Axelandra - 19

1.6K 107 59
                                    

Crystal : Kau bisa datang lagi ke rumahku?

Axelandra : Tentu. Aku sudah berjanji pada Ibumu.

Crystal : Kalau begitu, cepat datang.

Axelandra : Tunggu sebentar.

Crystal : Ayolah, Ra. Jangan lama - lama. Aku bosan sendiri di rumah.

Axelandra : Kau sendiri di rumah?

Crystal : Tidak. Tetapi, setidaknya, kalau kau datang, kau bisa menemaniku.

Axelandra : Baiklah. Aku ke rumahmu sekarang.

Aku menyambar cardigan biru muda yang kugantung di tembok kamarku. Dengan cepat aku memakainya lalu turun tangga.

Waktu kurang tepat. Tuhan, kukira Jeanny dan Reyna sudah pergi dari rumah.

"Mau kemana kau Axelandra?" tanya Jeanny ketika matanya bertemu dengan mataku.

Aku buru - buru mengalihkan pandanganku. "Kemana pun aku akan pergi, itu bukan urusanmu."

 "Mau kemana kau?!" bentak Jeanny.

Aku memutar bola mataku. "Kubilang, kemana pun itu, bukan urusanmu!"

"Kau tidak boleh keluar rumah!" seru Jeanny lalu memelototiku.

Aku menatapnya dengan tatapan apa-apaan-ini?!

"Kau tak berhak melarangku!" sahutku.

"Tapi aku berhak." 

"Ayah?!" Aku tercengang melihat kedatangan Ayah yang sedang menatapku tajam.

"Kau tak boleh keluar rumah, Axelandra." ucapnya.

"Mengapa, Ayah?" tanyaku. Wajahku memelas.

"Selama ini kau sering sekali keluar rumah." Ayah menatapku tajam. "Dan Ayah mulai curiga padamu."

"Mengapa Ayah curiga kepadaku?" tanyaku.

"Kemana saja selama ini kau keluar rumah?" tanya Ayah. Ia menatapku dengan serius.

"Aku tak pernah kemana - mana selain ke rumah Crystal. Dia sahabatku." jawabku jujur.

"Jangan pernah mencoba untuk berbohong, Axelandra." kata Ayah.

"Aku tak pernah membohongimu, Ayah." sahutku.

"Ayah tak percaya." ucap Ayah penuh penekanan.

"Ayah," suaraku bergetar. Dan pandanganku pun mulai buram. Mataku berkaca - kaca. "Kumohon, percayalah padaku. Ayah ... mana mungkin aku membohongi seseorang yang sangat aku sayangi."

"Tapi Ayah punya bukti!" sahut Ayah.

"Bukti?" tanyaku bingung.

"Ya." jawab Ayah sambil mengangguk.

"Maksud Ayah?" tanyaku lagi. Ada beribu - ribu tanda tanya yang saat ini berputar - putar di otakku.

"Ayah kita, selama ini kau adalah anak yang baik." Ayah menarik nafasnya dalam - dalam lalu membuangnya kasar. "Ternyata kau mencelakakan saudaramu sendiri."

"Mencelakakan saudaraku sendiri?" beoku. "Apa maksudnya, Ayah? Aku ... Aku tak mengerti. Aku sama sekali tak mengerti apa yang diucapkan olehmu, Ayah."

"Axelandra," panggil Reyna.

Aku menoleh.

"Maafkan aku ...." ucapnya lirih.

AxelandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang