5 - Dua Puluh Menit

272 34 1
                                    

Nay sudah berdiri didepan rutan, namun kakinya terasa berat masuk kedalamnya, semua orang memandangnya heran apalagi Nay masih berpakaian seragam sekolah dan hanya ditutupi jaket jeans dark blue nya itu.

Tangan Nay masih memegang sekantong belanjaan, Nay menatap ragu untuk masuk kesana. Berperang dengan batinnya adalah yang paling sering Nay lakukan dan lagi-lagi kata hatinya menyuruhnya untuk berdamai dengan masa lalu walau terasa sulit.

Nay datang bertepatan dengan waktu jam besuk maka saat itu pasti ramai orang-orang ingin menjenguk keluarganya yang berada didalam jeruji besi yang katanya dingin itu.

"Mau jenguk siapa dek?"

"Abang" sahut Nay datar sambil berdiri menunggu antrean

Setiap pengunjung yang masuk pasti diperiksa barang-barang bawaan nya sehingga jadi antre apalagi Nay yang masih pelajar pasti harus menunjukkan kartu pelajarnya.

Pada saat hampir giliran Nay maju untuk diperiksa Nay kembali mundur, Nay ragu untuk bertemu Arwendo rasa sakit hatinya masih berkecamuk belum sembuh juga dan sekarang ia malah ingin menjenguk apa jadinya bila dirinya dipertemukan dengan Arwendo?
Mungkin perang bisa saja terjadi atau parahnya Nay bisa saja emosi dan lupa diri dan mencelakakan Arwendo pikir Nay sendiri.

"Kamu Nay kan?"

Nay menoleh memandang seorang bertubuh tinggi tegap dan berjaket kulit hitam Polisi itu jelas saja mengenal Nay karna waktu itu ia turut andil dalam penangkapan Aslan dan Arwendo dan turut mendengarkan kejadian yang sebenarnya membuat polisi itu pasti mengenal Nay.

"Om Satria" ucap Nay mengingat nama polisi itu

"Iya... Syukurlah kamu masih mengingat saya" ucap Satria tersenyum

Nay hanya tersenyum

"Oh iya ada apa kamu kemari?" tanya Satria

"Aku.. Aku mau kedalem tapi..." sahut Nay dan menggantungkan ucapannya begitu saja

"Kamu masih marah?" tebak Satria

Nay mengangguk

"Saya mungkin tidak pernah tau apa yang kamu rasakan, tapi satu hal Nay memaafkan itu membuat perasaan kamu sedikit lega" ucap Satria

"Gimana bisa aku maafin dia? Dan percaya gak sih? Orang kita anggap abang malah menghianati kita dan menyembuyikan fakta sebenarnya? Dia secara gak langsung mengubah hidup aku, mimpi aku, harapan aku. Semuanya hancur" ucap Nay

"Berdamai dengan hati kamu Nay. Saya yakin kamu anak baik" sahut Satria tersenyum

"Damai? Secepat itu? Ya, aku memang tau kak Ozik belum meninggal tapi dimana dia sekarang? Dia seolah menghilang ditelan bumi. Gimana rasanya saat tau orang kita sayang ada terkubur dan setelah setahun ternyata bukan? Gimana? Sakit kan? Apalagi saat semua orang bilang aku cuma halusinasi... Itu rasanya sakit satu orang pun gak ada percaya aku.. Aku berusaha menyakinkan orang-orang agar percaya bahwa kak Ozik masih hidup" ucap Nay emosi

"Nay, mungkin Ozik perlu waktu untuk kembali ke hadapan kamu bukan sekarang" sahut Satria

Nay menghela napas berat dan memandang kearah lain.

"Kalau kamu dan Ozik berjodoh kalian pasti bertemu kembali saya yakin" ucap Satria tersenyum

Nay mengangguk lemah

"Kamu masih mau disini atau pulang?" tanya Satria

"Aku mau jenguk dia" sahut Nay kembali berjalan menuju antrean

"Kartu pelajar kamu" pinta Satria menahan tangan Nay

Nay langsung memberikannya yang telah ia persiapkan di saku seragamnya tadi. Satria langsung menarik Nay maju menghampiri petugas yang memeriksa barang-barang bawaan pengunjung.

Blueblood On Fire <Selesai>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang