Karma itu berlaku

5.6K 876 104
                                    

Happy Reading📖

✉✉✉

Pagi ini Iqbaal sedang berjalan di lorong sekolah menuju kelasnya. Ketika sedang asik berjalan dia berpapasan dengan (Namakamu) dan Aldi yang baru saja keluar dari kelas. Keduanya berjalan sambil bersenda gurau. Mereka belum menyadari keberadaan Iqbaal, sementara Iqbaal melihat keduanya dengan tatapan yang sulit di artikan. Ada sesuatu di hatinya yang terasa.. sesak. Dia tidak tahu perasaan macam apa yang menyelinap di hatinya. Yang jelas, dia tidak suka melihat (Namakamu) yang kini dekat dengan Aldi.

Keduanya melewati Iqbaal tanpa memberikan sapaan. Jangankan menyapa, mereka bahkan sepertinya tidak sadar bahwa ada Iqbaal di sana. Tanpa Iqbaal ketahui bahwa (Namakamu) sangat menyayangkan Iqbaal yang memasang ekspresi biasa saja. Laki-laki itu nampak baik-baik saja dengan renggangnya keadaan mereka.

Iqbaal melanjutkan langkahnya hingga berdiri di samping kursinya. Terlihat Kiki tengah sibuk dengan ponselnya.

"(Namakamu) sama Aldi mau kemana, Ki?"

Kiki mendongakkan wajahnya untuk memandangan kearah Iqbaal, "Oh, si Aldi nganterin (Namakamu) ke perpus. Katanya mau minjem buku."

Wajah Iqbaal seketika murung. Dia meletakkan tasnya dengan kasar di atas kursi dan mendudukkan tubuhnya tanpa perasaan hingga menghasilkan deritan kursi yang lumayan kencang. Kiki yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, mood Iqbaal tengah tidak baik.

Tak lama, (Namakamu) kembali bersama Aldi yang dengan santainya merangkul bahu gadis itu. Iqbaal yang memang posisi duduknya di bagian paling depan mau tidak mau melihat apa yang sedang di lakukan oleh Aldi.

Matanya menajam, rahangnya mengeras, hidungnya kembang kempis. Pikirannya bersikeras untuk mengingat Shava, meyakinkan bahwa dia masih milik Shava. Tapi hatinya merasa tidak terima jika Aldi menyentuh gadis itu, (Namakamu)-nya. Selama ini (Namakamu) selalu bergantung pada dirinya, bukan Aldi, Kiki ataupun orang lain.

Kiki melirik Iqbaal yang nampak menegang. Gerakan tubuhnya seolah mengatakan bahwa dia tidak menyukai apa yang Aldi lakukan dengan (Namakamu). Dia bahkan melihat tangan Iqbaal yang terkepal kuat, membuat Kiki yakin bahwa sesungguhnya perasaan Iqbaal sudah berpaling ke (Namakamu).

"Aldi gue nggak di jemput," Iqbaal mendengar samar-samar rengekan yang (Namakamu) berikan untuk Aldi, membuat Iqbaal semakin geram karena biasanya gadis itu merengek padanya.

Aldi terkekeh, "Yaudah santai, sih. Kan ada gue, gue anter sampe rumah. Sampe kamar juga boleh." ledek Aldi membuat (Namakamu) mendelik sebal dan meninju lengan laki-laki itu.

Iqbaal sudah merasa panas mendengar ucapan Aldi. Ingin sekali dia meninju laki-laki itu, namun dia sadar bahwa apa yang dia lakukan sangatlah konyol. Apa yang akan mereka pikirkan jika dengan tiba-tiba dia melayangkan tinjuan kearah Aldi. Dengan posisi Aldi yang tidak memiliki masalah dengan dirinya.

Iqbaal bangkit dari duduknya, membuat kursinya mundur. Akibatnya meja milik Aldi dan (Namakamu) juga ikut mundur. (Namakamu), Aldi dan Kiki refleks melihat pergerakan Iqbaal yang terbilang kasar.

"Lo mau kemana, Baal?" tanya Kiki setelah melihat Iqbaal yang mulai berjalan keluar kelas.

"UKS, pusing gue!" Jawab Iqbaal dengan ketus membuat Kiki memutar posisi menghadap Aldi dan (Namakamu). Dia memandang (Namakamu) dengan intens.

"Pasien tuh, minta di obatin." ledek Kiki membuat wajah (Namakamu) memerah sejenak. Namun, dia kembali teringat dengan perkataan Iqbaal beberapa hari lalu. Laki-laki itu sudah menyuruhnya untuk menjauh, kan? Lantas untuk apa dia masih peduli?

Tapi kan, itu tugasnya sebagai ketua tim kesehatan di sekolah.

Masih ada anggota yang lain.

Tapi.. Ah, dia pusing.

**

Iqbaal merebahkan tubuhnya di atas ranjang kesehatan. Tempat ini, terakhir kalinya dia bersama gadis yang membuatnya tidak karuan saat ini. (Namakamu).

Tempat ini menjadi saksi di mana Iqbaal dengan bodohnya menyuruh gadis itu untuk menjauhinya. Hingga akhirnya timbulah penyesalan yang hinggap di dirinya. Apakah ini yang di sebut karma?

Iqbaal bahkan merasa tidak peduli dengan Shava. Tadi, saat Iqbaal ingin ke sini dia di cegah oleh Shava. Gadis itu bertanya namun karena perasaan tak karuan di hatinya, dia memberikan jawaban ketus pada gadisnya. Iqbaal tidak peduli apa yang akan ada di pikiran Shava setelah kejadian tadi. Dia hanya memikirkan (Namakamu), yang kini benar-benar menuruti kemauannya.

Labil, iya. Dia tau bahwa dirinya labil. Kemarin dia yang menyuruh (Namakamu) menjauh, tapi sekarang dia menginginkan gadis itu di dekatnya.

Seorang perempuan masuk ke dalam UKS membuat Iqbaal mengernyitkan dahinya bingung. Di dalam UKS ini hanya ada dirinya, tidak ada yang lain. Tapi untuk apa gadis itu datang kemari jika Iqbaal tidak merasa menyuruh petugas kesehatan untuk kemari.

Melihat tatapan Iqbaal, gadis yang bernama Siska itu menghembuskan napasnya, "Tadi gue di panggil (Namakamu) buat ke UKS. Katanya lo sakit,"

Iqbaal mengerutkan dahinya mendengar penjelasan Siska.

"Awalnya gue nggak mau. Sempet bilang, kenapa nggak dia aja. Tapi dia nolak karena nggak mau ketemu sama lo." jelas Siska membuat Iqbaal merasa tenggorokannya kering seketika. Hatinya mencelos, sakitnya bukan main.

"Lo mau minum obat apa?" tanya Siska seraya membuka kotak P3K yang ada di genggamannya. Tidak menyadari raut wajah Iqbaal yang sudah nampak seperti orang yang sedang menahan tangis.

Iqbaal menggelengkan kepalanya, "Siska, lo bisa keluar? Gue nggak butuh obat apapun. Gue cuma butuh sendiri."

Siska mengangguk nurut kemudian berjalan keluar dari ruang UKS, "Kalo pusing, obatnya ada di sana." ucap Siska seraya menunjuk kotak P3K pada Iqbaal sebelum akhirnya menghilang di balik pintu UKS. 

Iqbaal mengerang karena ucapan Siska kembali terngiang di telinganya. Bagaimana kalau dia mendengar langsung dari mulut (Namakamu)? Apa ini yang dirasakan oleh (Namakamu) saat dirinya secara tiba-tiba menyuruh gadis itu untuk menjauhinya?

Sakit. Pantas jika (Namakamu) menangis waktu itu.

Iqbaal menjambak rambutnya frustasi. Dia rasa bukan dia yang terbiasa karena (Namakamu) selalu bergantung pada dirinya. Tapi dirinya lah yang bergantung dengan gadis itu, terbiasa dengan keberadaan gadis itu.

Dia marah pada dirinya sendiri karena bodoh. Sangat bodoh.

✉✉✉

Hai!
Maaf baru update lagi he he.
Maaf juga bagian ini pendek, karena ini sebenernya bukan termasuk part 9 ya! Ini cuma bagian dimana ngejelasin perasaan Iqbaal setelah kejadian dia minta ngejauh. So, tunggu part 9 nya kawan!
Semoga suka sama bagian ini!:)

Depok, 5 Mei 2018

Best(boy)Friend [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang