Rayhan Attirmidzi

54 10 1
                                    

Namanya sekilas muncul ditelingaku, kini semakin terngiang-ngiang dan sangat keras.Ku fokuskan kembali pikiran dan pandangan mata tuk memperhatikan arah jalan keluar mall, yang masih dpenuhi lalu-lalang pengunjung mall.Tubuh anggun yang berada didepanku menutupi cahaya luar yang menelusup masuk kedalam mall.Mengapa tadi aku bisa salah tingkah? Ingin sekali aku putar kembali waktu dan menjadikan kejadiaan tadi tidak berlangsung.Tapi, apalah daya aku hanyalah insan biasa yang tak mungkin melakukan hal itu.Panggilan Meli dari arah yang cukup jauh dengan nada yang tinggi segera menyadarkan keheningan yang melimuti ku saat berjabat tangan dengannya.Akhirnya tangan kami terlepas dari kaitan yang cukup lama dan dapat dihitung dengan menit.Waktu yang merekam semua adegan dramatis kami, hembusan nafas dan kegugupan mengiringi prosesi perkenalan kami yang bahkan tidak saling kenal awalnya.Mungkin aku yang terlalu gegabah, sampai mau mengikuti peeintah kertas yang ada didinding toko.Sangat menyesal aku melakukan itu, tanpa dipikirkan hal itu sudah terlihat bodoh, tapi masih saja aku melaksanakan.Huh.

Tapi yang jelas aku baru pertama merasakan sesuatu yang mengalir ditubuhku, mulai dari tangan yang hangat dan menyambar kehati.Sungguh dilemanya diriku, Rahma cewek tomboi dengan segala hal yang berbau cowok, bisa-bisanya merasakan rasa dimana cinta pertama datang.Apa cinta? Tidak ini tidak mungkin.Dan tidak boleh terjadi.Karena, aku saja tidak mengenal apa itu cinta, kecuali rasa cinta Bunda.
Hanya itu, hanya cinta Bunda yang kukenal, dan kurasakan.Tidak terlebih dari cowok.Tidak.

"Rah? kok dari tadi gue liat, loe jadi lebih diem ya.Hm...semenjak gue ninggalin loe sendiri ditoko buku".Celetukkan Meli dengan wajah yang terlihat kecemasan mulai terjadi.Terdengar biasa memang, bila aku bertingkah diam dan tak pecicilan.Namun, sejak detik perkenalan tadi sudah menyita organ dansel dalam tubuhku.Seakan getaran tangan hangat cowok itu mengintimidasi.Kupasang wajah yang tak bisa dibaca, hanya wajah Rahma yang datar terpampang diwajah kini.Semoga Meli yakin dengan adeganku ini.

"Hah? engga kok, gue biasa aja terus gue juga baik aja tuh".Kataku sambil menunjukkan tubuh yang sehat bugar dengan bentuk seperti orang yang sedang mengangkat besi.Serta tampang wajah yang sedang senyum lebar.
Setelah menyakinkannya akhirnya dia percaya.Untung aja.

"Haha, yaudah.Iyaa, gue percaya kalo loe emang baik-baik aja".

Setelah menuruni taxi yang mengantarkan kami untuk pulang ke kosan, Meli segera membayarnya yang uangnya didapatkan dari hasil penggabungan uangku dan uangnya.Ya, beginilah hidup tanpa manjaan orang tua,tapi dapat menantang kedewasaan.Sambil berterima kasih kepadaku, Meli mengingatkan untuk bangun pagi besok dan kembali menjalani aktifitas rutin kami.Sedangkan aku kembali melanjutkan pekerjaan menyapu yang tertunda tadi.

Tak terasa pekerjaan yang sangat berantakan seperti pesawat meledak itu dapat teratasi.Sekarang hanyalah pegal yang menyisakan ditubuh ini.Alunan angin yang terdengar jelas disini membuat mata semakin mengantuk.Bagaikan dielus dan dipaksa untuk menutup mata memulai dunia mimpi yang akan diselami.Jendela kamar yang dibuarkan terbuka sedikit membuat kulit yang menutupi tubuh ii menjadi dingin.Semestinya aku menutup jendela sekarang, namun telingaku masih ingin dimanjakan oleh alunan angin yang sangat merdu.Wajah yang melongok kearah luar jendela menampar hembusan angin malam yang sejuk nan dingin.Mataku merasakan pijatan oleh pemandangan taman yang berada disebelah kosan.Rambut yang sedang bermain diudara nampak senang sekali.Cewek yang tidak pernah kenal dengan kisah cinta ini, tercebur dalam danau yang berisikan cinta bertaburan dengan manis.Sesaat tubuhku mulai tak sanggup menahan dinginnya udara malam, jadi aku memutuskan untuk menutup jendela dan mulai membbawa tubuh tenggelam dilautan kapuk.Disini aku melihat atap kamar yang sengaja dihiasi bintang yang bertaburan disana olehku.Karena, itu semua mengingatkan ku akan mimpi yang belum terwujud dan semoga disuatu saat nanti terwujud.

Butiran mimpi yang akan berekreasi disekeliling kepala sudah siap menunggu, hanya saja mata ini masih sanggul untuk menatap bintang.Gerak tangan ku seakan menyentuh bintang secara langsung, namun tidak.Seulas senyuman dibibir mulai muncul, setelah tangisan yang membanjirinya.Kuharap malam ini aku mendapatkan mimpi yang indah.Tertutup sudah mataku dengan rapat sempurna.Namun, khayalanku melayang mencari serta menggapai bintang yang mengajak bersinar diatas.Sungguh indah bintang itu.Selalu mamancarkan cahayanya tanpa ada syarat untuk kita dapatkan, dan sangat indah sampai mata ingin terus menatapnya.

Kring...kring...

"Rahma! bangun udah jam tujuh tuh, nati kita telat!".Teriakkan Meli berada dekat ditelinga kiriku.Toa.Berisik sekali Meli ini, tanganku terasa gatal untuk menonjok wajahnya dan menjauhkan dari wajahku secepatnya.Hasil akan berbanding lurus denagn uaaha.Aku yang tidak melakukan usaha mendaratkan tonjokkan ke arah Meli, maka Meli tak merasa jera untuk memerangi rasa kantukku.Tunuh yang tadi telentang kini kubawa untuk tengkurab dan menutup dengan selimut tebal.

"Lima menit lagi Mel".Sambil berkata, aku mencari khayalan yang akan kuselami didunia mimpi.

"What!, lima menit kepala loe peyang!.Sekarang udah jam tujuh budek!".Astaga, bisa sekali dia berteriak keras, telinga seakan terasa pecah.Dan teganya dia berkata budek kepadaku, sungguh tak berprikemanusiaan.Tapi, ada kata yang membuat kaget.

"Yaelah, baru juga jam tujuh.Hah! jam tujuh!.Kenapa loe gak bangunin gue sih Mel?!".Histeris sekali aku ini.Bagaimana tidak, sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh, sementara aku masih dalam lautan kapuk.

"Udah, udah.Sekarang loe cepetan mandi, terus entar gue siapin seragam sekolah loe.Cepetan Rahma!".Tarikkan selimut yang dilakukan Meli, membuat aku merasakan udara yang dingin.Dengan selimut suhu tubuhku terasa hangat, namun Meli menariknya, alhasil uadara dingin menusuk kulit ini.

Tanpa basa-basi aku segera loncat menuruni kasur yang terasa empuk, yang membuat aku pulas tidur semalam.Tangan lincah mengambil handuk yang menggantung dikamar mandi, suara air yang membasahi lantai kamar mandi mulai terdengar keras.Geraka shampoan secepat kilat sedang dilakukan.Pokoknya, pagi ini adalah pagi yang melelahkan.Kaki yang memasuki kamar tuk mengenakan seragam sekolah melampaui batas kecepatan normal.Seragam yang rapi dan licin, seketika kusut dan terdapat lecekkan yang tetlihat sekali kehadirannya.Bagus, ternyara Meli sudah menyiapkan semuanya, jadi aku hanya memakai seragam dengan kilat yang melesat.

"Dah yok, cepetan nanti telat Mel!".

"Ih...Rahma loe belom pake sepatu! cepetan pake sekarang".

"Ya ampun".

Bisa dilihat dari prilakuku bahwa aku ceroboh level atas.Seperti halnya peristiwa ini, sampai sepatu saja bisa terlupakan, apalagi pengisi hati.Mungkin, sudah berdebu dipikiranku.Keluhan ku melihat tingkah ceroboh sungguh pasrah tak berdaya.Sambaran tangan secepat kilat memakai sepatu, seutas tali sepatu berwarna hitam dipadukan dengan hitam mendominasi bagian luar sepatu, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih.Dan, sekarang warna putih itu berubah menjadi kuning dekil.Kalau pun aku membeli sepatu, pasti ada hal yang lebih penting.Dulu, tidak bisa dihutung dengan jari aku membeli sepatu brand ternama.Bisa seminggu 4 sepatu berjajar rapi dilemari.Jujur saja, aku ini pecinta koleksi sepatu, apalagi yang berbau rock and rol.Segudang sepatu berwarna gelap memecah rekor dirumah, sedangkan warna terang hanyalah dipakai jika ada acara yang ceria, atau Ayah memaksa untuk sedikit mengubah penampilan menjadi feminin.Semua paksaan mengubah selera hidupku.Sangat membosankan.

Untung saja jarak sekolah dengan kosan lumayan dekat.Tidak mengharuska kami menaiki angkotan umum.Lewat jalan tikus dengan ukurang sebesar satu buah motor kami tempuh dengan berlari.Senpat terpikir dibenakku, kalau kita sedang mengikuti perlombaan lari bisa jadi kita berdua pemenangnya.Lari dikejar anjing saja bisa dikalahkan oleh kami, siswa yang dikehar waktu berangkat sekolah.Tidak menutup kemungkinan untuk teambat masuk sekolah.07:30, pukul yang ditunjukkan jam hitam kecil ditanganku.Aku berpikir, berarti aku termasuk anak yang cepat untuk menyiapkan diri dalam hal pergi sekolah, bagaimana tidak.Tiga pulub menit untuk mandi, pakai seragam, dan kepanikan serta keceroboha dilewati.Tapi, sarapan terlupakan.Aku ini tipe anak yang tidak boleh tertinggal dari kata sarapan, karena riwayat penyakitku menuliskan maag disana.

"Mel, gue belom sarapan".Dengan nafas yang terengah selagi berlari terdenagr jelas.Rambut Meli sedang menari diudara sekarang, erlihat jelas bahwa dia kelelahan berlari dengan kencang

"Oh iya!, gue sampe lupa, buat ngingetin loe.Terus gimana Rah?!".Suara kepanikkan Meli terhadap keadaanku terlihat dari raut wajahnya, dan sorotan mata yang tampak cemas.

"Yaudah deh, gapapa.Gue masih kuat kok".

Kuyakin sedikit lagi gerbang sekolah terlihat dan aku akan baik-baik saja.Meski perut yang sedang berdemo, dan rasa perih dibagian lambung menjerit.

Gerbang tutup.Telat.

***

Gimana ceritanya? semoga kalian suka ya.Aku akan usahain agar cerita ini diupdet dengan cepat.Oh ya, kesian juga ya Rahma telat, coba saja ada uluran tangan yang membantunya.Pasti itu sangat menolong Rahma dari ancamannya sekarang.

The story about usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang