#Small_Hours part 6
"Let me walk you home..."
Hubungan Iva dan Ryo di kelas 2 ini jauh makin memburuk. Iva merasa lebih baik menganggap Ryo tidak ada. Dan kebetulan karena Ryo duduk di belakang, Iva sering bisa (pura-pura) mengabaikan keberadaannya.
Ryo juga melakukan hal serupa. Setidaknya Iva merasa begitu. Mereka sama sekali tidak bertegur sapa.
Kadang Iva heran sendiri mengingat masa-masa mereka pernah dekat. Bisa santai duduk berdua, berbicara tentang banyak hal. Sekarang mereka bahkan berusaha keras menganggap tidak ada satu sama lain.
Yang membuat Iva bertanya-tanya adalah, kalau Ryo tidak menyukai Iva kenapa dia malah repot-repot meminta pindah ke kelas ini? Padahal jelas-jelas Iva duluan ada di sini. Pihak Tata Usaha sekolah sudah ketok palu, Ryo malah naik banding minta dipindahkan.
Tapi kemudian Iva berpikir, mungkin Ryo betul-betul menganggap Iva tidak penting, maka tidak masalah baginya ada Iva atau tidak. Mungkin dia hanya menganggap kelas yang Iva tempati lebih cocok baginya. Mungkin dia merasa tidak ada chemistry dengan anak-anak cowo di kelas Biologi 1. Tidak ada hubungannya dengan Iva sama sekali. Iva saja yang terlalu membesar-besarkan.
Pikiran itu menyedihkan : bahwa dia bukan alasan Ryo pindah kelas, bahwa dia tidak penting bagi Ryo. Sementara dia bersusah payah berusaha mengabaikan Ryo, justru karena Ryo masih terasa penting baginya.
****
Iva memandang keluar jendela, melihat pantulan bayangan dirinya. Lalu memandang menembus bayangannya, di luar terlihat Akira tengah melambaikan tangan ke arah Iva. Akira terhitung teman baru Iva, kelasnya di kelas Sosial 1, satu kelas dengan Anggi.
Akira jangkung dan cute, dia bermain gitar dan mempunyai band. Iva suka sekali pada Akira, sebagai teman, bukan jenis suka yang dia rasakan pada Ryo dulu.
Akira sebenarnya menyukai Lia, teman sebangku Iva, itulah kenapa dia selalu berhambur ke kelas Iva setiap jam istirahat. Dan sebagaimana cowo yang tengah menyukai cewe, yang dia sasar adalah temannya terlebih dahulu. Kalau temannya sudah akrab, akan mudah pedekate pada sasarannya. Dan itu yang dilakukan Akira dengan berakrab-akrab terhadap Iva.
Iva berdiri lalu menghampiri jendela, Akira juga melakukan hal yang sama. Tinggal selangkah lagi Akira sampai, tiba-tiba ada seseorang mencapai jendela terlebih dahulu lalu -braaakk!!- membanting daun jendela hingga tertutup. Kaca jendela bergetar keras hingga Iva kira akan pecah. Iva hampir memekik saking kagetnya. Siapa yang iseng sekali melakukan itu? Apakah dia tidak tahu perbuatannya bisa saja mencelakakan orang lain? Iva mencari-cari si biang kerok, bersiap meluncurkan kekesalannya.
Terlihat ada Ryo di luar jendela, berjalan ke depan Akira lalu sengaja menyenggol pundak Akira dengan sangat provokatif. Ketika Akira menatapnya, Ryo menatap balik dengan sorot mata sarat senjata tajam andalannya. Ryo yang Iva tahu di awal perkenalan mereka dulu, tampak 100% kembali. Kemudian Ryo berlalu. Tubuhnya kaku seperti menahan amarah. Wajahnya keliatan seperti ingin mengunyah seseorang.
Akira memandang Iva dengan raut wajah : apaan tuh barusan? Iva, yang sama tidak mengertinya dengan Akira, menggelengkan kepala dan mengangkat tangan.
Kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi. Sering kali malahan. Pernah, Akira yang nongkrong di pintu menunggu Iva (sebetulnya sih menunggu Lia), berpapasan dengan Ryo yang hendak keluar kelas. Ryo berhenti sebentar untuk mengatakan, "Ngapain lu di sini? Balik sana ke kelas lu!!" dengan nada yang mengandung maklumat perang. Raut wajahnya jelas tidak sedang bercanda sedikitpun. Untung saja Akira tidak mudah diprovokasi, santay kayak di pantay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Small Hours
Teen FictionRanking #1 amatir (7/7/18) Ranking #3 komitmen (11/7/18) Ranking #133 sekolah (8/7/18) Ranking #138 teenlit (8/7/18) Kesan pertama Iva ketika melihat Ryo sewaktu di SMP adalah : ga banget. Ryo yang terkesan songong, jutek, sok playboy, sok keren bet...