BAB 5

101 8 0
                                    

Mobil itu melaju kearah selatan Inggris meninggalkan perkotaan yang penuh dengan keramaian. Sudah dua jam mereka berkendara beberapa saat yang lalu mobil mereka melewati jalanan panjang yang di bagian kanan dan kirinya di tumbuhi pepohonan hijau yang menjulang tinggi ke atas. Aurell membuka jendela kaca mobilnya. Ia membiarkan udara segar masuk kedalam mobil. Kini mobil mereka melewati lahan gandum yang luas.

Sejauh mata memandang yang ada hanya lahan gandum terhampar luas di sisi kanan dan kiri jalan. Tidak lama setelah itu mobil kembali memasuki kawasan yang di tumbuhi pepohan besar. Mereka sudah bisa melihat adanya rumah-rumah warga. Mereka melewati sebuah super market yang di halaman depannya terparkir beberapa mobil milik pelanggan. Sandler membelokan mobil mereka ke arah kanan memasuki kawasan yang di penuhi oleh kedai-kedai makanan dan toko pakaian.

"Itu adalah gedung sekolah kalian," ucap Sandler sambil menunjuk kearah sebuah bangunan besar dengan tiang yang mengibarkan bendera Inggris.

"Apa kita sudah sampai," tanya Rupert yang sudah mulai bosan berada di dalam mobil.

"Belum sayang sebentar lagi kita sampai," jawab Sandler sambil tersenyum.

Lima belas menit kemudian Sandler memasuki sebuah halaman rumah. Ia mematikan mesin mobilnya dan segera keluar dari sana. Lena, Aurell dan Rupert juga keluar dari dalam mobil. Mereka secara bersamaan menatap sebuah rumah besar yang ada di hadapan mereka.

"Ini dia rumahnya," ucap Sandler.

Mata Lena terus saja terbelalak melihat rumah itu. Halaman rumah itu di tumbuhi oleh rumput hijau. Terdapat sebuah pohon besar yang rindang yang tumbuh di sisi sebelah kanan rumah. Sedangkan rumah itu sendiri. Dari luar nampak terlihat batu-batu alam yang sengaja di tempel pada tembok bagian bawah rumah itu. Bagian depannya memiliki beberapa jendela berkaca bening yang di tutupi oleh gorden putih dari dalam. Belum selesai dengan kekagumannya akan rumah besar itu. Sandler melangkah mendekati rumah itu.

Lena dan kedua anaknya langsung mengikuti Mr. Sandler meskipun tidak ada perintah darinya. Mereka menaiki dua buah anak tangga untuk masuk ke area teras. Sandler yang sudah ada di depan pintu langsung mengambil kunci yang ada di dalam saku celananya. Ia segera membuka pintu itu dan memimpin masuk kedalam rumah itu.

Lena dan keduanya anaknya ternyata lebih kagum lagi ketika melihat bagian dalam rumah itu. Di dalam sana terdapat banyak benda-benda klasik. Ada sebuah sofa panjang yang dilapisi dengan kulit macan sintentis. Ada sebuah hiasan beberapa kepala binatang seperti rusa, beruang, harimau, kucing hutan. Lena melihat ke arah dinding yang memajang kepala-kepala binatang itu.

"Apakah ini asli ?" tanya Lena penasaran.

Sandler melangkah mendakati Lena yang masih terpana dengan sisi dinding yang di penuhi oleh kepala binatang. Pengacara itu berdiri tepat di samping Lena ia menyilangkan kedua tangannya kebelakang.

"Jujur saja aku sudah puluhan kali menanyakan pertanyaan yang sama pada Deborah. Tapi setiap kali aku bertanya hal itu, dia hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban," ucap sandler ia berjalan ke ruangan tengah.

Aurell berdiri di depan sebuah perapian yang di bagian luar dindingnya di tempeli oleh bebatuan. Di bagian samping kanan perapian terdapat sebuah gramophone tua yang antik. Aurell memeriksanya ia menyentuhnya dengan lembut. Ini pertama kalinya ia menyentuh gramophone sebelumnya Aurell hanya melihatnya di majalah milik Kimmy ketika ia dan ibunya bertandang ke unit apartemen Kimmy.

Rupert hanya terdiam ia berdiri di ujung tangga. Rupert mendongakan kepalanya ke lantai dua. Matanya hanya menatap ke arah atas. Padahal tidak ada sesuatu yang dapat ia lihat selain susunan anak tangga dan langit-langit yang megantungkan lampu kristal besar yang nampak mewah.

"Hei kau sedang lihat apa?" tanya Lena ia menyentuh pundak Rupert dan berdiri di belakangnya. Rupert meghadapkan wajahnya pada ibunya. Ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Tanda bahwa ia tidak sedang memperhatikan apa-apa.

"Nenekku tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Apa ia tidak memiliki keluaraga lain.

"Entahlah dia hampir tidak pernah membicarakan keluarganya. Dia penuh dengan misteri," jawab Sandler.

"Lalu kenapa ia memberikan semua hartanya padaku."

"Saya sendiri terkejut ketika mendengar bahwa ia memiliki seorang cucu. Ia menulis surat wasiat itu di hadapanku lebih dari satu tahun yang lalu. Tapi kenapa ia menyerahkan semua hartanya padamu. Hanya dia yang tahu."

Lena dan kedua anaknya nampak serius mendengarakan apa yang dikatakan oleh pengacara itu. Bagi Aurell yang masih remaja ia tidak perlu tahu alasan kenapa nenek dari ibunya memberikan semua hartanya pada ibunya. Yang penting baginya adalah bahwa ia bisa tinggal di rumah besar ini. Dan biaya pendidikan untuknyapun sudah di pastikan aman. Apalagi rencananya ia sangat ingin sekali berkuliah di Universitas Nomor satu di dataran Inggris yang tentunya akan membutuhkan biaya yanga sangat besar.

"Di sini terdapat lima kamar. Dua di bawah dan yang lainnya di atas. Jadi aku harus pergi sekarang dan jika ada sesuatu yang penting langsung hubungi aku," ucap Sandler ia berjalan melangkah keluar Lena mendampingi sampai di depan pintu keluar.

"Terima kasih atas tumpangannya." Lena tersenyum ramah pada Sandler yang sudah berada di dekat mobilnya.

"Dengan senang hati Mrs. Lena." Lantang Sanlder. Ia berbalik menatap rumah itu dari luar. Sandler menghela napasnya hingga akhirnya ia masuk kedalam mobilnya dan pergi meninggalkan halaman rumah itu.

Lena masih berdiri di teras ia memperhatikan ke arah jalanan yang sepi. Hanya ada dua rumah tetangga yang Lena bisa lihat dari teras rumahnya.Tidak banyak yang tinggal di area ini. Berbeda dengan di pusat kota yang beberapa saat lalu di lihatnya. Ataupun dengan area di gedung apartemen tempat ia dan Kimmy tinggal. Tingkat keramaian di sana sangat tinggi di bandingkan di sini. Yang terdengar di sini hanya suara jangkrik dan hembusan angin yang semakin membuat Lena merasakan kesepian yang sangat dalam di sini.

*****

Lena duduk di depan meja riasnya. Lena memilih kamar yang ada di lantai satu sementara kedua anaknya memilih kamar yang ada di lantai dua. Lena meneteskan wajahnya dengan vitamin e untuk kulit yang berbentuk cairan kental. Ia meratakan vitamin itu kesemua bagian di kulit wajahnya. Lena melepaskan kedua antingnya dan meletakannya begitu saja di atas meja.

Badannya terasa lelah sekali. Ia harus menempuh perjalanan yang panjang selama dua jam lebih. Meskipun selama di dalam perjalanan mereka di suguhkan pemandangan yang indah. Namun karena ukuran dari mobil Mr. Sandler tidak terlalu besar hingga membuat tubuhnya tidak leluasa bergerak.

Lain halnya dengan Rupert di karenakan tubuhnya yang kecil ia bisa dengan mudah tertidur di di dalam mobil. Hampir selama satu jam ia tertidur di kursi belakang sementara Aurell harus rela pahanya di jadikan bantal oleh Rupert. Lena menggerak-gerakan kepala dan pundaknya untuk menghilangkan rasa pegal di tubuhnya.

"Besok aku harus membersihkannya," gumam Lena. Ia teringat masih harus membersihkan rumah ini esok hari. Wanita berusia empat puluh tahun itu menguap matanya sudah mulai berat. Ia berdiri lalu melangkah mendekati ranjangnya. Ia berbaring di atas kasurnya yang jauh lebih empuk di bandingkan dengan kasurnya yang ada di apartemen.

Lena menyelimuti sebagian tubuhnya dengan selimut hangat. Lena menatap ke arah langit-langit kamarnya hingga ia memejamkan matanya. Sementara itu di lantai dua. Di kamar Aurell dan Rupert yang saling bersebelahan sudah gelap. Aurell dan Rupert sudah mematikan lampu kamar mereka sebelum tertidur.

Mereka berdua tidur dengan sangat nyenyak sepertinya mereka kelelahan karena menempuh perjalanan yang sangat panjang. Rupert teridur menghadap samping sambil memeluk gulingnya. Aurell gadis itu menutup kamarnya rapat-rapat ia selalu menyimpan segelas air putih di samping tempat tidurnya. Sudah menjadi kebiasanya sejak kecil jika ia terbangun dari tidurnya hal pertama yang ia lakukan adalah meminun segelas air putih. 

WARISAN DEBORAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang