8. Runyam

577 65 0
                                    

° Ternyata pertemuan kita hanya membawa masing-masing ke dalam keadaan yang semakin rumit. Benarkah?

Ponsel sebagai alat perekam suara, modde on.

Note book, pulpen, cek.

Gazebo sekolah adalah tempat terbaik pikir keduanya. Maka yang harus dilakukan Alda saat ini adalah mendengarkan jawaban Zafran atas pertanyaan yang telah ia lontarkan.

Alih-alih menjawab pertanyaan Alda, Zafran justru sok sibuk dengan memainkan kuku panjangnya. Sesekali ia melirik ngeri kontaknya yang berada di saku seragam Alda. Maka jika sudah seperti itu, tentu kalian akan membayangkan yang tidak-tidak bukan? Begitupun dengan Zafran, mana mungkin ia berani.

"Kakak gak dengar pertanyaan saya barusan? Tanya Alda mencoba sesopan mungkin dalam berbicara, karena bagaimanapun ia harus bersyukur kakak kelasnya ini mau diwawancarai.

"Ee... enggak"

"Baik kalau gitu akan saya ulangi sekali lagi. Jadi, sudah berapa lama Kak Zafran menggemari alat musik gitar?" Ulang Alda.

"Ee... kapan ya??" Gumam Zafran seraya mengetuk-ngetukkan telunjuknya di kepala. "Gak tau lupa!" Lanjut Zafran pada akhirnya.

Sungguh, Alda tidak suka dipermainkan.

Gubrakk..

Dengan kekuatan penuh Alda menggebrak meja di hadapannya. Membuat Zafran menelan ludah ngeri.

"Sekali dua kali aku masih bisa sabar ya! Tapi untuk selanjutnya, aku gak akan diem aja kakak begoin!" Kesal Alda seraya bangkit dari duduknya.

"Ee... el-elo... bisa santai dikit gak?" Tawar Zafran terbata-bata.

"Yang bikin aku gak bisa santai kan kak Zafran sendiri!" Rasanya Alda ingin memakan manusia di depannya saat ini juga andai hal itu tidak diharamkan.

"Huft! Oke gini aja. Aku kasih kesempatan sekali lagi atau kalau gak..." kini mata Alda terarah pada tanaman rimbun yang melekat di bawah pagar sekolah.

"Kakak inget kan kalau kontaknya masih ada di aku?" Ancaman Alda yang seolah berkata -kalau kontak kamu aku lempar ke sana, kemungkinan 99,9 % akan dengan mulus melesat ke rimbunan rumput yang banyak serangganya itu lohh...- sukses membuat Zafran merinding bertubi-tubi.

"O-oke... gue udah inget kapan gue mulai suka main gitar" pasrah Zafran untuk yang kedua kalinya.

***

"Hahaha... iya! Jadi dia kayak ketakutan gitu" cerita Alda pada laki-laki yang berada di saluran teleponnya.

"Coba aja gue bisa liat mukanya langsung, udah pasti gue videoin tuh!" Balas seorang lelaki yang berada dipanggilan Alda.

"Janganlah kak, kasian, tadi aja melas banget gitu" sejenak Alda mengingat kembali betapa merasa bersalahnya pada Zafran yang sudah ia amuk tidak karuan, "Oh iya, sekali lagi makasih ya kak. Kalau bukan karena bantuan kak Dikta, tugas aku gak akan pernah selesai" lanjutnya.

"Santai aja Al, pokoknya mulai sekarang kita bisa jadi teman baik" ucap Dikta dengan seulas senyum.

"Iya"

"Udah malem nih! Lo udah makan?" Tanya Dikta seraya menatap jam dindingnya yang menjelaskan bahwa saat ini pukul delapan malam.

"Ee... u-udah kok!" Bohong Alda.

Jelas-jelas sepiring nasi dengan lauk ayam goreng dan semangkuk sayur sup yang tadi diantar Bi Tarmi belum disentuhnya sama sekali.

"Bagus deh kalau gitu. Jadi stamina lo tetap terjaga" Alda hanya membalas ucapan Dikta dengan senyum kecut.

Ekstrovert & Introvert [SELESAI✔️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang