Ungkapan (1)

41 8 4
                                    

Ting-Nong....Ting-Nong....Drrrtttttttt...Drrrtttttttt....

Terdengar bunyi alarm membuyarkan mimpi indahku.
Aku langsung membuka mata mungilku dan menatap kearah benda yang membangunkanku.

Pukul 06.02 sekarang rupanya. Nampak langit masih kelabu, sang matahari masih terlalu malu-malu untuk memancarkan cahaya terangnya, mungkin kini matahari sedang menunggu sang bulan untuk pergi sejenak dalam kehidupan sang langit.

Ku buka jendela kamarku, menatap ke arah sebatang pohon yang rindang depan kamarku, disana terdengar Burung berkicau sangat merdu, dedaunan masih basah, embun menghiasi tepi-tepinya, ku rasakan hawa dingin menembus permukaan kulit ku.

Aku terdiam sambil fokus memerhatikan tiga ekor burung yang sedang bertengger di atas ranting pohon rindang itu. Mereka rupanya tengah asik memakan ulat-ulat kecil hasil buruan mereka. Kebersamaan burung itu lengkap sudah ditambah dengan cuaca yang bersahabat. Semilir angin menambah rasa kedamaian dalam acara makan pagi mereka.

Tiba-tiba air mata menetes sampai membasahi pipi kecilku,dan satu hal yang aku rasakan saat ini, yaitu 'IRI'.

Aku 'iri' melihat mereka bersama
Aku 'iri' melihat mereka bahagia
Aku 'iri' melihat mereka bercanda dan tertawa

Mereka hanyalah seekor burung yang tak berdosa, mereka tak tau arah jalan hidup mereka, hanya mengandalkan selalu berusaha yang terbaik untuk hari ini, agar esok masih bisa terbang kesana-kesini.

Nasib memang tak selamanya selalu berpihak pada isi hati, layaknya sang langit yang kini sedang ku tatap.

Hatiku berharap cuaca hari ini selalu cerah, tapi nampaknya awan kelabu masih menghiasi permukaan langit itu.

Aku hanya berharap untuk hari ini saja, Tuhan... janganlah dulu menurunkan sang hujan, karena ini hari pertama libur ku.
Ayah sudah berjanji akan mengajak ku kerumah orang yang sangat sangat ku sayangi.

Sebuah harapan seorang gadis kecil berumur 6 tahun, yang sudah setengah tahun duduk di sekolah dasar kelas 1.

Semenjak aku masuk sekolah ayah tidak pernah lagi mengajak ku berlibur ketempat-tempat yang aku suka, ayah bilang bahwa dirinya merasa takut jika putri kesayangannya akan merasa kecapean jika selalu berpergian kesana-kemari.

Karena memang tubuh ku tidak sesempurna manusia lainnya, sejak kecil aku terlahir sebagai seorang bayi prematur yang hanya memiliki satu ginjal.

Aku selalu bersyukur atas apa yang telah tuhan anugrahkan kepada diriku.

Sejak aku lahir sampai sekarang, aku belum pernah bertemu dengan sosok yang telah melahirkanku ke dunia ini. sejak aku masih menjadi manusia yang sangat lemah, ayah dan nenek lah yang membuatku tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang kuat seperti sekarang ini.

Ketika umur tiga tahun aku memutuskan untuk ingin hidup bersama ayah, dan meninggalkan nenek di kampung halamannya.

Ayah berkerja dikantor perusahaan ternama di kota metropolita, yaitu Jakarta. Di kota itu ayah membeli rumah yang bergaya minimalis, dengan 2 tingkat dan ukuran lahan yang tidak terlalu luas.

Rumah itu yang kini sedang ku tempati, begitu banyak kisah yang telah kucurahkan di tempat ini.

Ayah memilih untuk membeli rumah yang tidak jauh dari rumah sakit, itu karena hampir setiap sebulan sekali aku harus kontrol dan mengahabiskan obat-obatan yang melindungi nyawa ku.

Jika aku malas untuk minum obat,Ayah selalu bilang nanti tuhan bakal menjemput nyawa ku, maka setelah itu aku tidak akan pernah lagi bertemu dengan orang-orang yang aku sayang.

Entahlah, aku masih belum terlalu paham akan hal itu, aku hanyalah gadis kecil yang masih berumur 6 tahun, hanya satu yang kurasa kan ketika ayah selesai berkata, yaitu TAKUT.    





*****
Semoga kalian happy dengan cerita aku, baca terus ya....
Maaf kalau penulisannya belum sempurna.
Masih belajar hehee....^_^

Mohon pendapat dan sarannya ya guys....

Jangan lupa vote sebanyak-banyaknya.

Love,

Wita Nurfaiza
(Penulis Amatir)

Follow me on ID:
IG:@wita_nurfaiza
Wattpad:@witabcefaiza

Don't forget I need your vote...^_^

RIKESAN RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang