34

1.2K 148 17
                                    

Marah, kecewa, kesal dan semua perasaan sejenis, sebangsa dan sekeluarganya itu sedang dirasakan oleh Bidadari. Baru saja hatinya mulai melunak setelah mengetahui kabar kehamilannya itu dan setelah merenungkannya semalaman, Bidadari berencana untuk memberitahukan pada Edo, namun harus segera Bidadari enyahkan. Bagaimana tidak? Sabtu siang Bidadari dikejutkan dengan kehadiran Edo di villa tersebut. Bukan untuk menjemput Bidadari, jelas. Karena Edo sendiri terkejut melihat keberadaan Bidadari di sana. Bahkan ia tidak datang sendiri. Tapi tidak juga beramai-ramai. Hanya berdua saja dengan Diana. Iya, Diana! Kalau kamu ditempatkan di posisi Bidadari, apa yang akan kamu pikirkan saat melihat suamimu hanya pergi berdua saja dengan seorang gadis yang memang terlihat dekat ke villa di Puncak! Edo kini tidak akan bisa berkelit lagi pada Bidadari.

"Loh, Do. Kata kamu di villa kamu cuma ada pengurusnya doang biasanya. Memangnya kamu nggak dikasih tahu kalau lagi ada yang nginap?", tanya Diana saat melihat Bidadari. Belum sempat Edo menjawab, Bidadari sudah menyelanya.

"Oh, saya memang pengurus baru di sini, Bu.", sahut Bidadari sambil menatap tajam ke arah Edo. Sengaja memanggil Diana dengan sebutan Bu, supaya Diana mengira Bidadari hanya bekerja pada keluarga Edo. Meskipun mereka sudah pernah bertemu beberapa kali sebelumnya. Sepertinya, keputusan yang akan diambilnya kali ini sudah bulat.

"Bapak dan Ibu apakah mau menginap di sini? Akan segera saya siapkan kamarnya. Mau dijadikan satu kamar atau terpisah?", tanya Bidadari dengan ekspresi datar. Pertanyaan Bidadari membuat Edo membelalakan kedua matanya, tidak suka dengan  pertanyaan Bidadari. Edo segera menarik Bidadari menjauh dari sana. Sedangkan Diana justru terlihat tersipu malu mendengarkannya.

"Apa maksud ucapan kamu barusan? Kamu jangan berpikir nggak-nggak melihat kami berdua datang ke sini.", ucap Edo langsung menjelaskan yang diikuti cibiran dari Bidadari.

"Sudah tertangkap basah, masih berusaha ngelak. Aku bukan orang bodoh. Kalau ada pria dan wanita hanya pergi berduaan ke rumah, villa atau apapun itu, tapi sepi dan bebas, memang apalagi yang bisa dilakukan? Paling main jadi suami dan istri yah?", ucapan Bidadari yang terakhir membuat Bidadari mendapatkan tamparan di wajahnya. Bidadari hanya bisa tertawa miris.

"Jaga mulut kamu yah, Bi!", ucap Edo geram.

"Bang, dari awal aku sudah bilang. Kalau abang menemukan wanita yang abang sukai, kasih tahu aku. Aku bakal pergi dari hidup abang. Tapi abang yang kekeuh bilang tidak ada hubungan apapun dan mau bertahan sama aku. Apa abang kesal sama kelakuan aku, sampai abang memilih menyiksa aku dengan cara ini? Kalau memang iya, selamat bang. Abang sudah berhasil menyiksa aku. Terus abang mau apa lagi dari aku bang? Aku kan sudah tidak ada nilai lagi bang. Bukan cuma abang yang pernah menyentuh aku. Aku suka tebar pesona sama laki-laki. Aku nggak jauh beda sama perempuan jalang. Kenapa abang masih mau mempertahankan aku bang?", ucap Bidadari yang berhasil membuat Bidadari mendapatkan satu tamparan lagi di wajahnya. Cukup membuat Bidadari terhuyung nyaris kehilangan kesadaran. Sedangkan Edo tetap berdiri di posisi semula, enggan membantu Bidadari.

"Sudah puas bang? Nggak sekalian mau bunuh aku juga bang? Biar abang bebas dengan cepat tanpa repot ngurus perceraian dengan aku?", tantang Bidadari kembali. Bidadari tidak akan memberitahukan perihal kehamilannya pada Edo, ia yakin dirinya hanya akan menghambat Edo untuk bersama Diana. Edo mungkin hanya akan kasihan saja padanya. Biarlah janin yang ada di kandungannya saat ini yang menjadi sumber kekuatan untuk Bidadari bertahan hidup.

"Do, lagi ngomongin apa sih? Kok lama banget?", ucap Diana muncul mendekat ke arah Edo. Edo memilih menggandeng tangan Diana beranjak dari sana. Saat tak terlihat lagi bayangan Edo dan Diana, saat itu juga pertahanan Bidadari runtuh. Kedua kakinya lemas dan cairan dengan cepat membasahi wajahnya. Secepat cairan merah pekat yang mengalir di antara kedua kakinya itu.

***

Mami Edo segera meminta Pak Darto untuk membawanya dan sang suami menuju Puncak begitu mendengar laporan dari istri Pak Udin mengenai kemunculan Edo tiba-tiba di villa tersebut bersama seorang wanita. Kepanikkannya bertambah saat mendengar laporan jika Edo menampar Bidadari. Puncak dari kepanikkannya adalah saat Pak Udin melaporkan dirinya dan istrinya membawa Bidadari ke rumah sakit terdekat karena melihat darah yang mengalir dari daerah kewanitaan Bidadari.

"Pak, lebih cepat lagi pak. Kondisi Bida sangat mengkhawatirkan. Saya takut terjadi sesuatu pada Bida dan calon cucu saya.", ucap mami Edo mendesak pak Darto untuk menaikkan kecepatan mobil yang dikendarainya itu.

Karena desakan dari atasannya, tikungan yang cukup tajam dan sebuah motor berlawanan arah berusaha menyalip kendaraan di depannya, Pak Darto membanting setir dan membuat dentaman yang cukup keras.

Bruaaaakkkk!!!

Kendaraan yang dikendarai Pak Darto menabrak pohon besar dan langsung merenggut nyawa para penumpang di kendaraan tersebut. Tanpa tersisa.

***

Bunyi telepon genggam yang tak ada hentinya, membuat Edo akhirnya menyerah dan mengangkat telepon masuk ke ponselnya itu. Tertera nomor telepon rumahnya. Edo bisa menduga jika Bidadari sudah menceritakan semua kejadian yang terjadi di villa. Pasti saat ini, maminya berusaha menghubunginya untuk memarahinya.

"Ya mi", ucap Edo. Namun Edo dikejutkan dengam suara isakan yang didengarnya. Bukan ibunya yang menghubunginya.

"Den, tadi bibi dapat telepon dari kepolisian, kalau tuan, nyonya dan suami bibi kecelakaan saat mereka menuju Puncak.", begitu mendengarnya, rasanya jantung Edo berhenti berdetak. Dunianya runtuh seketika. Untung saja ia memilih menepi untuk menerima panggilan tersebut dan Diana yang duduk di bangku penumpang begitu mengetahui apa yang terjadi, segera mengambil alih kemudi dan membawa Edo menuju rumah sakit tempat di mana jenazah kedua orangtuanya dibawa.

Selama mengurus jenazah kedua orangtua Edo, pemakaman hingga pengajian, Diana dengan setia mendampingi Edo serta membantu mengurusnya. Berusaha selalu menguatkan Edo. Sedangkan Bidadari dan Putra tidak terlihat sama sekali batang hidungnya. Edo merasa miris dengan perlakuan Putra dan Bidadari yang enggan melihat kedua orangtua Edo untuk terakhir kalinya. Padahal orangtuanya terutama sang mami sangat menyayanginya. Edo sudah memberitahu mengenai kabar meninggalnya kedua orangtuanya kepada Putra. Setidaknya Bidadari harusnya juga mengetahui kabar tersebut dari Putra. Ia merasa kesal dengan kelakuan dua kakak beradik itu. Bahkan Jerry dan Tommy pun bertanya-tanya mengenai keberadaan Bidadari dan Putra. Sebenarnya mereka juga sangsi dengan kedekatan Edo dengan Diana, namun mereka tahan mengingat Edo yang sedang dalam kondisi berduka. Dengan kesal ia pergi ke kediaman Putra, namun didapatinya rumahnya dalam keadaan sepi. Begitupula dengan villa milik keluarganya, tempat terakhir Bidadari berada yang Edo ketahui. Bahkan Pak Udin dan sang istri berucap mereka tidak tahu menahu mengenai keberadaan Bidadari. Mereka hanya memberitahu bahwa hari di mana Edo pergi dari Villa, tak lama Bidadari juga pergi. Bahkan seluruh barang-barang milik Bidadari masih berada di sana.

Hanya satu dugaan yang dapat dipikirkan oleh Edo, yakni Bidadari menyadari jika dirinya menjadi penyebab meninggalnya kedua orangtua Edo. Edo yakin Bidadari pasti sudah melaporkan tindakkannya pada mami Edo yang membuat mami segera terburu-buru menuju Puncak dan mengalami kecelakaan. Dan saat Bidadari mengetahui orangtua Edo meninggal, ia memilih kabur. Hanya itu yang mungkin terjadi!

Yuhuuu.. masih agak semangat melihat masih ada yang menunggu cerita ini plussss masih meninggalkan jejak. Makasih loh ❤
Ditunggu kritik dan sarannya.

God bless.

24.08.2019
Siska.

Bidadari The Ugly DucklingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang