17

1.4K 161 3
                                    

Perang dingin sudah dikobarkan oleh Bidadari selama satu minggu. Begitu pagi, Putra sudah tidak dapat melihat batang hidung Bidadari. Pada malam harinya, Bidadari memilih pulang larut malam dan langsung masuk ke dalam kamar meskipun Putra sudah memanggilnya untuk berbicara.

Bukan hanya pada Putra saja, bahkan Edo, Jerry dan Tommy pun terkena imbasnya juga. Sudah satu minggu ini mereka ber-empat tidak mendengarkan sepatah kata pun meluncur dari bibir Bidadari. Jangankan mendengarnya, rasanya lebih sulit untuk bertemu dengan Bidadari dibandingkan bertemu dengan presiden.

"Bida, abang perhatiin, kamu pulang hampir tengah malam terus tiap malam? Habis kelayapan ke mana kamu?", cecar Putra begitu melihat Bidadari masuk. Yang diajak bicara memilih melengos masuk ke dalam kamar, enggan menatap ataupun menanggapi Putra.

Sebelum sempat Bidadari berhasil menutup pintu kamarnya, Putra sudah berhasil menahannya.

"Bidadari!", bentak Putra yang membuat Bidadari tersentak kaget. Tapi sedetik kemudian, Bidadari berusaha untuk menutup pintu kamarnya agar Putra tidak dapat masuk ke dalamnya. Ia masih enggan untuk berbicara dengan Putra.

Tapi Bidadari tahu, bahwa semua usahanya akan percuma, tidak akan ada hasilnya. Karena saat ini, Putra sudah berhasil mencengkram tangannya dan menariknya ke ruang tamu yang sudah diisi oleh Edo dan Jerry. Dalam benak Bidadari malah berpikir apa Edo dan Jerry tidak ada kerjaan hingga nyaris setiap malam selalu mangkal di apartemen kakaknya itu.

"Duduk!", perintah Putra yang membuat Bidadari tersadar dari pikirannya. Dengan merengut Bidadari menuruti perintah sang kakak dan menghempaskan kasar cengkraman tangan Putra dan memilih menopang kepalanya dengan tangan kanannya dan melempar pandangan ke arah lain asal tidak menatap Putra, Edo ataupun Jerry.

"Kenapa tiap hari kamu pulang malam? Kamu masih berhubungan dengan Ahsyur?", tanya Putra yang kini duduk di sebrang Bidadari. Sedangkan Jerry dan Edo duduk di sofa panjang yang menjadi jarak antara antara Bidadari dan Putra.

"Apa urusan abang? Hidup, hidup aku. Aku mau jalan ke mana bukan urusan abang. Abang biasa pergi ke mana juga aku gak pernah repot.", cerocos Bidadari.

"Karena kamu tanggung jawab abang. Sekarang di dunia ini kita cuma berdua. Kita sudah gak punya papa ataupun mama yang peduli pada kita. Abang gak mau kamu meyesal nanti setelah berhubungan dengan Ahsyur.", sahut Putra frustasi. Sedangkan Edo dan Jerry memilih duduk terdiam untuk tidak ikut campur terlebih dahulu.

"Sekarang kamu jawab, setiap malam kamu pergi ke mana? Kenapa pulang tengah malam terus?", cecar Putra kembali.

"Aku sibuk jual diri buat cari pengganti Ahsyur, puas?!", sahut Bidadari kesal. Jawaban Bidadari berhasil membuat semua yang ada di sana, mendelik ke arahnya. Bahkan Putra sudah bangkit berdiri hendak menamparnya, jika saja Jerry tidak menahan Putra.

"Kenapa? Mau tampar aku?", Bidadari mendecih geram dan ikut bangkit dari duduknya menghampiri sang kakak.

"Nih, tampar", Bidadari menyodorkan pipinya kepada Putra. Putra membelalakkan kedua matanya, menyadari sang adik sudah jauh berubah dibandingkan dulu. Bidadari yang ia kenal akan selalu berusaha menghormati keluarganya, meskipun keluarganya yang bersalah. Lihat saja bagaimana Bidadari bertahan di kediaman Resaga. Namun hanya karena seorang pria, kini Bidadari menantang dirinya.

Tak ayal, Putra mendaratkan tangannya di pipi kiri Bidadari. Bukannya menyesali perbuatannya menantang Putra, kini Bidadari mendengus kesal sambil menyentuh pipinya yang sudah bewarna merah sambil menatap balik Putra.

"Yang sebelah kanan gak sekalian?", tantang Bidadari yang segera ditarik mundur oleh Edo agar tidak semakin memanasi perseteruan Bidadari dan Putra.

Bidadari The Ugly DucklingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang