The First : Dua Puluh Satu

1.1K 53 22
                                    

Gue yakin, sang rembulan sudah datang
Yang menyapa dengan tenang.

- Arfan Raffasya.

***

Hai Zahra!

Maaf gue ga bisa bantu secara langsung buat nyari sepatu lo yang hilang itu, tapi gue bakalan usaha kok buat nyarinya, walaupun lo ga tau.

7 Mei 2018.

"Tuh kan, dapet lagi". Batin Zahra memandangi surat dari secret admirernya itu.

Setelah agak sekian lama Zahra tidak mendapatkan sebuah surat yang biasa selalu ia terima setiap hari itu, kini datang lagi. Surat itu ia temukan di dalam tasnya saat Zahra ingin mengatur jadwal pelajaran untuk besok.

Sebenarnya siapa dia? Siapa dia yang sudah berani mengirimkan surar-surat itu kepada Zahra? Mengapa ia tidak terang-terangan saja? Sungguh, Zahra sebenarnya tidak menyukai hal ini, ia lebih suka bahwa sang pengirim surat itu lebih terang-terangan saja kepada Zahra, tidak harus sembunyi seperti ini. Sebenarnya, kepala Zahra sudah pusing, bukan pusing dalam artian sedang sakit, tetapi ia pusing memikirkan siapa sebenarnya secret admirernya itu? Apa tujuannya mengirimkan surat itu untuknya?.

Kalau dipikir-pikir, zaman sekarang sudah canggih dan teknologi sudah berkembang sangat pesat, lalu mengapa secret admirernya itu masih menggunakan surat sebagai alat komunikasinya?

Diibaratkan, orang-orang sudah banyak menggunakan pesawat untuk berpergian, sedangan secret admirer Zahra? Ia masih menggunakan delman. Sungguh sangat diluar dugaan.

"Ck, aneh banget sih".

"Kan bisa lewat sms, ga harus lewat surat".

"Eh, iya. Ga boleh gitu, Ra!".

"Positif thinking aja, mungkin dia ga punya hp".

"Atau dia itu lebih seneng nulis daripada ngetik".

"Dan satu lagi, mungkin dia itu lagi uji coba pelajaran bahasa indonesia tentang surat menyurat, jadi dia ngirim surat itu ke lo buat belajar, mungkin aja".

Dan begitulah hipotesis-hipotesis yang keluar dari mulut Zahra sendiri tanpa ia pikirkan terlebih dahulu. Sebenarnya banyak kemungkinan mengapa secret admirernya itu mengirim pesan melalui sebuah surat, tetapi hipotesis yang paling kuat adalah ketiga hipotesis yang barusan ia sebut tadi. Zahra memang ahli dalam membuag hipotesis, walaupun semua hipotesisnya itu tidak diketahui kebenarannya.

"Eh iya, kalo dipikir-pikir kok dia tau sih kalo gue kehilangan sepatu?". Batin Zahra yang tak habis pikir.

Diterawangnya surat itu, hingga ia nekat untuk menaiki meja dikamarnya dengan mengangkat surat itu setinggi mungkin hingga agak mengenai lampu di kamarnya, " Ih, kok ga ada petunjuk apa-apa, sih!".

Matanya menyipit dan alisnya berkerut, menandakan bahwa ia sedang berpikir dengan sangat keras, ia yakin bahwa di surat ini ada sebuah petunjuk yang dapat menghantarkan dia ke sang pengirim surat itu.

Ditelitinya lagi surat itu, mulai dari isi, amplop yang digunakan tempat surat itu, sampai gaya penulisan yang digunakan sang pengirim surat tersebut. Sungguh, cara penulisannya ini seperti orang-orang terlatih, terlihat dari tulisannya yang benar-benar rapi, bahkan bisa mengalahkan bagusnya tulisan seorang Azzahra Zanitha yang dicap sebagai pemilik tulisan terbagus di kelas XI IPA 4!.

Otaknya masih berpikir keras, mencoba fokus dan meneliti lagi surat itu, surat yang dipegangnya saat ini. Matanya terfokus pada saat ia melihat amplop yang digunakan sebagai tempat surat itu, alisnya kembali berkerut, sepertinya ia kenal amplop satu ini.

The FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang