part 3

217 20 0
                                    

#Small_Hours part 3

Majalah dinding dan coklat di bulan Oktober

Setelah melihat reaksi Uli yang jelas sejelas-jelasnya menganggap Iva sudah khilaf dan tersesat, Iva berpikir untuk memindahkan perasaan suka ini pada orang lain. Siapa pun deh. Asal jangan Ryo.

Bukan, bukan karena Ryo jelek atau tidak layak gandeng. Secara fisik Ryo lumayan, apalagi seandainya dia tidak terus menerus memakai wajah masam itu. Kalau saja dulu sudah ngetrend mesin air alkali, mungkin Iva akan nekat mengirim surat kaleng ke orangtua Ryo,  menyarankan untuk membeli mesin itu dan memaksa Ryo minum, cuci muka, mandi, cebok dengan air alkali yang dihasilkannya. Siapa tahu bisa mengurangi kadar keasamannya.

Tapi perasaan kan bukan materi, mana bisa dipindahkan. Iva bolak balik memelototi cowo-cowo yang dia pikir lebih berkualitas dari Ryo, berusaha agar apa yang dia rasakan untuk Ryo bisa ditransfer pada salah satu dari mereka. Tentu saja itu tindakan bodoh, namun Iva belum mengetahuinya saat itu. Yang Iva tahu, dia belum siap secara mental dengan perasaan seperti ini.

Iva merasa menderita karena entah bagaimana dia merasa seharusnya dia tidak menyukai Ryo. Hubungan mereka, walau masih belum jelas apakah Ryo layak dia sebut sahabatnya -due to seringnya mereka musuhan dan marahan-, cukup akrab. Dan rasanya aneh memikirkan menyukai orang yang dekat dengan dia. Belum lagi Iva teringat Karina. Karina saja yang level high end tidak bisa membuat Ryo menyukai dia, apalah Iva yang segala sesuatunya standar, kecuali nafsu ngemilnya yang tidak standar. Bukan, bukan, Iva bukan merasa rendah diri. Dia hanya realistis. Remaja cowo seusia Ryo biasanya menyukai cewe cantik, dan Karina (yang sepertinya ditolak Ryo itu) jelas-jelas jauh lebih cantik dari Iva. Jadi maunya Ryo cewe seperti apa sih? Dasar sok keren, Iva mengumpat Ryo dalam hati.

Tapi suka kaaan???
Bah!!!

Itu terasa lebih mengesalkan lagi : kenyataan bahwa dia memikirkan apakah mungkin Ryo menyukai dia atau tidak. Pliiiiisss, ini salah. Ini un-natural. Bagai anggrek berbuah mangga, bagai kucing bertanduk rusa. Nah kan ngelantur. Ryo benar-benar mengacaukan otaknya. Iva memandangi tas cantiknya dengan sebal. Andai saja waktu itu tidak mengelus flap tasnya. Keisengan berbuah penderitaan. Ibarat menindik kuping sambil dansa. Aaaaaaaarrrggh!!!

Tapi Uli sahabat yang baik. Dengan segera dia mencium kegalauan Iva. Dia mulai menyemangati walau wajahnya masih tampak roman ngeri saat melirik Ryo.

"Tapi dengan dia jutek saat kamu ngomongin Doni kan nunjukin dia cemburu, Va."
"Tadi lucu juga, pas kamu lagi ngobrol sama Fika, dia lagi melamun ujug-ujug nyebut nama kamu keras banget ya, Va. Ketahuan lagi mikirin kamu wakakakaka..."
"Kalo kamu belum dateng, dia bolak balik keluar kelas ngeliatin ke arah gerbang. Pas kamu muncul, dia langsung masuk, pura-pura duduk santai di bangkunya."

Iva berterimakasih, tapi menguatkan tekad melupakan Ryo agar dia sendiri tidak merasa ajaib dalam arti kurang baik seperti sekarang lebih lama lagi, terasa sebagai pilihan yang tepat.

Sayangnya, seperti juga ketika diet berhadapan makanan enak, atau ketika batuk berhadapan dengan es teler, melarang dirinya sendiri agar tidak menyukai Ryo melebihi sebagai teman malah membuat Ryo makin menarik kelihatannya. Iva sulit untuk tidak merasa gembira saat mereka mengobrol berdua. Iva berdebar-debar saat Ryo bersikap memperhatikan Iva. Hal-hal semacam gitu deh. Yang lazim dirasakan orang sedang jatuh cinta.

"Risti, fotoin aku berdua Iva dong." pernah Ryo tiba-tiba meminta Risti yang membawa kamera ke sekolah, untuk mengambil foto mereka. Ryo lalu duduk di samping Iva. Oalaaaah, bikin deg-degan ajaaa. Iva merasa sangat gugup. Berdua bersebelahan kok kayak penganten.  Iva yang gagap pose, terjepret Risti dengan raut wajah yang engga banget deh. Andai ada mesin waktu, Iva masa kini yang sudah hampir khatam gaya selfie akan kembali dan menasehati Iva remaja sebaiknya bergaya dengan angle dan pencahayaan tertentu sehingga hasil fotonya cetaaar. Tapi ya sudahlah...

Small HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang