*****
Lena membersihkan laci-laci yang ada di ruangan depan. Ia menggunakan lap yang setengah basah untuk menghilangakan debu-debu yang menempel di atas meja. Lena membersihkan debu yang menempel pada bingkai foto yang di letakan di atas lemari pendek. Bingkai-bingkai itu kosong tidak ada foto yang mengisi di dalamnya.
Bahkan ia baru menyadari tidak ada satupun foto yang ada di dalam rumah itu. Semua bingkai yang ada di atas meja maupun yang terpasang di dinding tidak berisikan foto sama sekali. Ia lalu berjalan ke ruangan yang memiliki perapian. Di sana juga tidak ada foto sama sekali yang ada hanya bingkai-bingkai kosong yang sudah berdebu.
"Kemana semua foto-fotonya," ucap Lena bertanya pada dirinya sendiri.
Sudah lama ia tidak melihat wajah dari neneknya. Yang ia ingat hanya wajah neneknya yang ia lihat sewaktu ia kecil di pemakaman kakenya. Ia lalu melanjutkan kembali pekerjaanya. Lena berjalan ke belakang ia membersihkan area dapur dengan sebuah sapu ia membersihkan remah-remah makanan yang berceceran di lantai.
Di dalam kelas Rupert tidak seaktif seperti biasanya. Kali ini ia lebih pendiam dari biasanya. Ketika teman-temannya asik berdiskusi satu sama lain ia terlihat asik dengan kesendiriannya. Hingga bel pulang sekolah akhirnyapun tiba. Semua murid keluar dari dalam kelas memenuhi koridor-koridor sekolah. Aurell menunggu Rupert di depan sekolah ia menyaksikan satu persatu murid melewati dirinya.
"Kau sedang menunggu siapa. Jangan bilang kau menunggu Glen," ucap seorang teman Aurell yang berjalan ke arahnya.
"Tidak... aku sedang menunggu adiku," ucap Aurell.
"Ya...ya aku percaya," ucap gadis berkacamata itu menggoda Aurell sambil tertawa.
"Hei jangan membuat gosip ok," ujar Aurell.
Gadis itu berlalu pergi meninggalkannya. Aurell menyilangkan kedua tanganya di depan tubuhnya. Ia melihat Rupert dari kejauhan. Aurell merasa ada sesuatu yang aneh dengannya ia lihat wajah adiknya terlihat murung. Sejak tadi Rupert selalu menundukan wajahnya ia tidak seperti Rupert yang ia kenal.
"Apa kau sakit," tanya Aurell yang berjalan ke arahnya. Ia menyentuh kedua pipi Rupert dengan kedua telapak tangannya. Aurell merasa suhu tubuh adiknya itu normal sama seperti suhu tubuhnya.
"Tidak aku hanya lelah," jawab Rupert.
*****
Hari sudah menunjukan pukul empat sore. Lena menggunakan pakaian berlengan panjang untuk menghadiri undangan di rumah Nancy yang berada tepat di seberang jalan. Lena berjalan di depan perkarangan rumah Nancy. Angin yang berhembus menyibakan rambut Lena yang terurai. Lena menggunakan sela-sela di jarinya untuk merapikan rambutnya yang berantakan.
Ia merapihkan pakaiannya ketika berdiri di depan pintu rumah Nancy. Lena memencet bel yang ada di samping pintu. Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Seorang pria bertubuh tambun berdiri di hadapan Lena. Laki-laki itu menggenggam gelas bening dengan minuman berwarna merah marun yang aromanya dapat di cium Lena.
Wajahnya berbentuk bulat dengan jengot serta kumis hitam yang menghiasi wajahnya. Lena merasa canggung ia diam dan membiarkan pria itu untuk bicara terlebih dahulu.
"Kau pasti Lena. Tetangga baru kami."
Lena tersenyum ramah pada orang itu yang berbicara dan sesekali meminum minumannya di hadapan Lena.
"Oh maaf... aku Howard suami Nancy," ucap pria itu menyodorkan tangan kanannya.
"Lena." Lena membalas jabatan tangan Howard dengan singkat lalu melepaskannya kembali.
"Ayo silahkan masuk. Mereka semua ada di halaman belakang." Pria itu mempersilahkan Lena masuk ke dalam rumahnya. Tanpa sungkan Lena melangkah masuk kedalam. Ia sejenak memperhatikan isi dari rumah Nancy sambil berjalan mengikuti Howard yang menuntunya ke halaman belakang.
Terdapat foto-foto yang di pajang pada bingkai yang di pasang di dinding. Ada juga bingkai foto yang berukuran kecil yang di taruh di atas meja. Lena melihat ada sebuah televisi besar empat puluh inch yang ada di ruangan keluarga.
"Hai Lena akhirnya kau datang," ucap Nancy yang berdiri dari tempat duduknya. Wanita itu segera menghampiri Lena yang ada di belakang suaminya yang bertubuh gemuk.
"Maaf aku datang terlambat," ucap Lena merasa tidak enak atas keterlambatanya.
"Oh tidak sayang.... kita baru saja memulainya." Layaknya seperti seorang sahabat yang sudah lama saling kenal. Nancy merangkul lengan Lena dan menuntunya ke arah sisi kanan halaman belakang rumahnya yang di tumbuhi oleh rumput hijau dan di kelilingi oleh pagar kayu.
"Perkenalkan ini adalah Lena tetangga baru kita," ucap Nancy kepada tiga orang wanita yang tengah duduk di sebuah kursi kayu panjang dan juga ada sebuah meja di hadapannya yang juga terbuat dari Kayu.
"Lena perkenalkan... Jessy dia tinggal di samping rumah ku. Elinna dan Lucy dia tinggal di samping rumahmu." Nancy memperkenalkan ketiga wanita itu pada Lena. Jessy, Elinna usianya diatas tiga puluh delapan tahun. Hanya Lucy yang masih berusia tiga puluh tahun sekaligus adalah seorang pengantin yang baru saja menikah. Suami dari kempat wanita itu berada tidak jauh dari mereka. Howard terlihat sedang mengobrol dengan suami dari Elinna.
Sementara Josh dan David yang merupakan suami dari Jessy dan Lucy para suami mereka sedang membolak-balikan daging dan sosis yang sedang di panggang di atas panggangan besar yang ada di hadapan mereka berdua. Josh sesekali terbatuk ketika asap masuk ke dalam kerongkongannya.
"Kau baik-baik saja Josh," tanya David yang tertawa kecil meledek Josh yang matanya memerah karena asap.
"Sudah kubilang biarkan koki profesional yang menangani ini," ujar David membanggakan profesinya. David adalah seorang Koki ia mempunyai tiga restoran yang ada di beberapa tempat. Salah satunya ada di pusat kota yang jaraknya sekitar tiga puluh menit dari rumahnya.
Lena duduk bersama dengan para wanita itu. Mereka membicarakan banyak hal seputar kehidupan mereka. Salah satunya Elinna yang dahulunya merupakan seorang perawat di rumah sakit Millenga Hospital pekerjaannya itulah yang pada akhirnya mempertemukan Elinna dengan suaminya sekarang yang sekarang merupakan seorang dokter di rumah sakit yang sama.
"Suamimu tidak ikut kemari, Lena," tanya Jessy wanita dengan kulit berwarna sawo matang serta mata hitam.
Lena terdiam ia menelan ludahnya dan bingung menjawab pertanyaan dari Jessy. Lena menarik napasnya perlahan dan menjilat bibirnya yang sebenarnya tidak kering.
"Suamiku.... dia sudah meninggal setahun yang lalu," ucap Lena lirih.
Tiba-tiba suasana di antara mereka menjadi hening dan canggung sesaat. Elinna dan Lucy yang duduk berhadapan saling berpandangan. Jessy merasa menjadi serba salah ia berpikir seharusnya tidak menanyakan hal itu.
"Oh...maaf aku tidak seharusnya menanyakan hal itu," ucap Jessy canggung.
Lena tersenyum pada Jessy dan menyentuh tangannya yang ada di atas meja.
"Tidak apa-apa. Kau kan hanya bertanya," ucap Lena.
Nancy menghembuskan napasnya yang tertahan sejak tadi.
"Aku lupa memberikan minum untukmu. Tunggu sebentar ya," ucap Nancy mencoba mencairkan suasana. Nancy berjalan ke arah meja yang di atasnya penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman. Nancy mengambil segelas jus jeruk yang di campur dengan bulir-bulir dari buah jeruk. Ia mengambilkannya dan kembali berjalan untuk memberikannya pada Lena.
"Terima kasih," ucap Lena ketika mengambil minuman itu dari Nancy yang memberikan minuman itu kepadanya.
Suasana kembali mencair setelah kecanggungan yang beberapa saat lalu terjadi. Lena dan teman-teman barunya mengobrol sangat seru sambil menikmati sosis bakar yang baru saja di hidangkan oleh David. Para suami duduk di kursi yang berbeda dengan para wanita. Howard yang memiliki tubuh tambun melahap makanan itu dengan nikmatnya. Di atas piringnya penuh dengan sosis dan daging bakar. Ia memakannya dengan kecap dan saus yang tidak terlalu pedas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARISAN DEBORAH
HorrorA cover by, ELIN DESIGNS Di tengah kesulitan hidup, Lena tiba-tiba mendapatkan warisan sebuah rumah dari Neneknya yang selama ini sudah lama tidak ia temui. Akhirnya ia dan kedua anaknya, Aurell dan Rupert pindah kerumah itu. Namun... sebuah danau t...