#Small_Hours part 9
"A string somewhere under my left ribs, knotted to yours..."
Setelah acara buka bersama itu, kembali tidak ada lagi kejadian yang berarti, antara Ryo dan Iva. Kalau di luar itu sih Iva lumayan berjibaku jungkir balik karena kerepotan menghadapi ujian tengah semester, yang tidak berapa lama berselang bertemu lagi dengan ujian akhir semester.
Kemudian liburan tiba.
Sekali lagi Iva menghabiskan liburan sekolah dengan mengikuti kegiatan pesantren kilat. Tahun ini di pesantren kilat Iva mendapat seorang teman baru, namanya Salman. Orangnya kocak dan sedikit kekanak-kanakan. Hobinya mengeceng cewe-cewe cantik. Dan karena dalam penilaian Salman Iva tidak cantik, maka Iva dinobatkan sebagai teman curhatnya.
Menjadi teman Salman berarti harus tabah mendengar cerita petualangan dia dari mengejar satu cewe ke cewe lain. Juga harus tabah bolak-balik diminta wejangan mengenai bagaimana pendekatan yang benar pada anak perempuan, supaya status jomblo Salman yang akut bisa segera disembuhkan.
Dari pertemuan singkat di pesantren kilat itu, persahabatan mereka berlanjut hingga kegiatan selesai. Mereka rajin bertukar surat, karena Salman tinggal di kota lain. Salman mirip seperti adik kecil tapi sebaya bagi Iva.
Mereka langsung nyambung dari awal berkenalan. Karenanya cerita mengenai Ryo pun Iva tumpahkan dengan segera kepada Salman ketika masih menjalani kegiatan pesantren kilat.
Waktu pertama mendengar tentang Ryo, Salman langsung berkomentar, "Ah, itu mah jelas banget kok, Va, dia suka sama kamu."
"Kenapa kamu bisa yakin?" tanya Iva, berusaha tidak terlalu kembang kempis kegeeran.
Salman menelengkan kepala, memberi Iva tatapan : helloooooo????
Iva balas dengan tatapan : apaaaa???
"Karena aku cowo, Va. Jadi aku yakin. Seratus -ah jangan terlalu pede- mungkin sembilan puluh persen lah aku yakin Ryo suka kamu." kata Salman.
Iva memanyunkan bibir dan bertopang dagu, "Terus Tiana itu gimana?"
"Iva, kamu pernah suka cowo lain selain Ryo?"
"Pernah."
"Nah, Ryo juga bisa menyukai cewe lain selain kamu. Yang aku raba dari cerita kamu, kamu adalah cewe yang paling dia sukai..."
"Masaaa??" potong Iva.
"..tapi bisa jadi juga justru Tiana yang paling dia suka. Kita ga pernah bisa tau kecuali kamu berani nanya sama dia. Kalo pertanyaannya apakah dia suka sama kamu, maka jawabannya ; iya." lanjut Salman.Bah!! Jawaban plin plan. Iva menendang tulang kering Salman dengan gemas.
Hmmm, tapi jawaban Salman cukup masuk akal...
Dengan demikian Iva siap kembali ke sekolah merasa lebih bahagia.
*****
Lalu mereka naik ke kelas 3. Hanya setahun kurang jaraknya dari kelulusan.
Di sekolah Iva, sejak penjurusan di kelas 2 sampai mereka lulus nanti akan tetap dikumpulkan di kelas yang sama. Itu membuat Iva akan menghabiskan seluruh waktunya di SMA satu kelas bersama Ryo.
Oke, mengenai Ryo. Sejujurnya, sebelum Iva bertemu dan bertukar pikiran dengan Salman, Iva sendiri sejak acara buka bersama tempo hari di kelas 2, setelah habis-habisan menulis tentang kegembiraannya karena Ryo, sudah merasa tercerahkan.
Pemahaman bahwa Ryo adalah semacam forbidden forest (halah, bahasanya...) membuat Iva mulai bisa melatih dirinya sendiri untuk melepaskan perasaannya terhadap Ryo.
Melepaskan, bukan lagi melupakan. Itu dua hal yang berbeda.
Iva meringankan hati. Memilih berdamai dengan keadaan. Ya, dia masih sangat menyukai Ryo. Sangaaat suka. Sepanjang tujuh belas tahun kehidupan Iva, mungkin baru Ryo lah cowo yang dia sukai sebesar ini. Tapi biar saja itu mengalir apa adanya. Tidak perlu selalu sibuk memaksa diri sendiri agar menahan perasaan. Tidak perlu keras kepala berusaha membebaskan diri dari kenyataan bahwa hati dia sudah digenggam Ryo. Yang bahkan tanpa diketahui yang bersangkutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Small Hours
Teen FictionRanking #1 amatir (7/7/18) Ranking #3 komitmen (11/7/18) Ranking #133 sekolah (8/7/18) Ranking #138 teenlit (8/7/18) Kesan pertama Iva ketika melihat Ryo sewaktu di SMP adalah : ga banget. Ryo yang terkesan songong, jutek, sok playboy, sok keren bet...