Benda keramat
××
Waktu itu, setelah dia melihat benda itu di genggamanku. Dia langsung merebutnya dariku. Dengan tatapan tajam dan langsung meninggalkanku.
Lagi, dia meninggalkanku begitu saja.
Sekarang, aku melihatnya berdiri di halte biasanya. Kali ini aku jalan kaki. Tanpa mobil yang biasa ku kendarai. Aku pun bertekad menghampirinya.
"Menunggu, bus?" Tanyaku sekedar basa-basi.
Dia diam. Mungkinkah masih marah atas kejadian kemarin?
Ku lihat earphone itu tak terpasang di telinganya.
"Di mana benda keramatmu itu?"
"Apa maksudmu benda keramat?"
"Itu, yang kemarin kau ambil dariku"
"Hampir hujan" ku dengar gumamannya kemudian pergi meninggalkanku.
Lagi?
Oh, astaga! Kenapa dia selalu meninggalkanku?
Keputuskan berlari kecil mengejarnya. Menyejajarkan langkahku dengannya. "Kau tidak naik bus atau taksi?"
"Menghabiskan uang saja" jawabnya datar dan benar-benar dingin.
"Ka-"
"Berhenti mengikutiku, ku mohon! Harga dirimu bisa hancur jika berjalan denganku"
Aku mengernyit. Apa makasud ucapannya? Berlebihan bukan?
"Pukul berapa sekarang?"
Ku lirik jam di tanganku. "Tiga dua puluh"
"Aku akan berlari. Jangan mengikutiku"
"Lari? Kenapa harus lari?"
"Berjalan itu terlalu lama"
"Kenapa tidak naik-"
"Kenapa itu bisa ada padamu?"
Dia mengalihkan pembicaraan? Begitukah?
"Terjatuh di bawah meja taman sebelum kau pergi ke kelas"
"Kenapa tidak langsung mengembalikannya?"
"Kau sudah ke kelas. Ah! Jadi kau berharap aku ke kelasmu? Tahu begitu aku-"
"Jangan mengikutiku. Berhenti di sini!"
Aku yang berniat bercanda saja tidak bisa. Sebenarnya, dia kenapa?
Benar-benar keramat
Berhenti--