#Small_Hours series
#IvaRyo#The_Way_You_Stare
"The soul, fortunately, has an interpreter - often an unconscious but still a faithful interpreter - in the eye."
"Jiwa, untungnya, mempunyai penerjemah - sering kali tanpa sadar namun tetap saja penerjemah yang setia - yaitu mata."
(Jane Eyre, Charlotte Bronte)
May sekali lagi bercermin dengan cermin kecil yang dia bekal dari rumah. Merapikan poni, menyibakkan rambut coklat mengilapnya yang tebal agar jatuh ke punggung semua, mengatur kerah agar jatuh dengan bagus sehingga leher jenjangnya terlihat makin indah.Setelah yakin penampilan oke, May mengatur agar gaya duduk terlihat santai. Tidak menampakan bahwa dia bergairah menunggu cowok tampan dengan raut wajah masam yang sedang mengobrol di depan pintu itu, masuk ke kelas dan duduk di bangku tepat di belakang May.
May selalu menyukai dia, cowok paling tampan di kelas ini. Sejak May melihat dia masuk ke kelas mereka, di hari pertama masuk SMA. Gayanya yang sering terlihat cool dan jutek, terkesan misterius. May selalu berusaha menarik perhatiannya ketika semester satu kemarin, namun -entahlah- sepertinya belum pernah benar-benar berhasil. Dia sering menggoda May memang, tapi hanya sebatas iseng saja.
Namun sekarang May mempunyai harapan yang lebih besar.
Dia sekarang berjalan masuk, langsung menuju bangkunya. Melirik May, kemudian menerbitkan senyum menggoda di bibirnya.
"Halo, May...."
May mengerahkan usaha terbaik untuk balik tersenyum dengan cantik dan melirik dengan porsi genit setipis mungkin.
"Halo, Ryoo...."
Senyum Ryo melebar melihat respon May. Duduk, kemudian menjawil lengan May memberi isyarat agar berputar menghadapnya. Gadis itu menurut. Ryo bertopang dagu memandangi, terus tersenyum dengan tatapan menggoda.
May sering kali dibikin geer menghadapi sikap Ryo, yang selalu terlihat seperti cowok jatuh cinta padanya. Terutama sejak semester dua di SMA ini dimulai dan mereka duduk berdekatan. Ryo tidak segan-segan mencandai, bersikap mesra, bahkan sering menggandeng dan menggenggam tangan. May merasa seperti cewek jatuh cinta yang juga dijatuhi cinta.
Namun, Ryo tidak pernah menyatakan dengan pasti apa yang dia rasakan terhadap May. Ini membuat May gelisah. Sementara semester sekarang hampir berakhir. Di kelas dua nanti belum tentu mereka bisa sekelas lagi.
"Peer Matematika udah selesai? Pinjem, dong. Aku belum beres dua soal lagi," kata Ryo.
May pura-pura cemberut, tapi toh dia mengeluarkan buku peer dan menyerahkan pada Ryo. Cowok itu tersenyum dengan mata berbinar.
"Thanks, May. Love you," kata Ryo lagi sambil nyengir lebar, membuka buku peer dan mulai menyalin. Seperti tidak menyadari kata-kata terakhir barusan menimbulkan badai dahsyat di dada May.
Ryo selalu seperti itu. Sejak mereka duduk berdekatan. Mesra. Karenanya May membiarkan saja Ryo menggandeng atau memegangi tangan, berharap nanti Ryo akan menyatakan apa yang sesungguhnya dia rasakan terhadap May.
"Jadi kamu mau masuk jurusan apa, Ryo?" tanya May beberapa hari kemudian, ketika formulir penjurusan dibagikan oleh wali kelas untuk diisi. Memperhatikan Ryo yang tampak muram, menggigiti bibir dan menghela napas panjang berkali-kali.
"Fisika," jawab Ryo kemudian, singkat saja dan terdengar murung. Matanya yang sedikit sipit, melamun. Itu salah satu daya tarik Ryo juga. Sering terlihat tenggelam dalam pikirannya, membuat May penasaran apa yang membuat dia asyik melamun begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Small Hours
Teen FictionRanking #1 amatir (7/7/18) Ranking #3 komitmen (11/7/18) Ranking #133 sekolah (8/7/18) Ranking #138 teenlit (8/7/18) Kesan pertama Iva ketika melihat Ryo sewaktu di SMP adalah : ga banget. Ryo yang terkesan songong, jutek, sok playboy, sok keren bet...