"It wasn't only wickedness and scheming that made people unhappy, it was confusion and misunderstanding..."
"Bukanlah kejahatan dan persekongkolan yang membuat orang-orang tidak berbahagia, tapi kebingungan dan kesalahpahaman..." (Atonement, Ian McEwan)
"Kalau menurut aku sih, Ryo bilang kalau dia belum bisa berhubungan dengan kamu sekarang, Va, sebab ada yang menjadi prioritas dia lebih besar dari pada kamu." tanggapan Anggi sesaat setelah Iva selesai bercerita. Mereka tengah menikmati batagor kuah langganan dekat sekolah
"Dia ga bilang itu aku, dia bilang 'cewe'." Iva mengingatkan Anggi. Sahabatnya itu memutar mata dengan kesal.
"Ya, itu dimaksudkan kamuuuuu Ivaaaaa...!!!" geramnya, "Oon jangan dipiara neng!"
"Tapi, tapi, tapiiii...gimana kalo itu bukan aku? Tau darimana kalau yang dia maksud adalah aku?"
"Karena dia cuma bilang itu ke kamu, ga ke cewe lain lagi." Uli bersuara.
"Percaya deeeeh...! Itu kamu, Va." kata Lia meyakinkan. Uli mengangguk-angguk bersemangat mengiyakan.
Iva tersenyum-senyum geer.
Benarkah?
"Tapi apa yang bisa aku pegang dengan pernyataan kayak itu? Dia tetep ga menjelaskan sekarang ini kita hubungannya gimana?" Iva mendadak teringat.
"Entahlah, kamu tanya aja sama Ryo."
Idiiiiih, engga bangeeet. Malu atuh.
Tapi Ryo kan bilang mereka berteman dulu. Okeeee, tapi sampai kapan? Apa jaminannya bahwa setelah dia menyelesaikan semua prioritasnya, Iva yang akan dia pilih.
Yaaa sudahlah, dipikirkan nanti saja. Sekarang ujian sekolah tinggal berbilang hari ke depan.
*****
Apakah keadaan yang sudah baik ini bisa menjadi kacau?
Bisa saja.
Kekacauan itu berupa Ajie.
Iva tahu, walau Ryo sudah menyatakan bahwa dia akan fokus dulu memikirkan sekolah baru serius mengenai hubungan dengan lawan jenis, tapi saat ini dia dan Ryo masih sama, hanya teman saja. Karena walau bagaimana pun, belum ada kesepakatan yang dibuat antara mereka berdua.
Maka Iva bersikap seperti biasa saja terhadap Ryo. Juga terhadap teman yang lain. Termasuk Ajie yang sekarang sering mengajak Iva ngobrol.
Iva tidak ingin dianggap kegeeran, maka walau tahu Ajie sering mendekati dia sekarang, Iva tetap bersikap ramah.
Seperti hari ini.
"Iva, nanti seudah lulus boleh main ke rumah?" tanya Ajie. Dia tiba-tiba duduk di sebelah Iva yang sedang menulis catatan Kimia. Lia sedang pergi ke kantin sehingga bangkunya kosong dan diduduki Ajie.
"Boleh aja." sahut Iva sambil tetap menulis.
"Aku minta alamat kamu, ya?" Ajie beranjak ke bangkunya, hendak mengambil alat tulis untuk mencatat alamat Iva.
Ryo sudah ada di belakang mereka, berdiri di lorong antara bangku. Tangannya diletakkan diatas meja sebelah kiri dan kanan sehingga menghalangi jalan. Jelas-jelas menghadang Ajie.
"Mau kemana lu? Ngapain deketin Iva?" nafasnya tersengal sedikit, menahan emosi.
Padahal perawakan mereka tidak jauh berbeda, tapi entah kenapa Ryo tampak lebih besar.
Mungkin karena raut wajahnya yang seperti sanggup mengunyah Ajie sampai lumat. Mungkin karena sorot matanya yang tampak bisa melukai Ajie. Mungkin sikap tubuhnya yang siap berkelahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Small Hours
Teen FictionRanking #1 amatir (7/7/18) Ranking #3 komitmen (11/7/18) Ranking #133 sekolah (8/7/18) Ranking #138 teenlit (8/7/18) Kesan pertama Iva ketika melihat Ryo sewaktu di SMP adalah : ga banget. Ryo yang terkesan songong, jutek, sok playboy, sok keren bet...