#14

6.8K 347 42
                                    

Hati itu tidak akan pernah bisa memilih antara suka dan luka. Bahkan kita tidak akan pernah tahu kapan rasa itu menjamuri hati. Namun kala itu datang bersamaan akankah kau merasa baik-baik saja

***

Wajah bercahaya milik Fasya nampak berbinar di depan masjid kampus. Dia hendak menalikan sepatu setelah menunaikan sholat Dhuha. Dalam benaknya ia kembali memutar kaset lusuh kejadian-kejadian kemarin yang sukses membuatnya bersyukur akan segala nikmat-Nya.

"Sya lama ya?"

"Nggak kok La. Kamu udah baikan"

"Heem. Makasih ya Sya kamu emang sahabat aku yang paling ngerti aku"

Syaila merendah berniat ingin memeluk sahabatnya itu. Pun Fasya membalas pelukan Syaila. Memang sahabat yang paling mengerti ketika sahabatnya sedang membutuhkan sandaran untuk saling berbagi rasa.

"Iya sahabatku yang cantik"

Beralih pada kisah-kisah kemarin. Fasya tidak akan dikeluarkan dari kampus sebab pengakuan dari Syaila. Tentu saja tidak lepas dari bantuan Pak Fariz dan Fatih.

Dari arah depan. Ada degup langkah yang hendak menghampiri sesosok Fasya. Matanya begitu teduh menatap sekitaran masjid. Tak lain mata itu sebenarnya sudah mengamati tingkah Fasya sedari jauh.

Syaila menyadari kedatangan pria itu. Dia memilih melepaskan pelukannya dari Fasya.

"Em Sya aku duluan ya"

"Lhoh kenapa"

Syaila tak menjawab pertanyaan Fasya. Alih-alih dia mengisyaratkan bahwa ada seseorang yang hendak menghampirinya. Melihat isyarat Syaila, Fasya spontan menoleh. Mata itu tak jemu terarahkan pada Fasya tidak terlalu dalam memang. Hingga membuat kedua mata itu saling bertabrak pandang.

Ada deritan kecamuk di hatinya. Segera ia tundukan pandangannya. Akan bahaya jika mata itu saling bertemu lama. Benar zina mata. Fasya mencoba menetralisir gelombang entah apa dari hatinya itu dengan mengamati sepatunya. Ehem salting namanya.

Tepat di depan Fasya masih berdiri. Fasya enggan menoleh ke arahnya. Sebenarnya siapa dia seorang laki-laki dengan gaya khasnya. Bermata teduh dengan rambut yang disisir begitu rapi. Perfeksionis.

"Ini milik kamu Sya?"

"Ehh..i-iya Kak"

Pria itu memberikan buku diary merah jambu. Yang tak lain milik Fasya yang tengah ia cari. Yang entah berapa hari lalu menghilang karena penyakit lupanya.

"Aku cuman mau mengembalikan ini"

"Eem makasih Kak, syukurlah tidak jatuh ke orang yang..."

Fasya tak jadi meneruskan ucapannya. Dia mengerutuki bagaimana dia bisa ceroboh hendak mengungkapkan rasa di hatinya jika ia hendak melanjutkan perkataannya.

Sejak tadi Fasya masih menenggelamkan pandangannya. Setelah buku itu di todongkan kepadanya. Alhasil dia harus mendongak untuk mengambilnya. Terlihat senyum tipis menghiasi bibir Fatih. Benar lelaki itu Fatih.

Kenapa kamu konyol sih Sya. Kak Fatihkan cuma mau ngasih buku aja kenapa rasanya jantung mau copot

Fasya membalas senyum itu sembari berucap terima kasih. Fatih lalu mendudukkan dirinya. Ada jarak yang tercipta diantara keduanya. Mereka juga mengingat mereka bukan mahram jadi harus ada jarak.

Assalamualaikum My Future Imam [ SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang