Episode - 13: Realita

190 32 155
                                    


Kertas kuning yang ditemukan Obi dan Dhani waktu kunjungan ke Taman Mini Indonesia Indah berhasil teridentifikasi. Tulisan tegak bersambung yang mereka temukan waktu kemarin sama sekarang adalah satu kesatuan.

Hijau, lambang dari alam.
Di alam tersebut terdapat salah satu bangunan yang berupa logo.
Rasakan dengan pikiran yang jernih,
Maka itulah petunjukmu berikutnya.

"Gua bingung." Dhani menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedari tadi dia masih belum menemukan jawaban yang pasti.

"Lambang alam? Ini sih sudah pasti rumput." Obi bermain analogi.

"Ah masa? Siapa tahu rumput di lapangan Stadion Gelora Bung Karno kali." Dhani tiduran di tempat tidurnya, lalu menutup kelambu.

Obi yang duduk agak jauh membalikkan badan, kemudian diam-diam menyinari batu Ngalo Lumut Makara dengan senter yang berasal dari jam sakunya. Batu ini reflektif terhadap cahaya, menampilkan tekstur kasar dari batu tersebut serta bercak gelap.  Cahaya yang saling menyinari itu menimbulkan getaran di kalung jam saku Obi, dimana lambat laun bercak gelap tersebut menyatu dan membentuk wujud manusia berusia paruh baya yang terlihat sedang melap sesuatu di depan rumah. Obi sepertinya hafal dengan pelataran rumah tersebut.

Tidak ada suara, hanya menggambarkan orang paruh baya yang mengenakan kaus dalam dan sarung dengan salah satu kaki diangkat untuk menopang tangannya dalam membersihkan batu tersebut.

"Lu ngapain?"

Suara Dhani membuat wujud tersebut hilang. "Gila ah, ngagetin aja kamu, Dhan."

"Habisnya, lu kayak sembunyi-sembunyi. Kan, gua juga penasaran." Dhani tiduran lagi. Tektur kasur tipisnya lebih nikmat buatnya saat ini.

Obi melirik batu tadi, wujud orangnya kembali lagi. Dia sekarang sedang bercengkrama dengan seorang perempuan yang merupakan istrinya. Ia menyuruh lelaki tersebut untuk duduk dan menikmati seteguk minuman. Ini sungguh tidak mungkin, sejak kapan ada orang tuanya Dhani disitu? Apa hubungannya sama batu ini?

Ia bangkit berdiri dan membuka kelambu. "Batu ini ada hubungan apa sama orang tua kamu, Dhan?"

"Ha?" Dhani seperti baru kembali ke dunia nyata.

"Babe lu suka sama tanaman kan? Apa dia beneran suka tanaman? Atau hanya suka memajang tanaman saja?"

Dhani memiringkan mulutnya, diiringi pandangan menerawang. "Babe suka sama tanaman, dan kadang dia suka banget duduk di bawah sambil gosok-gosok gitu. Tapi aye kagak tahu itu benda apa saking seringnya dia tutupin."

"Sekarang kita ke Nyak, biar lebih jelas apa bener batu ini kesayangan Babe kamu."

Mereka berdua mendatangi kamar Bu Tini, disitu Bu Tini sedang menata pakaiannya untuk dimasukkan ke lemari. "Nyak, aye mau liat lemari Babe. Kuncinya dimane?" Dhani berkata terburu-buru seperti habis dikejar maling.

"Lu kalo ngomong kayak kereta cepet, sabar nape." Bu Tini setengah sewot. Ia beranjak ke nakas dan mengambil benda kecil. "Nih, jangan sampek ilang, kalau ilang gua sepak lu dari rumah," ancamnya.

Dhani membuka lemari tersebut, debu bertebaran di udara. Terlihat bahwa lemari tersebut tidak pernah dibuka. Mereka mengobrak-abrik isi lemari, sampai menemukan dua kotak yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran elegan. Dhani tidak sengaja membuang debunya ke depan Obi.

"Uhuk ...," Obi terbatuk, menghalau debu. "Tega bener dah."

Dhani mengeluarkan senyum lebarnya. Ia hapal kalau Bapaknya selalu memberi nama untuk kunci-kuncinya, tetapi dia juga tahu lokasi rahasia penyimpanan kunci kotak kayu jati ini. Perlu satu kali putaran, dan pandangan mereka melebar seketika.

Sentralisasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang