Episode - 26: Dongeng Nenek (bag.2) & Ikatan Batin yang Kembali

176 25 166
                                    


Panti Asuhan ANAK BANGSA, Desember 2021

"Kamu yakin, Nis, ini tempatnya?" Rana mengamati tempat panti asuhan ANAK BANGSA dari dalam mobil Jazz putih Nisa. Dua hari setelah Natal, mereka menepati janji dari petugas panti.

Nisa mengangguk, "Emang kenapa, Ran? Aneh ya?" wanita itu melepas sabuk pengaman. Mereka turun dari mobil.

Panti Asuhan ANAK BANGSA yang ada di pikiran Rana berbeda dengan situasi aslinya. Di bayangan Rana, tempatnya agak kumuh dan papan namanya tidak jelas, apalagi ditambah banyak dinding-dinding lapuk dan pagar dorong yang susah digeser. Ternyata, tempatnya nggak ada dinding tebal nan lapuk, yang ada dinding dengan pagar warna putih yang cantik. Serambi depannya saja asri sekali, ada tanaman hias dan banyak sekali anak berusia balita yang sedang asyik bermain dengan pengawas panti.

"Halo, Nisa," petugas Panti senior menyambut wanita yang mengenakan rok pilin warna pink dengan cipika-cipiki. Nisa membalas dengan senyum manis.

"Lho, kok sendirian? Katanya bawa teman kamu?" tanya Petugas Panti dengan tatapan bingung.

"Lho ...," Nisa tersadar. Dia menoleh ke arah serambi. Ternyata Rana sedang asyik bermain dengan para balita. Terlihat aura riang Rana ketika bermain kejar-kejaran dengan balita, atau main baris berbaris. Hingga mereka bermain perosotan bersama.

"Ran ...," Nisa memanggil wanita itu.

Di sisi taman, Rana mendengar panggilan Nisa. Wanita berjilbab itu berpamitan dengan balita tersebut. "Nanti kita main lagi, ya," ujarnya sembari mengacak rambut salah satu balita.

Rana dan Nisa mengikuti petugas Panti tersebut ke kantor yang terletak di agak belakang dari kamar penghuni. Suasana kantor terasa, cat warna tosca dengan hiasan lucu mendominasi dinding, di samping dan belakang meja kantor terdapat tumpukan buku. Di depan meja terdapat dua sofa warna hitam polos dan meja kopi yang terdapat air mineral.

"Silahkan ...," petugas tersebut mempersilahkan Nisa dan Rana duduk.

"Gilak sih, ya. Panti Asuhan ini keren banget," puji Rana dengan suara nyaris berbisik ketika petugas panti sedang mengutak-atik laci dokumen.

"Kamu kayak nggak pernah ke panti asuhan, Ran," balas Nisa.

Rana nyengir lebar, "Terakhir ke panti pas SMA dulu waktu bukber."

Nisa menahan diri untuk tidak menepuk jidat, beginikah perempuan yang juga menyukai Obi? Ini sungguh diluar dugaannya.

Petugas Panti kembali ke mereka dengan satu map warna oranye yang memudar. "Ini data-data dan profil pak Benny," katanya sambil menaruhnya di meja.

Rana membaca isinya dengan seksama. Dia mengamati surat dari Dinas sosial, salinan rekam medis rumah sakit Mitra Keluarga, beserta data-data kelahiran, hingga Salinan penetapan pengadilan dan Salinan akta kelahiran Benny. Rana memfokuskan perhatiannya pada surat dari rumah sakit, terutama pada tanda tangan Bu Hasmi. Dia mencocokkannya dengan tanda tangan dalam surat pribadi pemberian Nisa yang sempat Ia foto sebelum kesini.

"Hem ...," Rana melihat tanda tangan Bu Hasmi di foto surat pribadi dan data awal rekam medis Benny, "Tanda tangannya agak beda ya, bentukannya. Struktur garisnya agak miring dan tebal tipisnya nggak konsisten. Pulpen macet juga nggak mungkin, soalnya ini pakai pulpen mahal."

Tepat saat itu, mereka mendengar suara pecahan kaca terjatuh.

Rana, Nisa, dan Ibu Panti melihat ke jendela luar, dan tampak seorang Ibu-ibu paruh baya yang ketakutan. Ibu itu berlari. Rana keluar dari ruangan lalu ke jalan gang untuk mengejar terlebih dahulu. Nisa mengikuti dibelakangnya. "Bu, tunggu, jangan lari," teriak Rana.

Sentralisasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang