2. Dinda Savaloka

127 77 40
                                    

Gue pingin deh jadi Putri tidur. Biar kalo bangun, yang pertama kali gue liat itu elo.


Dinda berjalan menyusuri taman, taman kota yang di penuhi bunga warna-warni. Taman ini merupakan tempat favorit Dinda. Dimana semua kenanganya ada di sini.

Tak jauh ia berjalan. Di kejauhan, ia melihat cowok yang kini sedang melihatnya. Dinda melihat cowok itu seksama. Kini, cowok itu mulai mendekat. Semakin dekat.

Oh my God! Begitu tampanya cowok itu. Dinda bisa melihatnya jelas. Cowok itu kini berada di hadapannya.
Dinda tersipu, kini pipinya memerah. Ia tersenyum malu.

Tak lama, cowok itu berlutut. Mengambil kedua tangan milik Dinda. Cowok itu menatap lurus mata Dinda. Namun, diseberang. Dinda seperti mendengar sesuatu. Suara yang nyaring, begitu nyaring.

"KRINGGGG"

Tubuh Dinda tersentak. Jantung nya berdegup kencang. Di iringi asma akut. Tidak, cuman pengandaian.

Dinda menetralkan jantungnya. Berusaha tenang. Ia duduk di pinggiran kasur. Sambil mengikat rambutnya dengan jedainya.

"Anjir mimpi. Udah enak-enak juga" umpat Dinda.

Dia melirik ke kiri, dimana ia letakkan jam alarm nya di sana. Ia menatap dalam, tersadar.

"Anjir telatt!" Dinda lari tergopoh ke luar kamarnya. Dia menuju tangga, berhenti di tengah tangga. Melihat ibunya yang kini sedang memasak di dapur

"Mama kenapa gak bangunin aku si" terlihat jelas, bahwa kini dia sedang kesal.

"Kata siapa mama gak bangunin, dari tadi mama juga udah bangunin kamu. Tapi kamunya gak bangun-bangun. Ya udah mama tinggal"jelas mama enteng.

"Seharusnya mama bangunin sampe akunya bangun. Aku kan sekarang ada MOS ma. Iii mamaa"

"Salah kamu dong. Kok malah nyalahin mama sih. Kalok kamu gak nonton Drakor sampe larut malam kan ga bak-"

"Au ahhh" Dinda melengos pergi. Kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Lalu ia segera mandi seadanya.

2-3 menit kemudian, dia keluar. Dia mengambil seragam SMP nya dan tasnya yang tergantung di belakang pintu. Sekilas Dinda mengecek penampilanya di depan cermin.

Lalu ia keluar menemui ibunya.

"Ma berangkat. Pak Anto ayo pak anterin"

"Oh iya neng" supir itu lalu menyiapkan mobil majikanya keluar pagar.

"Dinda ga sarapan dulu?" Seru mama pada Dinda.

"Gak ma, udah telat nih" Dinda berjalan kearah mobil silver miliknya.

Dinda menuju ke arah SMA nya. Sesekali melirik jam hitam yang melingkar di tangannya.

"Pak Anto cepet dong pak. Telat nii"

"Iya neng, sabar. Ini juga lagi lampu merah neng."

"Duhh ga bisa sabar pak. Telatttt."Heboh sendiri.

*
Sekian lama ia menunggu, berteriak- teriak seperti orang gila. Akhirnya Dinda sampai juga di SMAnya. Ia berlari, menuju koridor. Sampai berhenti di depan sebuah kelas.

Dinda menarik nafas dalam-dalam. Menetralkan rasa ngos-ngosanya. Tangan kanannya menopang pada kusen pintu. Sedangkan tangan kirinya memegang dadanya yang naik turun itu.

"Sorry kak telat. Soalnya tadi ke-" matanya yang sebelumnya memejam. Kini ia melihat ke depan. Sungguh nikmatnya pemandangan kali ini. Sangat memuaskan mata. Cowok tampan  yang tadi ada di mimpinya kini ada di hadapannya sungguhan. Aslii mukjizat.

"Anjirr ganteng parahhh" teriaknya cukup kencang.

Siswa yang ada di dalam kelas tertawa serempak. Menatap Dinda konyol. Dinda yang menyadari hal itu,  terdiam. Merasa bodoh. "Bego parah gue." Lirihnya.

Vote ya! Karna vote kalian berharga banget. Makasih.

Salam, author.

MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang