Rupert sedang berada di halaman belakang bersama dengan kakaknya. Rupert terduduk di atas kursi kayu panjang dan hadapannya juga ada sebuah meja kayu yang panjang. Ia sedang menggambar dengan menggunakan sebuah pensil warna sementara Aurell ia sedang bermain dengan sebuah ayunan yang berada tidak jauh dari Rupert. Hari sudah mulai menjelang malam matahari perlahan mulai bersinar di belahan bumi yang lain.
Angin berhembus cukup kencang menghamburkan lembaran-lembaran kertas putih yang berisi gambar-gambar ciptaan dari Rupert. Anak itu beranjak dari tempatnya dan mengumpulkan lembaran-lembaran kertas yang berceceran di atas rumput. Rupert mengambilnya satu persatu tapi ada sebuah kertas gambar yang tertiup angin hingga berada di tepi danau.
Rupert meletakan lembaran kertas gambar yang berhasil di kumpulkannya di atas meja kayu lalu menindihkannya dengan kotak pensil agar tidak berterbangan tertiup oleh hembusan angin. Rupert berlari mengejar kertas gambar miliknya yang tertiup hingga ke tepi danau. Rupert berlari hingga ke tepi danau ia mengambil kertas itu yang tersangkut pada sebuah ranting pohon yang sebagiannya terendam di pinggir danau.
"Auuuww..." Rupert sedikit merasa kesakitan pada jarinya telunjuknya yang tergores oleh ranting pohon yang tajam. Jari telunjuk rupert mengeluarkan darah ia lalu menekan jarinya hingga darah menetes dan jatuh ke air danau. Rupert memasukan sebagian jari telunjuknya ke dalam air untuk membersihkan lukanya.
Ia lalu pergi dari sana sambil membawa lembaran kertas gambar miliknya yang sebagiannya sudah basah terkena air. Tetesan darah Rupert perlahan bergerak ke tengah danau dan masuk ke hingga ke bagian dasar danau. Dari dalam danau terlihat ada pergerakan sekelebat bayangan yang bergerak begitu cepat dan tidak bisa terlihat begitu jelas.
*****
"Jadi kenapa kau membeli rumah itu," tanya Nancy.
Lena yang sedang memakan sosis langsung menelannya ketika ia bahkan belum sempurna mengunyah makanan itu di dalam mulutnya.
"Aku tidak membelinya. Rumah itu di wariskan padaku. Makannya aku tinggal di sana."
"Di wariskan," ucap Elinna tercengang mendengarnya.
Nancy membelalakan matanya terkejut. Sementara yang lainnya langsung menghentikan makannya ketika mendengar Lena bicara.
"Ya di wariskan oleh nenekku."
"Tunggu sebentar jadi Mrs. Deborah itu adalah nenekmu," tanya Nancy penasaran.
Lena merasa bingung dengan mimik wajah orang-orang yang ada di sana. Ia melihat mimik wajah Howard yang mendengar ucapannya seperti orang yang baru saja terkena serangan jantung.
"Iya kenapa?" tanya Lena bingung.
Nancy memundurkan tubuhnya dari meja. Ia menarik nafasnya sambil menyelipkan helai rambut di belakang daun telinganya.
"Oh, tidak kami hanya terkejut kami pikir mendiang Deborah tidak memiliki sanak saudara. Jadi kami pikir kau membeli rumah itu dari pelelangan," ucap Nancy.
Lena hanya menganggukan kepalanya perlahan. Ia menatap wajah teman barunya itu dengan tajam. Lena melihat mata Nancy bergerak-gerak tidak beraturan ia merasa seperti ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Nancy maupun yang lainnya.
"Seperti apa sosok nenekku itu. Maklum saja aku terakhir kali bertemu dengannya ketika aku masih berumur sepuluh tahun. Jadi aku banyak lupa tentang dirinya."
Nancy mengepal telapak tangan kanannya. Ia mengarahkan bola matanya sedikit ke atas. untuk mengingat-ingat sosok dari Deborah.
"Entahlah, kebanyakan dari kami jarang bicara padanya. Dia sosok yang sangat tertutup dan jarang bergaul sehingga kami kurang banyak mengetahui soal kehidupannya. Tapi yang aku tahu dia memiliki seorang pengacara dan aku pernah berbincang dengan pengacara itu ketika aku secara kebetulan bertemunya di depan rumah," ungkap Nancy.
Lena sadar betul siapa pengacara yang baru saja di bicarakan oleh Nancy. Lena meminum jus jeruk yang tinggal setengah di gelasnya. Ia berpikir mengenai sosok dari nenek yang sudah memberikannya warisan itu. Dan lagi pula kenapa neneknya itu tidak pernah datang untuk menemuinya selama ini. Lena menjadi berpikir ia tidak banyak mengetahui mengenai sosok dari neneknya itu.
"Tapi aku pernah bertemu dengannya sekali di super market. Saat itu ia membeli beberapa buah dan sayuran. Aku menyapa padanya aku katakan bahwa aku tinggal di seberang jalan. Dan dia hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa," ujar Elinna menceritakan pertemuannya dengan Deborah yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Hari mulai gelap cahaya matahari hampir hilang di gantikan malam. Angin berhembus cukup kencang menjatuhkan dedaunan ke tanah dan menerbangakan dedaunan kering yang berceceran di jalan. Udaranya terasa dingin baju panjang yang di kenakan Lena tidak mampu melindungi dirinya dari terpaan udara dingin. Rambut Lena menjadi tidak beraturan ketika angin itu melintasi dirinya.
Sementara Lucy yang berjalan di samping Lena merasa sedikit hangat karena suaminya merangkul dan mengelus-elus pundaknya. Lucy menggunakan mantel berwarna abu-abu panjang yang menutupi tubuhnya sementara suaminya yang bertubuh tegap dan tinggi menggunakan jaket hitam dan celana panjang cokelat.
"Baiklah kami duluan ya Lena," ucap Lucy.
"Iya." Lena tersenyum pada Lucy dan suaminya yang berpisah tepat di tengah jalan. Lucy dan suaminya berjalan ke arah sebelah kanan menuju rumah mereka yang jaraknya sekitar dua puluh meter di samping rumah Lena.
Jessy dan suaminya pastilah sudah sampai di rumahnya yang tepat bersebelahan dengan rumah Nancy. Sementara Lena harus berjalan sampai ke seberang jalan untuk bisa sampai di rumahnya. Lena menginjakan kaki di atas rumput di perkarangan rumahnya. Ia berjalan perlahan lalu menghentikan langkah kakinya. Ia menatap tajam ke arah rumahnya. Lena memperhatikan rumahnya itu. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya. Lena mengarahkan tatapannya ke segala sudut depan rumahnya.
"Kenapa dia memberikan rumah ini padaku," ucap Lena pelan. Ia lalu kembali berjalan melangkah ke dalam rumahnya.
Aurell sedang berada di dalam dapur. Ia membuat mie instan untuk di makannya. Aurell menggunakan sosis daging sapi yang di masukan ke dalam rebusan mie instan yang di buatnya. Gadis itu lalu mentiriskan mie itu ia memisahkan mie dari kuahnya. Lalu ia memasukan mie itu ke dalam mangkuk yang sudah berisi bumbu. Aurell kembali mengambil air dari keran dan memasaknya lagi untuk menjadi kuah mie instan yang di buatnya. Lena masuk ke dalam dapur ia melihat putrinya sedang membuat mie instan.
"Dimana adikmu?"
"Dia di kamarnya. Sepertinya dia kelelahan," jawab Aurell.
Lena segera berjalan ke lantai atas. Ia menuju kamar Rupert yang setengah terbuka. Lena langsung masuk ke dalam kamar putranya. Ia melihat Rupert sudah terbaring di atas tempat tidurnya. Rupert sudah tertidur padahal hari baru saja gelap. Lena duduk di ujung kasurnya ia mengusap wajah Rupert dengan lembut lalu mencium keningnya.
Aurell masih berada di dapur. Ia sedang menyantap mie instan buatannya sendiri. Aurell makan di meja makan yang ada di dapurnya ia menyilangkan kedua kakinya di atas kursi yang sedang di dudukinya. Ia memakan mie itu dengan nikmatnya. Aurell berdiri ia mengambil gelas yang ada di dalam lemari di atas kompor. Gadis muda itu berjalan ke arah wastafel lalu menaruh gelas kosong itu tepat di bawah keran air. Aurell menuangkan air ke dalam gelasnya.
"sssttttttt."
Suara gesekan mangkuk mie milik Aurell terdengar namun Aurell tidak menyadarinya. Mangkuk mie miliknya bergeser dengan sendirinya. Mangkuk mie bergerak ke ujung meja yang jauh dari tempat Aurell barusan makan. Selesai mengisi gelas itu dengan air putih yang di ambilnya dari keran. Aurell berbalik ia kembali melangkah ke tempat duduknya.
Tapi ketika ia hendak duduk Aurell melihat mangkuk mie miliknya sudah tidak berada di tempatnya. Ia melihat mangkuk itu sudah berada di ujung meja. Aurell menarik napasnya ia mengerenyitkan dahinya. Ia yakin bahwa seharusnya mangkuk itu berada tepat di depannya bukan di ujung meja. Aurell menghela napasnya ia lalu perlahan menyodrokan tangannya ke arah mangkuk itu.
Aurell ingin mengambilnya dan mengembalikan mangkuk itu ke posisinya. Mangkuk itu sudah berada di ujung jarinya. Entah kenapa Aurell merasa gugup ia sedikit takut dengan kesendiriannya di dalam dapur itu. Aurell berhasil menyentuh mangkuk itu dan menempatkannya kembali ke posisi semula.
"Hhuuffff.... aku butuh vitamin otak," ucap Aurell.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARISAN DEBORAH
HorrorA cover by, ELIN DESIGNS Di tengah kesulitan hidup, Lena tiba-tiba mendapatkan warisan sebuah rumah dari Neneknya yang selama ini sudah lama tidak ia temui. Akhirnya ia dan kedua anaknya, Aurell dan Rupert pindah kerumah itu. Namun... sebuah danau t...