12. Dini, Apa Salahku?

551 61 1
                                    

° Kepercayaan memang sulit di dapatkan, dan seharusnya aku mempercayai tabiat itu. Sayang, diriku sudah terjerembab.

Baru saja pintu rumah terbuka untuk mempersilahkan sepasang ayah dan anak melangkahkan kakinya masuk hingga suara perempuan terdengar kencang di telinga.

"Wah... seru banget ya habis jalan berduaan?" Ialah suara Gebby yang dimaksud untuk menyindir Alda dan Suryo yang baru saja pulang dari rumah Zafran.

"Kamu kenapa sih By? Bukannya tadi kamu juga habis jalan-jalan sama Mama?" Tanya Suryo seraya menghampiri anaknya yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu.

"Oh iya ya, Gebby lupa kalau tadi habis jalan-jalan sama Mama. Asal Papa tau ya, tadi tuh seru... banget. Rasanya Gebby pengin jalan-jalan seharian sama Mama, cuma takut nanti dimarahin sama Papa" ujar Gebby seraya melirik tajam Alda. Ia memang sengaja berucap seperti itu agar adik tirinya dapat merasa sakit hati lebih dalam.

Sementara gadis yang dilirik masih berdiam diri di tempatnya, membeku dan tak tahu bagaimana cara bergerak. Sampai akhirnya ia melihat Ibunya datang dari arah dapur dan hendak bergabung, maka segera ia berbicara, "Ee... Yah? Alda masuk ke kamar dulu."

Mendengar Alda yang pamit, Suryo segera menghadapnya seraya berkata "Eh, iya sayang. Kamu istirahat!" Dengan ditambah senyuman tulus.

Tak mau berlama lagi Alda segera melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya, namun sebelum itu ia berpapasan dengan Ibunya yang berucap, "Baru pulang?" Dengan ekspresi sedatar mungkin.

Sementara Alda hanya dapat membalas dengan anggukan lemah dan kembali melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di kamar, Alda membanting tubuhnya keras-keras. Memeluk boneka beruang kesayangannya dengan amat erat.

Alda terluka! Tunggu, bukan Alda! Melainkan hatinya. Lagi-lagi satu sayatan tergores di hatinya, dan ia benar-benar kesakitan. Apalagi saat mengingat betapa ketidakpedulian Ibunya terhadap dirinya.

Alda jadi teringat saat-saat dulu. Saat di mana semua yang baru masih lama. Ketika Alda yang baru pulang sekolah di sambut hangat oleh Ibunya, "Sayang.. udah pulang kamu nak? Yaudah, sekarang kamu ganti baju terus makan siang bareng Mama. Soalnya Mama tadi masak makanan spesial buat kamu".

Masih teringat jelas ucapan Ibunya pada saat itu, dan Alda sungguh merindukan ucapan hangat tersebut. Alda ingat pada saat itu ia masih mengenakan seragam putih biru. Sementara ayahnya masih kerja di kantor dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga biasa yang mampu memberi kasih sayang tulus terhadap putri tunggalnya.

Alda rindu! Rindu dengan semua kehangatan dan kesederhanaan keluarganya dulu. Namun apa daya? Lagi-lagi Alda hanya mampu terisak menggantikan kata rindu yang sulit diobati. Alda sendiri sampai heran, mengapa mudah sekali baginya untuk mengeluarkan air mata.

***

Jika gitar adalah manusia, mungkin Zafran akan mendeskripsikannya dengan kata teman.

Teman yang akan menemaninya mengalunkan musik di kala sunyinya malam. Ia sadar jika dirinya adalah seorang ekstrovert yang tidak akan betah berlama-lama dengan suasana sepi.

Seperti saat ini, jika ia sedang tak berkumpul dengan teman-temannya, biasanya Zafran akan bermain-main dengan gitar di kamar. Sesekali ia juga membuat beberapa lirik yang dicatatnya di sebuah note book kecil kemudian menciptakan beberapa nada pada gitarnya.

Berbicara note book, entah mengapa Zafran jadi teringat sosok gadis sederhana yang ia ajak jalan-jalan siang tadi, Alda.

Ekstrovert & Introvert [SELESAI✔️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang