Part 10

2.1K 402 81
                                    

Seperti api yang melahap seluruh jiwanya, membakar raganya menjadi abu, kini banyak tanya dalamn fikirannya, tangan yang terus membuka lembaran sebuah naskah dengan tatapan kosongnya. Semua tulisan yang harusnya dihapalnya menghambur meluap keudara, tak ada satu pun yang masuk dalam ingatannya.

"Ka.."

Veranda yang disapa hanya diam, membuat Lidya yang memanggilnya harus bersuara lagi kali ini sedikit dengan sentuhan pada tangan Ve.

"Ka Ve.."

Veranda yang baru sadar jadi menoleh, melihat Lidya yang kini disampingnya dengan topi yang menutupi kepalanya. "Eh iya, Lid."

"Ka Ve sakit?" Kata Lidya yang merasa khawatir dengan keadaan Veranda.

"Ha? Enggak kok."

Lidya mengangguk mengerti. "Hm.. Udah malem nih ka, kasian yang lain, bisa dipercepet kan? Tapi kalau emang ka Ve lagi sakit kita bisa undur sampai besok."

Veranda yang mendengar ucapan Lidya itu jadi tak enak. Karna syuting diberhentikan karna Veranda yang tidak fokus dan harus mengulang terus padahal hanya tinggal satu kali take lagi syuting selesai. "Sory ya Lid, 10 menit lagi ya."

"Santai aja ka. Oke deh aku tunggu ya."

Lidya yang pergi dari hadapan Veranda jadi merasa iba sendiri, Veranda terlihat banyak fikiran membuat dia terlihat tidak profesional.

Hari yang semakin malam dan pada akhirnya syuting yang terasa berat untuk Veranda selesai juga. Dia menjatuhkan kepalanya pada stir mobil, ntah kenapa perasaanya hari ini meradang, dia tidak mengerti apa yang dia rasakan namun ini bukan tentang Malvin yang semakin tak peduli dengannya, bukan itu, dia sudah terlalu terbiasa akan sakitnya karna Malvin.

Kepalanya yang masih bersandar dengan lesu pada stir mobil dia miringkan kekiri, suasana yang semakin malam membuat jalanan sepi, dia memang menghentikan mobilnya di sebuah rest area. Tangannya terus menggeser layar hapenya yang menampilkan sebuah galeri foto, terkadang dia tersenyum melihat foto beberapa tahun lalu, namun kadang wajahnya terlihat sendu, banyak rasa yang dia rasakan hanya karna sebuah foto.

Hari sudah berganti namun dia masih termangu diam dalam sebuah rasa yang tak pernah dia mengerti, ntah mau kemana sekarang, rasanya pulang kerumah pun untuk apa, pasti yang dia lihat hanya Malvin dengan wanitanya yang selalu berbeda tiap malam, hembusan nafas yang begitu gusar dia hembuskan tangannya melock hapenya, dan sosok Kinal pun hilang dilayar hapenya namun tidak dalam pikirannya.


Karna malam yang semakin larut dia pun menyalakan mesin mobilnya setelah menenggak air mineral dingin untuk menyegarkan tenggorkannya yang kering, kini mobilnya terarah pada rumah Ibu nya. Mungkin akan lebih baik jika pulang ke rumah orang tuanya dibanding kerumah nya dan Malvin.




..
.
.





Pagi yang kian menyingsing menampakan warna orange dari mentari yang menembus masuk menelisip dari balik ventilasi udara. Dia menggeliat saat kulitnya merasakan dinginnya tangan yang menyentuhnya begitu lembut.

"Sayang.. bangun."

Kinal pagi ini bangun terlebih dulu dibanding Yona. Dia memang ada kerja pagi, melihat Yona yang begitu nyenyak dia jadi tak tega membangunkannya. Padahal Yona pagi ini pun ada tugas untuk mengajar.

"Hm.." Dengan suara seraknya dia langsung menarik tubuhnya dari dalam selimut menyandarkan nya pada ranjang, matanya masih terpejam.

Kinal yang melihat itu jadi menyentuh bibirnya yang masih tertutup, dia mengecupnya begitu lembut membuat Yona benar-benar membuka matanya.

Dibalik Layar Season 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang