yang Ayah miliki.

Aku anak tunggal dari pasangan suami istri yang dulunya hidup dengan harmonis.Sebuah keluarga yang bisa dibilang cukup jika dilihat dari segi ekonomi.Buda adalah orang yang selalu mendampingi Ayah dalam setiap keadaan.Baik susah maupun senang.Setiap hari aku selalu  mendapat belaian dan perhatian yang sangat banyak dari Bunda.Hampir setiap saat aku merasakan kehangatan keluarga.Namun, semenjak kepergian Bunda aku dan Ayah hidup dalam  sepi.Tak ada yang berkesan dihidupku.Kepergian Bunda juga menjadi luka  terdalam bagiku.Saat itu hatiku remuk dan hancur.Aku masih belum menerima itu semua, tapi aku tahu bahwa Tuhan pasti memiliki jalan yang terbaik untuk hambanya.Mungkin, aku baru merasakan betapa sedihnya kehilangan seseorang yang sangat bermakana dihudupku.

Akirnya, Ayah pun pergi keluar kota untuk menjalankan dinas.Semenjak Ayah pergi, aku ditemani  oleh bibi dirumah.Sekolah bagiku berarti dulu.Akan tetapi, sekarang aku seperti robot yang hanya menjalankan tugasnya.Belajar disekolah, tidur, makan, dan nonton tv.Tak ada kebiasaan yang lain.
Beberapa bulan kemudian Ayah pulang kerumah membawa kabar yang dia katakan baik, namun bagiku itu bencana.Ayah menginginkan menikah lagi.Dan seketika pikiranku mulai kusut.Hal ini yang aku tak suka, karena aku masih belum bisa menerima kehadiran seseorang yang baru dalam hidupku.Sepeninggalan Bunda.

Tidak.
Kata yang terlintas dipikiranku.Namun, Ayah juga memiliki hak untuk mendapatkan kebehagiaannya sendiri, dengan caranya sendiri.Mungkin, dengan membuka lembaran hidup baru membuat Ayah kembali bahagia dihidupnya.

   Hari itu hari pernikahan Ayah dan janda itu.Semula aku tak merisaukan hal itu, meski hatiku tak menerima.Aku biasakan diri untuk memulai hidup baru bersama anggota keluarga baru.

Tiga tahun pernihakan Ayah telah dilewati.Prilaku egois dan jahat serta licik wanita itu makin terlihat didepanku, kalau didepan Ayah dia berlaga bagaikan ibu peri yang baik hati.Pembohong.Saat aku  ingin menunjukkan sikap aslinya, selalu saja ada hambatan.Entah dari pembelaan Ayah untuknya, tangisan yang dibuatnya, dan lainnya.

"Rahma!.Sini kamu!,Ayah mau bicara!".Teriakkan yang berasal  dari arah lantai bawah.Kaki ini rasanya malas  sekali untuk diajak jalan menuruni tangga yang akan membawaku kedepan sandiwara janda itu.Ayah terlihat bodoh.Bisa sekali dibohongi oleh tipu daya wanita licik itu.Air mata buaya yang dibuat wanita itu, selalu dipercayai oleh Ayah.
Telingaku sangat pegal mendengar scenario yang akan dikatakan Mamah licik.

"Why?".Tanyaku dengan nada bingung.Sebenarnya tidak.Terlihat Darni sedang mengusap air  matanya.Terdengar isakkan yang dibuat sangat lulus uji bagi aktris yang sedang berakting.

"Tolong kamu  jelasin kenapa Mamah bisa nangis kayak gini?".Tanya seperti teks introgasi yang mewawancarai aku.Sangat terpojok kondisi ku saat ini.Tak ada yang membela.

"Pinter anda bersandiwara.Saya salut.Tapi, tolong jangan licik".Kataku dengan mata yang tajam menatapnya dalam jarak yang cukup dekat.

"Kamu bicara apa sih Rahma!.Udah berani ya kamu sama Mamah?.Hah!, jawab Papah!".Bentak Papah  yang takku jawab.Tubuhku berbalik untuk masuk kekamar dan menumpahkannya dengan  menangis dibawah bantal.

"Oke.Kalo kamu gak mau minta maaf sama Mamah, Papah akan pindahkan kamu kekos-kosan dan segala fasilitas yang kamu pakai sekarang, semuanya Papah cabut!".Itu yang membuataku berdiri membeku dengan posisi mebelakangi Ayah dan Darni.Tak ada balasan dariku.Segera aku berlari menaiki tangga dan masuk kekamar untuk nagis.Lagi dan lagi.Sudah beribu-ribu kali  aku menumpahkan perasaan ini dengan menangis.Terlihat diluar aku tegar dan  kuat, akan tetapi diriku yang sebenarnya seperti kayu yang sudah lapuk dimakan usia.Sangat rapuh.

Hiks...Hiks...

Tangisan pecah seketika.Bantal yang tadinya kering, sekarang sudah berubah menjadi cucian yang baru dicuci.
Bunda.Hanya kata itu yang  aku ucapkan, tapi tak ada lagi yang akan membelaku.

The story about usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang