Mikaze Ai

686 67 5
                                    

"Sampah!"

"Kenapa kau ada disini, Hah?!"

"Pergi kau!"

"Tidakkah kau sadar, mana ada yang peduli padamu."

"Tidak berguna."

(Name) menutup kedua telinganya, memblokir semua gunjingan orang-orang. Tubuhnya bergetar hebat, gelisah membuatnya terombang -ambing. Seluruh dunia menggelap. Meninggalkan (Name) dalam kegelapan.

Kedua matanya menangkap seseorang yang berjalan mendekatinya. Senyum baru saja akan mengembang di wajah (Name). Tapi, tidak lagi setelah sebuah kalimat keluar dari mulut orang tersebut.

"Kenapa kau masih ada disini? Bukannya lebih baik kalau kau tak pernah ada?"

(Name) melonjak kaget, napasnya tersengal-sengal. Dadanya mulai terasa nyeri. Tangannya memegang sebelah wajahnya. Iris matanya bergerak liar.

'Ha-hanya mimpi, tapi kenapa terasa sangat nyata.'

(Name) menatap pria berambut cyan yang masih tertidur pulas disampingnya. Tangan (Name) membelai pelan helaian cyan milik sang suami. Ia beranjak dari tempat tidurnya perlahan-- takut-takut membangunkan Ai yang terlelap.

Gemercik air berbunyi dari kamar mandi. Air dingin membasahi wajahnya. (Name) menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah pucat, kantong mata yang menggantung di kedua kelopak matanya.

(Name) menutup pintu di belakangnya. Tubuhnya perlahan jatuh ke lantai yang dingin. Ia memeluk erat kedua lututnya. Perlahan, airmata mulai menetes dari matanya. Wajahnya semakin ia tenggelamkan ke lututnya.

"(Name)?" Suara halus memanggilnya, sang wanita mengangkat wajahnya. Dihadapannya, duduk seorang Mikaze Ai-- lengkap dengan piyama biru serta bantal berwarna pink didekapannya, rambut yang sebelumnya tergerai kini diikat dengan gaya hariannya, side ponytail.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Apa yang kau lakukan di tengah malam seperti ini, (Name)?"

What if Your Husband is :
Mikaze Ai
(c) Broccoli
Warn : OOC and Typo

(Name) hanya menggeleng pelan. Ai menatapnya dengan penasaran, telapak tangannya yang dingin bertemu dengan dahi sang istri. "Tidak panas... keadaanmu juga tidak menunjukkan gejala kalau kau sedang sakit," gumam Ai sambil mengusap-usap dagunya.

(Name) tersenyum tipis, ia senang bahwa Ai mengkhawatirkannya. Walaupun tidak diekspresikan dengan banyak emosi. Menggenggam tangan sang suami, (Name) berucap, "aku baik-baik saja, Ai,"

"Begitu yah... tapi kenapa kau menangis (Name)?" Kini (Name) yang kebingungan, bagaimana caranya ia menjelaskan mengapa dia menangis. "Bukan hal yang pantas untuk dipermasalahkan."

Ai masih menatap (Name), tatapannya seolah memaksa (Name) untuk mengatakan hal yang sesungguhnya. "Kau... berbohong," ujarnya. "Ti-tidak, " sanggah sang wanita.

"Aku mau mengambil minum."

Sebelum (Name) dapat melarikan diri, lengannya ditahan oleh Ai. "Jangan jadikan itu sebagai alasan untuk kabur dari pembicaraan, (Name)."

(Name) meneguk ludah kasar, aura intimidasi Ai menguar hanya dengan tatapannya. Ia kembali bersimpuh di hadapan sang suami. "Kau terlihat ingin berbicara ... apa ada sesuatu yang mengganggumu?"

Bibir (Name) bergetar pelan, begitu juga dengan bahunya. "Ai... apa kau pikir aku ini tidak berguna, sampah, atau semacamnya?"

Ai hanya menggeleng, airmata tak berhenti mengalir di pipi tirus milik (Name). "K-kau tidak akan meninggalkanku, bukan?" Ai kembali menggeleng.

"A-aku bermimpi... semua hal yang kulakukan hanya sebuah kesalahan ... d-dan dia meninggalkan aku ... a-aku," ungkap (Name) sambil terbata-bata.

"Mau berbicara dengannya?" Tawar sang pria sambil menyodorkan ponselnya ke sang istri. Dengan lemas, (Name) meraih handphone sang suami. Menekan nomor-nomor yang sudah tak asing lagi di kepalanya.

"Halo?"

"Halo...."

"(Name) kupikir kau masih tidur, ada apa?"

"Tidak ada... aku hanya ingin bertanya soal kabarmu ... kau sehat, bukan?"

"(Name), kau kenapa? Ai, aku tahu kau disana. Kau apakan (Name), Hah!?"

"Ti-tidak, Ai tidak melakukan hal buruk padaku ... aku hanya ingin bertanya ... kau tidak akan meninggalkanku, bukan?"

"MIKAZE AI! Apa kau membuat (Name) menangis! Awas kau saat aku kembali ke Jepang nanti."

Ai hanya menatap datar dan mendengarkan semua percakapan mereka. "Aku tidak melakukan apapun pada (Name). Harusnya itu pertanyaanku untukmu," balas Ai.

"Hah!? Maksudmu apa, Hah!"

"Terimakasih kalian berdua, aku merasa sedikit tenang. Sampai berjumpa lagi (Best friend's Name)."

Piip

Merasa lebih baik, (Name) mengembalikan ponsel milik Ai. "Terimakasih Ai, aku merasa lebih baik," ucap (Name). Sang pria berambut cyan tersebut menatap ponsel pada genggamannya.

"Aku kan tidak melakukan apa-apa, kenapa kau berterimakasih?" (Name) hanya tersenyum kikuk. Ia hanya bergumam pelan. "Karena secara tidak langsung, kau sudah menghiburku,"

Tentu saja Ai mendengarkan gumaman (Name). Ia sedikit memiringkan kepalanya, memilah data-data yang ia miliki. Ai memajukan tubuhnya, mendekap tubuh (Name) dengan kedua lengan kokohnya. (Name) membeku, apa gerangan yang merasuki Ai hingga ia mau memeluk sang istri terlebih dahulu.

"Eh?"

"Menurut data yang ada, sebuah pelukan dapat membuat seseorang merasa lebih baik."

Ai menatap dalam-dalam sang istri. Kedua lengannya semakin mengerat. Sang idol menyenderkan wajahnya di bahu sang istri, menopang dagunya di bahu (Name). Suara halusnya berbisik pelan.

"Biarkan aku memelukmu, agar kau bisa merasa lebih baik, (Name)."

Prince-samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang