"Lo yakin nyalonin diri jadi Osis?" Ini udah ke lima kalinya Meira nanyain itu. Sumpah, telinga gue rasanya mau budek tau gak.
"Iya Meira.. kenapa sih gak percayaan amat."
"Maksud gue, Jadi Osis itu gak gampang tau Din. Lo aja ikut jurnal ga sampek seminggu udah tepar". Iya sih emang gue pernah ikut jurnalistik, kaget lo pada yak? huehe
"Aduh udah deh, lo besplen gue dukung aja okeh?"
"Liat aja, seberapa tangguhnya elo."
"Kemarin, gue beli bakso. Kuahnya gw minum baksonya gw buang!"
"HAHAHA! lucu ya lucu. DINDA! sini kamu." Anjir, gue kira tadi Meira yang ketawa.
"Kerjain ini cepet!" Bu Azizah nunjuk papan tulis dengan penggaris panjangnya. Gue dengan gercepnya ngambil spidol sebelum penggaris itu nyium pala gue.
Gue ga paham anjir. Ini soal apaan.
"Wah daebak!" Teriak gue.
"Kenapa-kenapa?!" Semua anak termasuk Bu Azizah yang siap-siap ngangkat penggarisnya ke depan dengan was-was. Dosa gak sih gue kali ini? pengen ngakak sumpah!.
Gue nunjuk Bu Azizah dengan spidol gue, "Ibuk!... Ibuk kurusan?! Omaigattt!" Tanya gue dengan kedua tangan yang menelangkup pipi gue, sambil acting dramatis. Kurangajar banget gak sih.
Bu Azizah dengan wajah bingungnya ngeliatin sekujur badannya. Gue cepet-cepet ngeliat ke depan, melototin semua temen gue.
Dengan sigapnya, mereka semua paham. "Eh iya buk, itu perut ibuk menciut!".
"Ih ibuk kok bisa sih? bisa langsing gituh"
"Wajah ibuk makin tirus, kayak Song Hye Kyo!"
"Song Hye Kyo apaan?"
"Ih, itu.. yang nyanyi ddu du ddu! kudet amat sih lo."
"Salah Anying!"
Gak papa lah, gesrek dikit yang penting berguna. Ailap yu frensku tercintah!.
*
Di sinilah gue, ngebagi in duit udah kayak lebaran. Berkat bantuan sahabat ter-unch gue yang nge-ikhlasin setengah uang jajannya, gue bisa bayar bantuan dadakan temen-temen gue tadi. Gini-gini, mereka pada minta imbalan coba. Ya meskipun ceban doang, bisa buat beli cimol tiga plastik kali.
"Makasih Din, lain kali kalo butuh bantuan bilang aja ya. Gausah sungkan," Ucap Felo salah satu dari orang yang gue kasih.
"Makasih sama gue. Itu ceban ada tanda tangan gue, uang gue itu." Kata Meira yang tiba-tiba nyamber.
"Hehe" Gue nyengir ke Meira.
"Gimana mau jadi Osis kalo cara lu kayak gini".
"Ini namanya permulaan, orang mau sukses kerja keras dulu. Nih, lo gak liat gue lagi kampanye." Ucap gue nunjukin beberapa lembar uang ceban di tangan gue.
"Kampanye uang gue." Ucapnya malas.
"Eh husttt!" Gue narik tangan Meira buat sembunyi di balik dinding kelas.
"Apaan sih lo"
"Bentar, diem dulu. Itu liat, Kak El sama kemoceng gimbal lewat!" Bisik gue.
Meira langsung ngintip keluar, "Ya teruss?". Gue cuma senyum evil ke Meira.
"Ngapain woi!" Teriak Meira.
Gue ninggalin Meira dan jalan ngikutin kedua cowok itu. Sasaran gue, kemoceng gimbal.
Gue jalan terus, dengan pelan-pelan. Sampe ternyata mereka masuk ke sebuah ruangan. Gue gak langsung masuk, gue liat tulisan yang tertera di atas pintu.
"Ruang Osis?!". Gue intip lewat jendela, disana ada Kak El dan si kemoceng itu lagi ngangkatin tumpukan kertas. Gak membutuhkan waktu lama buat gue balas dendam. Gue ambil sepatu yang gue yakin itu punyanya si kemoceng, karna tadi gue lihat dia ngelepas sepatu ini dari kakinya. Gue balik badan gue dengan tangan kiri gue yang nenteng sepatu. Baru 2 langkah gue jalan,
"Ngapain lo"
Gue terkejoed setengah mati. Gue balik badan gue, dan natap Kak El yang udah berdiri di depan pintu sambil bawa tumpukan kertas di tangannya.
"Engg, nganu.." Kata gue sambil garuk telapak kaki gue -eh salah, kejauhan- maksud gue, tengkuk gue yang gak gatel sama sekali.
"Itu sepatu mau lo apain?" Tanyanya ngeliat sepatu yang gue bawa.
"I-ini tadi gak sengaja ketendang, jadi mau gue taruh kayak gini." Gue langsung taruh sepatu itu tepat di samping kaki Kak El. Dan gue langsung mau pergi, sebel. Hancur sudah rencana balas dendam gue.
Tapi suara Kak El kembali menghentikan langkah gue. "Lo gak ada niatan mau bantu?".
Gue langung balik badan liat Kak El lagi, dengan kerutan di dahi gue.
"Bantu apa?" Tanya gue.
Kak El ngangkat dikit tumpukan kertas di tangannya tanda ngejawab gue.
"O-oh. Oke,".
*
Deretan ubin mengabsen langkah kami. Jantung gue udah kayak lari maraton tau gak. Padahal gue jalannya selow-selow aja. Emang ya, efek cinta emang dahsyat.
Setibanya di kelas Kak El, gue naruh tumpukan kertas itu di meja guru. Rada dag-dig-dug sih pertama kali masuk ke kelas kakel. Gue keluar kelas itu dan ternyata, Kak El masih ngikutin gue di belakang gue. Gue ngeliat dia yang lagi ngeliat gue.
"Makasih". Satu kata yang Kak El ucap yang udah ngebuat jantung gue seluncuran sampe ke ubin-ubin.
"Iya, sama-sama" Jawab gue kaku. Dia masih ngeliatin gue, gue gak pernah ngeliat muka dia kayak gini sekalipun. Bukan lagi muka yang datar dan dingin, enak banget deh dipandang. Apalagi pas bangun tidur ngeliat muka yang beginian -ehh.
Gue ngalihin pandangan gue, gak kuat hayati bang. Gue udah bingung sendiri sumpah.
"Ga usah alay." Gue balik natap Kak El lagi. Hah? alay?.
"Gausah ngarep sama gue, udah sana balik".
Dia ngusir gue?. Bingung gue. Tadi udah manis, sekarang dingin lagi Yalord. Pengen nampol tapi sayang.
Dengan langkah lebar, gue memutuskan untuk balik ke kelas.
*
Double up lho.
Spam komen yang banyak yaaa. Vote juga:)
Followww @clarissafee
Salam yahud, Author<3
![](https://img.wattpad.com/cover/138839502-288-k12196.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON
Teen FictionKamu terlalu angkuh. Mentang-mentang disini aku yang selalu mengalah, kamu seenaknya berlaku tarik ulur. Tunggu saja, jika aku mulai mundur. ---------------------------------------------------- Gelael Delfano. Most wanted-nya kaum hawa dan kaum gay...