Recap

70 1 0
                                    

First day of 2017.

Tepat 1 hari sebelum tahun baru, aku kembali menelan pil pahit–entah ini keberapa kalinya–aku dan pacarku (saat itu) lagi-lagi putus. Hubungan putus-nyambung yang kita usahakan selama 4 tahun terakhir harus berakhir. Ini sakit, bahkan lebih sakit daripada yang pernah terjadi sebelumnya. Mengingat umurmu sudah bukan anak dibawah 20 tahun, menjalin hubungan bukanlah hal sepele. Dan ketika kamu dalam hubungan yang terasa baik-baik saja tiba-tiba runtuh, banyak pertanyaan muncul. Kecewa, marah, sedih, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Bingung mau dilempar kemana ini perasaan? Yang bisa kamu lakukan hanyalah menelannya dengan ikhlas. Hebat, aku menghabiskan hari pertama di tahun 2017 hanya untuk cemberut dan bersedih. Mencoba menerka, "apa yang salah dengan hubungan kita?". Apakah aku tidak berubah? Apakah aku tidak pernah cukup bagimu? Dan semua rasa hancur itu tidak berhenti disitu. Saat aku memiliki niat baik untuk bertemu, bertanya dan mempertanggung jawabkan keinginanku dalam menjalani hubungan serius dengannya, aku harus menerima kenyataan bahwa saat itu–tidak genap 1 bulan setelah putus–dia bersama laki-laki lain. Aku marah. Aku benci. Sumpah serapah kulontarkan padanya. Aku menganggapnya ketika bersamaku dia tidak pernah serius. Dan saat itu, aku berdoa, "semoga mereka putus". Dan ternyata, waktu telah menjawab doaku. Mereka akhirnya menikah. Dan hari ini, hari terakhir di tahun 2017, aku bersyukur bukan dialah jodohku. Dan saat ini, sudah kupendam semua rasa marah, sedih, dan mencoba mengubur semua itu dalam-dalam.

The pluviophile.

Semua berawal dari sebuah event komunitas. Disitu, dia duduk. Dengan mukanya yang bulat, senyumnya yang lebar, matanya yang berbinar. Dari sekian banyak cewek yang ngumpul di kursi itu, hanya dia yang berhasil membuatku tertarik. Di pagi minggu itulah hari pertama aku melihatnya, tanpa mengetahui namanya.

Waktu berlalu, aku teringat bahwa aku sudah memfollow akun instagramnya. Dan saat itu aku mencoba mengomentari timeline story di akunnya. Semua berawal dari aku yang salah tebak soal lagu yang dia putar di story hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya nonton film. Berdua. Ya, itu memang gila. Seumur hidup aku mengenal diriku sendiri, berkenalan dengan seseorang yang total stranger adalah hal yang gak mungkin banget ku lakukan. Aku adalah orang yang susah berkomunikasi dengan orang baru, apalagi dengan lawan jenis. Tapi tidak, keberanianku dan tekadku untuk berkenalan dan jalan berdua adalah sebuah rasa relieve dan aku bersyukur aku berani melakukan itu.

Waktu terus berlalu dan aku tidak menyangka kita berdua tetap dekat hingga sekarang. Aku tidak berani bilang bahwa kita jodoh, tapi yang pasti tidak ada yang namanya kebetulan. Aku yakin dan percaya semua ini adalah jalannya. Semua rasa sakit, kecewa, marah semua mengarah ke tepat detik dimana aku bertemu dengan dia waktu itu. Tapi percayalah, ini bukan cinta pada pandangan pertama. Iya, dulu waktu aku pertama jalan berdua dengannya aku pulang dan aku berpikir, "oh, anak ini cocoknya jadi temen aja sih". Bahkan aku sempat untuk mencari gebetan lain saat itu. Tapi seiring waktu berlalu, kita berdua sering ngobrol dan aku makin mengenal dia, disitulah aku mulai jatuh cinta.

Aku tidak jatuh cinta dengan paras cantiknya, aku jatuh cinta karena ia telah merubahku. Aku jadi orang yang lebih positif, lebih berani untuk mengambil langkah untuk mengejar mimpi dan membuatku berani berubah menjadi lebih baik. Perlahan tapi pasti, aku berhasil dibuat jatuh cinta dengan tingkah lakunya, dengan positifisme-nya dan dirinya yang enerjetik. Dia menginspirasiku.

Aku tidak pernah ingin dia untuk jadi pacarku. Aku sudah lelah pacaran, seandainya ini semua berakhir, aku ini dipersatukan dalam hubungan serius, menikah. Iya, aku tidak ingin dia jadi pacarku, aku ingin dia jadi istriku. Ya mungkin ini terlalu berlebihan, tapi percayalah dia adalah orang yang hebat. Mungkin ia tidak literally membangkitkan atau menyembuhkanku dari luka yang lama, tapi dia adalah alasanku untuk bangkit dan sembuh dari luka itu. Aku bersyukur mengenalnya, aku bersyukur bertemu dengannya. Kita sering menghabiskan waktu berdua (bertiga sih lebih tepatnya), dan disitu aku makin dibuat jatuh cinta. Dia bukan wanita sempurna, tapi karena ketidak sempurnaan-nya, betapa terkadang clumsy-nya dia, betapa suka dadakannya dia, betapa polosnya dia, aku jatuh cinta. Dan tak ada yang lebih menunjukkan cintamu selain doa. Iya, aku selalu berdoa bahwa jika ia memang jodohku yang ditunjuk Tuhan, aku berdoa kita berakhir dalam sebuah hubungan sakral, pernikahan. Namun jika tidak, aku berdoa kita dipisahkan dalam kondisi baik-baik tanpa ada luka diantara kita. Karena yang ingin aku lakukan padanya adalah membuatnya bahagia. Itu saja.

Cerita tentang cewek satu ini bisa disimak di post-post .

2018

Dan disinilah kita. Tanggal 31 Desember 2017. Hari terakhir di tahun 2017. Setelah aku melewati susah dan senang, sedih dan bahagia, tangis dan tawa, disinilah aku. Aku masih berdiri dengan kuat, aku masih juga sendiri, namun aku sudah tak punya keraguan atau rasa gelisah akan status, "jomblo"-ku lagi. Karena aku percaya, kelak ada satu manusia yang akan mengakhiri status, "jomblo" itu. Dan dipersatukan dalam hubungan yang serius, untuk selama-lamanya. Aku bersyukur bertemu dengan sang pluviophile ini, aku bersyukur bisa mengenalnya, bisa dekat dengannya, kuhabiskan waktu dan tawaku dengannya. Aku senang.

Terima kasih kawan-kawan pembaca. Iya, ini bukan blog yang akan jadi novel best-selling tapi disinilah aku menjadi diriku, bebas untuk mengungkapkan perasaanku tanpa harus bersembunyi dan berbohong. Dan tanpa kalian semua, aku hanyalah manusia kesepian biasa. Tapi karena ada kalian, aku–Rahmat Tantular–akan tetap menulis kisah kehidupan cintaku. Manis, pahit semua ada di blog ini. Dan aku bersyukur bahwa ada orang yang membaca tulisanku ini. Terima kasih untuk semuanya.

Diary Seorang JombloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang