#Small_Hours part 15
"But falling in love is rather easy than falling out of love. You can just not fall out of love, you can try, but it never happens, so you'll just pushed it deep down somewhere in your heart, and locked it so you can move on..."
"Tapi jatuh cinta lebih mudah dari berhenti mencintai. Kamu tidak bisa begitu saja berhenti mencintai, kamu bisa mencobanya, tapi itu tidak akan terjadi, maka kamu hanya akan mendorong perasaan itu jauh-jauh di suatu tempat dalam hatimu, dan menguncinya agar bisa melanjutkan hidup..."
(Broken Hearts, Sonysa)Kampus Sastra sudah terkenal sebagai kampus yang lebih banyak mahasiswi dibanding mahasiswa. Dan para mahasiswa ini rata-rata sudah mempunyai pacar. Ini membuat Iva dan teman-temannya sedikit kesulitan cuci mata.
Karena itu, nongkrong di kost-an Iva yang banyak penghuni cowo, menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi teman-temannya. Selepas jam kuliah mereka akan ke kost-an, menumpang tidur siang di kamar Iva. Kemudian baru pulang ke rumah masing-masing menjelang sore.
Sementara Iva sendiri, walau selalu nampak bersemangat dengan kedua temannya untuk ikut cuci mata, hatinya masih belum bisa merasakan kegembiraan menyukai cowo lain. Sesekali, bukan, seringkali pikirannya akan terpaut pada Ryo.
"Butuh waktu lah, Va. Sabar, nanti juga lupa. Aku beberapa kali bertemu Ryo, tapi dia bahkan nggak pernah mau negor." kata Uli saat Iva menelepon di telepon koin kost-an untuk curhat. Iva menggigiti kuku dengan sedih.
Uli dan Anggi melanjutkan kuliah di perguruan tinggi swasta di kota kecil mereka. Mereka mengambil jurusan yang sama yaitu Akuntansi. Mereka masih sering bertemu Ryo, yang juga melanjutkan di sana, hanya saja di fakultas Tehnik.
"Mungkin cuma masalah kebiasaan aja ya, Li. Tiga tahun terakhir ini cuma Ryo yang aku pikirin."
"Bisa juga begitu. Ayolah, Va, kamu jangan terus menerus mikirin Ryo lagi. Masa sih ga ada yang bisa mengalihkan kamu dari dia di situ? Bukankah kampus lingkungan yang lebih besar? Pasti ada cowo yang tepat buat kamu."
"Iyaa..." Iva menyetujui dengan lemah.
Tapi prakteknya tidak semudah itu. Hampir segala sesuatu mengingatkan Iva pada Ryo. Setelah teman-temannya pulang, setelah semua anak-anak penghuni kost-an kembali ke kamar masing-masing, maka Ryo akan menemani dalam pikiran Iva.
Walaupun begitu, Iva mengakui bahwa kehidupan baru di kost-an dan kampus memang lebih seru. Padahal belum lama disini, sudah banyak kejadian lucu dan menyenangkan.
Semester pertama dengan cepat berlalu. Tiba-tiba sudah menghadapi ujian tengah semester. Iva disibukkan dengan kuliah. Terkadang muncul harapan, kesibukannya saat ini dan jarak di antara mereka, akan mempermudah Iva melupakan Ryo dengan lebih cepat.
Di kost-an, Iva menjadi sangat dekat dengan Bang Joe dan Ardi. Bisa dibilang mereka bagai Sofi dan Donna versi cowo. Iva mudah saja curhat pada kedua cowo itu tanpa sungkan. Bang Joe yang kalem akan mendengarkan dengan tabah setiap curhatan Iva, sementara Ardi yang jail pasti berakhir menggoda Iva di ujung curhat.
Ardi, sudah semester tiga di Sastra Inggris. Namun ternyata Ardi satu angkatan dan satu SMA dengan Akbar dan Kautsar. Orangnya kocak dan ceria.
Iva bercerita tentang Ryo juga. Ingin mengetahui pendapat mereka.
"Sebaiknya lupain aja, Va." pernah Bang Joe menasihati, "Dia mungkin ga yakin tentang kamu. Ato ga yakin tentang dirinya sendiri. Makanya masih maju mundur kayak gitu. Kedengeran selalu setengah-setengah terus. Buat apa nunggu orang yang ga yakin sama kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Small Hours
Teen FictionRanking #1 amatir (7/7/18) Ranking #3 komitmen (11/7/18) Ranking #133 sekolah (8/7/18) Ranking #138 teenlit (8/7/18) Kesan pertama Iva ketika melihat Ryo sewaktu di SMP adalah : ga banget. Ryo yang terkesan songong, jutek, sok playboy, sok keren bet...