Jakarta, Awal Januari 1980
Obi akhirnya diijinkan untuk menginap di rumah Dhani. Selepas pulang dari pesta Tahun Baru, mereka langsung tidur tanpa mengganti pakaian. Kemudian, mereka dibangunkan oleh Bu Tini (Ibunya Dhani) untuk segera melaksanakan Sholat Subuh. Obi tidak menyangka bahwa zaman ini anak-anak mau pun orang tua pada bercengkrama dengan khidmat dalam perjalanan menuju Masjid. Setelah Sholat Subuh, mereka berdua mulai melaksanakan ritual bebersih rumah.
Obi terharu melihat pemandangan ini. Pemandangan Dhani dan Ibunya yang saling membantu membersihkan rumah. Ibunya Dhani yang menyapu rumah, dan Dhani yang menepuk kasur-kasur lapuk yang berada di semua kamar dengan sapu lidi tanpa pegangan. Obi sendiri mendapat kebagian mengepel lantai, itu pun setelah Ibunya Dhani menyapu ruangan.
Ternyata mengepel lantai tanpa tongkat cukup melelahkan, beberapa kali Obi menyeka keringat yang mulai menetes di dahinya. Dia memasukkan lap ke ember hitam yang berada di sampingnya, memerasnya hingga air pel berkurang kemudian menggeseknya pada lantai. Hampir satu jam dia berhasil menyelesaikan tugas pel-pelannya.
Obi dan Dhani bersantai di undakan tangga depan rumah. Mereka menikmati hamparan serambi rumah yang penuh dengan tanaman yaitu bunga, bumbu masakan seperti daun jeruk, cabai, kunyit, dan semacamnya. Ada pohon mangga besar yang terletak di sebelah kiri pekarangan.
"Nih, diminum ya, anak-anak." Bu Tini datang sambil membawa nampan berisi dua teh hangat. Setelah menaruh teh tersebut, Bu Tini kembali ke dalam rumah. Tidak ada pembicaraan saat ini karena mereka sedang menikmati teh hangat.
"Nikmat banget, ya," ujar Obi.
Dhani tersenyum sedikit miring, dan meletakkan tehnya. "Emang."
Ini anak narsis banget, persis sama Satya, pikir Obi.
"Bukan, maksud aku," Obi terdiam sejenak, "Tehnya enak, tapi ... udara bersih di pagi hari memang nikmat. Jarang-jarang aku dapat udara bersih kayak gini."
Dhani terperangah. "Maksud lu, di Surabaya, kagak ada udara bersih, gitu?"
Perkataan Dhani malah membuat tawa muncul dari Obi, Ini anak polos banget sih.
"Oh ya, umur lu, berapa sih?" tanya Dhani tanpa memandang Obi.
"Dua puluh tujuh."
Dhani kaget. "Serius?" Bola mata Dhani membesar, dia menghadap Obi, "Sama dong, umur gua juga segitu."
Bu Tini kemudian berteriak dari dalam rumah untuk menyuruh mereka segera masuk untuk sarapan. "Biasain, ya, Bi. Enyak gua emang gitu. Suka tereak-tereak." Mereka berdua berjalan berdampingan menuju meja makan.
"Nih, Nyak udah masakin makanan kesukaan elu, Dhan," sambut Bu Tini yang sedang menaruh lauk-lauk di meja makan. Kemudian, mereka berdua memakan sarapan dengan lahap.
Ketika mereka berdua ingin bergantian mandi, Dhani menahan lengan Obi. "Gua mau bicara sama lu, penting." Obi dengan pasrah mengikuti Dhani, dan dia berharap semoga bukan hal aneh.
"Gua kagak basa-basi orangnye," ujar Dhani setelah merebahkan diri di sofa ruang televisi. "Lu, kan, perantau. Pasti, lu butuh kerjaan, kan? Buat bertahan hidup. Nah, gua mikirnya gimana kalau lu bantuin gua di toko?"
Obi merasa lega, rupanya bukan hal aneh terkait dirinya. Tetapi, dia tiba-tiba merasa janggal yang sayangnya dia takut untuk mengutarakannya. Dhani yang sepertinya mengerti pikiran Obi langsung melanjutkan lagi. "Gaji lu, aman dah. Bonusnya paling pas, ya, kalau lu bisa bikin pelanggan makin banyak datang ke toko gua."

KAMU SEDANG MEMBACA
Sentralisasi | ✓
Aventura[SERI PANDORA #2] [TAMAT] Obi Ardiansah Wiantono (27) menghilang ketika liburan ke Southamptons bersama sahabat dan kekasihnya, tetapi anehnya Obi tidak meninggalkan jejak apa pun. Rupanya Obi terlempar ke tahun 1979 akibat mencoba mainan lamanya. B...