Kalau untuk mencintaimu harus merasakan sesakit ini, mungkin aku akan bertahan. Namun, entah sekuat apa hatiku untuk menyiapkan.
*
Pikiran Dinda entah kemana. Sampai saat ini pun, ia masih tak megerti dengan sikap Kak El padanya. Dinda menyoretkan pulpennya pada kertas belakang buku catatannya. Tak terhitung berapa coretan yang telah ia ciptakan. Dua lembar sudah ia habiskan percuma. Berisi coretan yang tentunya tidak jelas. Entah itu tanda tanganya, nama-nama bias-nya yang berada di negeri ginseng itu, serta gambar orang yang sejujurnya tidak terlihat seperti gambaran. Melainkan hanya garis yang ditarik tegak lurus, dengan dua pasang garis diagonal yang dibuatnya sebagai tangan dan kaki, serta lingkaran kecil diujung atasnya. Dan ditambahkannya sepasang mata di sana.
"Jadinya Lo sama siapa?" Pertanyaan itu menghentikan aktivitas Dinda tiba-tiba. Dinda pun menoleh ke asal suara. Dilihatnya Meira yang sedang menatapnya.
"Apanya?"Tanya Dinda balik.
"Ya ampun.. Lo ngapain aja sih?". "Astaga! Lo gambar beginian? kayak bocah aja tau gak Lo! kalah sama ponakan gue."Canda Meira disertai gelak tawanya.
"Apaan sih!"Jawab Dinda dan menutup bukunya kesal.
"Uululuu tayankk.."Ucap Meira mencubit pipi Dinda gemas. "Jadi gini lo, tadi Bu Aisyah kasih tugas kelompok diurut dari absen. Dan tugasnya itu, bikin materi ulang di Bab 2. Untung gue sama cewek, enak diajak kerja sama. "Jelasnya.
"Gue sama siapa?"Tanya Dinda.
"Ga tau lah, gue kira lo dengerin tadi. Taunya gambar anu." Jawab Meira cekikikan.
"Anu?"Tanya Dinda ambigu.
"Itu.. orang-orangan sawah Lo. Hayo lo! mikir apa coba? tobat Din, tobat!" Ucap Meira dengan gelak tawanya lagi. Kali ini sambil memegangi perutnya.
"Gak waras!" Ucap Dinda berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kelas.
"Yee gitu aja marah!" Teriak Meira pada Dinda yang entah terdengar atau tidak. "Kenapa dah tuh anak? biasanya juga gue candain diladenin,"Monolognya.
*
Setelah Dinda pergi meninggalkannya tadi, Meira memutuskan untuk menyusulnya. Dan sekarang kedua gadis itu berada di kantin dengan makanan di hadapan mereka.
"Woi! makan.."Seru Meira pada Dinda yang sedari tadi belum juga makan.
"Hm,"
"Lo marah?" Tanya Meira.
"Nggak."Jawab Dinda seadanya.
"Kok muka lo gitu?" Tanya Meira lagi. Membuat Dinda menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke Meira. "Emang muka gue gimana?"Tanya Dinda ogah-ogahan. Kesal dengan bacotan sahabatnya itu.
"Ngeselin. Jadi pengen tabok,"Ucap Meira cekikikan kembali. Entah kesekian kalinya ia sudah membuat sahabatnya itu benar-benar kesal.
"Sebelum itu pala Lo udah gue tabok duluan pake raket. RAKET NYAMUK! kejet-kejet rasain LO!"Kembali menyendokkan makanan ke mulutnya dengan kasar. Sedangkan lawan bicaranya masih saja cekikikan.
"Aduhh aduhh, perut gue! huhh.. Udah ya, udah.."Ucap Meira sendiri sambil meneguk air mineralnya, berusaha menetralkan tawanya. Sedangkan Dinda sibuk dengan matanya yang tertuju pada seseorang. Dan tak lama, ia angkat bicara.
"Ra,"Panggilnya pelan.
"Hm ya? apa?"Jawabnya masih dengan senyum konyol diwajahnya.
"Lo bisa gak bantu gue?"Tanya Dinda ragu. Sesekali melihat seseorang di kursi depannya itu.
"Bantu?, bantu apa?"Meira mengangkat sebelah alisnya, tanda bahwa ia bingung. Humornya yang receh tadi, kali ini terganti dengan wajahnya yang terlihat serius. Mengapa tiba-tiba saja sahabatnya itu bilang bahwa ia ingin meminta bantuan kepada dirinya?. Pikirnya.
Dinda diam sesaat, berfikir lebih lanjut. Apakah ia akan mengatakanya pada Meira?. Keputusan dari semua rencana yang ia rencanakan?. Mungkin iya untuk kali ini.
"DEKETIN GUE SAMA..REY ?"Ucap Dinda dengan tempo cepat.
*
Dinda POV
Gue udah putusin kalau gue mau bilang kali ini ke Meira, menurut gue sekarang waktunya udah pas. Dan gue juga yakin, kalau Meira mau bantuin gue. Secara dia sahabat gue, apa-apa gue selalu curhat ke dia. Walau kadang sering ngeselin kaya tai:v.
Gue juga bingung dan malu saat gue mau bilang ke dia. Gue ngira, setelah gue bilang, dia akan ngecengin gue. Terserah apapun itu yang dia bilang. Gue mau minta bantuan ke dia. Gue udah ngumpulin semua rasa malu yang nantinya bakalan diadu sama mulut nih anak.
Gue lihat mukanya yang udah serius itu, meminta perkataan lanjut dari gue. Gue tarik napas gue perlahan, dan gue bilang ke dia.
"Deketin gue sama.. Rey?". Gue lihat Rey yang udah duduk di sebelah gue, dengan sebotol air minum ditangannya. Sedangkan dia hanya natap gue sambil senyum-senyum.
"Deketin sama siapa?"Ucapnya terdengar mencoba menggoda dengan menaik turunkan kedua alisnya ke gue. Gue yang bingung harus bilang apa, cuma diem dan membuang muka dari Rey. Tapi Rey malah menggeser duduknya lebih dekat ke gue.
Gue pun cuma bisa sesekali menggeser lebih jauh ke samping. tapi dia malah deket, dan deket lagi hingga tersisa sedikit ruang buat gue geser. Sampai gue memutuskan buat berdiri dan pergi ke kelas dengan langkah cepat. Gue denger suara tawa Rey yang mulai mengecil seiring gue yang berjalan menjauh.
*
How do you feel about this chapter?
hope you like this:)
Beri vote dan comment kamu ya!
#Next chapter khusus cast. Yay/Nay?#
Terima Kasih telah membaca.
Salam, Author.
Follow IG ku ya, @clarr.saa
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON
Ficção AdolescenteKamu terlalu angkuh. Mentang-mentang disini aku yang selalu mengalah, kamu seenaknya berlaku tarik ulur. Tunggu saja, jika aku mulai mundur. ---------------------------------------------------- Gelael Delfano. Most wanted-nya kaum hawa dan kaum gay...